KalbarOnline.com – Wakil Ketua MPR RI mengajak masyarakat untuk ikut mengawal proses pembuatan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual di parlemen.
“Kami sekarang berupaya menggalang dukungan lintas partai untuk UU Penghapusan Kekerasan Seksual. Dukungan yang sama saya juga kami harapkan dari masyarakat,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menjadi narasumber dalam diskusi secara daring bertema Kawal RUU PKS: Gerak Bersama Lindungi Generasi, Kamis (10/12).
Selain dukungan kepada para legislator di parlemen, menurut Lestari, masyarakat juga bisa memberikan dukungan di luar Senayan dengan memperkuat pemahaman tentang isi dan manfaat RUU PKS kepada masyarakat yang tidak sependapat dengan RUU PKS.
Karena, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, problem yang dihadapi dalam proses pembuatan UU Penghapusan Kekerasan Seksual salah satunya adalah belum ada pemahaman publik yang luas terhadap rancangan undang-undang tersebut.
Diakuinya, salah satu penyebab terhambatnya RUU PKS menjadi undang-undang adalah karena pemahaman yang salah terhadap sejumlah pasal di dalamnya.
Padahal, menurut Legislator Partai NasDem itu, RUU PKS itu bukan hanya untuk kepentingan perempuan semata, tetapi merupakan perangkat hukum untuk melindungi seluruh warga negara.
Menurut Koordinator Divisi Perubahan Hukum LBH APIK, Dian Novita, penanganan kasus kekerasan seksual akan menghadapi kesulitan ketika memasuki proses hukum.
Catatan LBH APIK, dari 46 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak, hanya tujuh kasus yang sampai pada proses hukum. Selain itu, dari 103 kasus kekerasan seksual terhadap orang dewasa hanya 8 kasus yang masuk ke proses hukum.
Menurut Psikolog Klinis Yayasan Pulih, Gisella Tani Pratiwi, M.Psi., tindakan pelecehan tanpa kontak fisik juga sulit ditindaklanjuti, seperti pemaksaan aborsi dan pemaksaan perkawinan.
“Belum ada hukum yang mengatur pelanggaran jenis kekerasan tersebut. Bagaimana masyarakat bisa merasa aman,” ujarnya.
Comment