Arwana, Masterpiece dari Kolam

Arwana super red merupakan salah satu ikan endemik di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sebagai ikan purbakala, silok merah (sebutan warga lokal) memiliki bentuk serta penampilan cantik dan unik. Tubuhnya ramping tapi gagah, dipadukan dengan gerakan berenangnya yang amat elegan. Minggu pekan kemarin, KalbarOnline mendapat kesempatan luar biasa bisa melihat langsung proses panen salah satu ikan termahal dunia itu di kolam milik Ade Munawir, salah seorang pembudidaya Arwana super red di Kecamatan Selimbau, Kapuas Hulu.

Seperti seorang ahli bela diri, pria berkulit gelap yang berdiri dengan separuh tubuh terendam dalam kolam itu menggerakkan tangannya, mengikuti arah gerakan ikan Arwana. Sorot matanya tajam mencermati tiap Arwana yang berlalu lalang di hadapannya.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Sekitar 6 orang memegang jaring, membantu menggiring belasan Arwana ke arahnya. Dia didampingi seorang rekannya yang bertugas memegang serokan atau tangguk untuk menampung anakan yang keluar akhirnya menemukan satu Arwana jantan yang dia cari.

Ikan Arwana super red (Scleropages formosus) jantan sepanjang 60 sentimeter itu diam, tidak menggeliat dalam genggaman kedua tangan si paruh baya. Ikan purba asli Kalimantan Barat, oleh penduduk setempat disebut silok itu sengaja ditangkap untuk dipanen.

Dalam berkembang biak, tugas Arwana betina hanyalah bertelur. Kemudian, sang induk jantan memeram dan memelihara telur itu di dalam mulut (mouthbrooder dan mouthbreeder). Pekerjaan itu dilakukan sang jantan selama 55-60 hari hingga telur menjadi anak ikan yang mandiri. Selama itu juga sang jantan tidak akan makan.

Memanen adalah istilah yang biasa dipakai para penangkar ikan Arwana untuk proses mengambil anak ikan dari dalam mulut si induk jantan. Itulah yang dilakukan pria berkulit gelap bernama Abu Bakar, 59 tahun. Minggu pagi itu, ia bersama tujuh rekannya bertugas memanen ikan Arwana super red di kolam milik Ade Munawir (56).

Baca Juga :  Ria Norsan Tegaskan Pemkab Mempawah Siap Anggarkan Pembangunan Gereja Representatif

Sesaat setelah Arwana jantan ditangkap, jemari tangan kanan Abu yang berkaus tangan membuka mulut ikan tersebut.

“Allahumma Sholli ‘Alaa Sayyidina Muhammad,” seru Abu saat membuka mulut induk jantan.

Seruan Sholawat pun disambut oleh seluruh warga yang menyaksikan proses panen. Sambil menggoyang-goyangkan badan pejantan itu, keluarlah puluhan anak ikan yang berukuran 7-8 sentimeter. Satu demi satu anak ikan Arwana tersebut dimasukkan ke kantong plastik berisi air dan oksigen untuk selanjutnya dikirim ke penampung di Kota Pontianak. Sebelum dilepas kembali, pejantan tersebut dicium oleh Abu sebagai ucapan terima kasih.

Abu Bakar (Kiri) saat mengangkat induk jantan arwana super red setelah proses mengeluarkan anakan dari dalam mulut selesai dilakukan
Abu Bakar (Kiri) saat mengangkat induk jantan arwana super red setelah proses mengeluarkan anakan dari dalam mulut selesai dilakukan (Foto: Fat)

Pergumulannya selama belasan tahun dengan ikan Arwana, membuatnya cukup memahami bagaimana sebaiknya memperlakukan ikan yang tergolong terancam punah itu. Abu dikenal ahli menentukan mana saja ikan yang siap dipanen dan mana yang tidak.

“Untuk tukang panen, memang harus orang khusus, yang sudah ahli. Dia tahu mana ikan yang sedang mengeram ikan mana yang tidak. Orang yang punya keahlian spesial, seperti Pak Abu ini,” kata Ade Munawir, si pemilik kolam.

Prosesi panen Arwana oleh warga setempat ini memang kental dengan kearifan lokal. Sebelum panen dimulai, Munawir mengumpulkan mereka yang bertugas memanen untuk berdoa bersama, memanjatkan doa, mengharap berkah.

Pengembangbiakan ikan hias asli Kapuas Hulu di kolam milik Ade Munawir ini kurang lebih sama dengan kolam milik warga lainnya. Setiap petak kolam diisi sembilan sampai 15 indukan Arwana. Perbandingan jantan dan betina dalam satu kolam biasanya dua banding satu.

Baca Juga :  Warga Tionghoa Ceng Beng di Sungai Ayak Sekadau

Dari 2008 menggeluti budidaya Arwana, bermodalkan dua petak kolam dengan 15 indukan, kini Ade Munawir sudah memiliki 40an petak kolam yang terletak di belakang rumahnya. Namun, tidak semua ikan di kolam itu miliknya. Ada sebagian kolam yang diisi oleh indukan milik kerabat atau orang lain yang berinvestasi. Sistemnya bagi hasil.

Di kolam budidaya miliknya rata-rata usia indukan Arwana berkisar antara 2,5 hingga 15 tahun. Untuk waktu bertelur ikan tergantung cuaca dan tingkat keasaman air. Bergantung erat dengan kondisi lingkungan sekitar. Yang terpenting, kata dia, adalah air yang bersih dan tidak tercemar. Juga harus jauh dari pemukiman warga dan tidak boleh ada perkebunan di sekitarnya.

“Air harus bersih dan steril. Kunci berhasilnya suatu kolam itu bergantung dengan air. Tidak boleh ada kebun di sekitarnya,” kata Munawir.

Selain air, lanjut Munawir, ketersediaan pakan menjadi hal penting lainnya. Beberapa tahun belakangan, pakan Arwana seperti anakan ikan gabus dan kodok mulai sulit didapat.

“Ikan kecil agak susah (didapat). Kodok, sekarang mahal, pun harus dikirim dari Pontianak,” ucapnya.

Sayang saja, potensi ini masih menjadi kerja keras pengusaha penangkaran dengan sedikit campur tangan pemerintah menjadikan Arwana sebuah kekayaan daerah kepada orang luar.

Comment