KalbarOnline.com – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid menuntut Komnas HAM untuk mengusut seluas-luasnya kasus penembakan anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh aparat kepolisian. Hal ini dikatakan HNW di Hari Hak Azasi Manusia (HAM).
“Peringatan Hari HAM tahun ini seharusnya tidak hanya dilakukan secara seremonial, tetapi penting dilakukan dengan lebih bermakna, memberikan akses yang nyata untuk dapat mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian terkait penembakan 6 laskar FPI,” ujar Hidayat.
HNW sapaan akrab Hidayat berharap, Tim Pencari Fakta (TPF) Independen yang dipimpin Komnas HAM segera dibentuk dengan melibatkan para pemangku independen lainnya. Desakan ini juga sudah datang dari pihak lain, seperti ormas (Muhammadiyah dan ICMI), parpol (PKS dan PPP), LSM (Amnesty International Indonesia, YLBHI, IPW dan lain-lain), dan sejumlah anggota DPR RI sudah mengutarakan hal yang serupa.
Desakan sejumlah kalangan itu dapat dipahami karena penembakan 6 warga sipil itu disebut sebagian pakar sebagai aksi extra judicial killing. Apabila merujuk kepada Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, extra judicial killing tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat.
“TPF Independen harusnya segera dibentuk, agar segera menguatkan dan diberi akses yang luas kepada Komnas HAM untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM terhadap 6 laskar FPI yang menjadi perhatian masyarakat luas, bahkan masyarakat internasional,” tuturnya.
HNW menambahkan pihaknya juga mendukung dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) di DPR RI untuk pengusutan secara tuntas kasus pelanggaran HAM ini, dan melengkapi pengusutan oleh TPF Independen yang dipimpin oleh Komnas HAM.
“Sebagai lembaga perwakilan rakyat, wajarnya rekan-rekan anggota di Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Kepolisian untuk membentuk Pansus terkait hal ini di DPR,” tukas Anggota Komisi VIII yang membidangi urusan keagamaan di DPR RI ini.
Lebih lanjut, HNW mengutarakan bahwa sejumlah pasal berkaitan dengan HAM telah hadir pasca reformasi melalui amandemen UUD 1945, dan itu bukan hanya sekadar untuk menjadi ‘macan kertas’, tetapi harusnya bisa ditegakkan. Salah satunya adalah Pasal 28 I UUD NRI Tahun 1945 yang mencantumkan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights).
“Penembakan terhadap 6 anggota FPI merupakan bentuk pelanggaran HAM karena menghilangkan hak hidup yang tak dapat dikurangi tersebut,” tukasnya.
HNW berharap, Presiden Joko Widodo selaku kepala pemerintahan dari Negara Anggota Dewan HAM PBB betul-betul melaksanakan aturan-aturan soal HAM dan kesepakatan internasional terkait HAM. Bahkan sebaiknya Jokowi dan Kapolri mau mengakui dan meminta maaf atas kesalahan aparat penegak hukum yang diduga melakukan pelanggaran HAM, karena telah menyebabkan hilangnya hak hidup 6 warga sipil anggota FPI itu.
HNW menyarankan agar Presiden dan Kapolri dapat mengambil contoh dari sikap Perdana Menteri dan Kepala Kepolisian Selandia Baru yang berani meminta maaf atas kesalahan mereka terkait penembakan 90-an jemaah di 2 masjid.
“Sikap kenegarawanan seperti itu yang seharusnya ditunjukkan oleh Pemerintah Indonesia, agar masyarakat Indonesia kembali mempercayai pimpinan negaranya, tidak lagi terpecah belah dan bisa bersatu padu menyelesaikan persoalan yang saat ini dhadapi oleh bangsa Indonesia seperti pandemi Covid 19, resesi ekonomi, dan agar bisa diajak bersama-sama menyelamatkan NKRI dari ancaman separatisme,” pungkasnya.
Comment