Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 12 Februari 2021 |
KalbarOnline.com – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melalui staf khususnya diduga meminta Rp5 miliar kepada Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito. Uang itu diduga komitmen fee untuk menerbitkan izin budidaya dan ekspor benih lobster (benur) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
PT DPPP adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor produk pangan, antara lain benih bening lobster, daging ayam, daging sapi, dan daging ikan.
“Mendapatkan jawaban bahwa untuk mendapatkan izin dimaksud, PT DPPP harus memberikan uang komitmen kepada Edhy Prabowo melalui Safri sebesar Rp 5.000.000.000 yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan,” demikian bunyi surat dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Permintaan fulus itu berawal ketika Manager Operasional Kapal PT DPPP Agus Kurniyawanto menanyakan izin budidaya benih lobster ke KKP yang tak kunjung terbit. Padahal, PT DPPP telah mempresentasikan business plan benur dan diterima KKP pada Mei 2020.
Business plan itu disebut mesti direvisi. Ada perintah PT DPPP tidak mengirimkan business plan ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP sampai menunggu arahan dari staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan lainnya, Andreau Misanta Pribadi.
Pada Juni 2020, Agus diminta Suharjito untuk menanyakan perkembangan izin budidaya benur itu. Rupanya, izin bisa keluar jika mendapat persetujuan tim uji tuntas (Due Diligence) yang terdiri atas Safri dan Andreau.
Permintaan fulus Rp5 miliar itu terjadi dan disanggupi Suharjito. Pada 16 Juni 2020, Suharjito menyerahkan USD77 ribu kepada Safri di Kantor KKP untuk diteruskan ke Edhy.
“Sambil mengatakan ‘ini titipan buat Menteri’. Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy Prabowo) untuk disampaikan kepada Edhy,” tulis surat dakwaan itu.
Pemberian uang kembali berlanjut pada 8 Oktober 2020. Sebanyak USD26 ribu diserahkan Suharjito di Kantor KKP.
Edhy juga menerima Rp706.055.440 dari Suharjito. Uang itu diterima melalui perusahaan PT Aero Citra Kargo (ACK) yang ditunjuk sebagai jasa pengiriman ekspor benur.
PT ACK sempat mengubah struktur pemegang saham dengan menunjuk Achmad Bachtiar. Dia disebut sebagai sosok representasi dari Edhy. Uang yang diterima PT ACK diduga mengalir ke Edhy.
Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur. Suharjito didakwa ‘mengguyur’ Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak USD103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Suharjito didakwa dengan dua pasal, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. [rif]
KalbarOnline.com – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melalui staf khususnya diduga meminta Rp5 miliar kepada Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito. Uang itu diduga komitmen fee untuk menerbitkan izin budidaya dan ekspor benih lobster (benur) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
PT DPPP adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor produk pangan, antara lain benih bening lobster, daging ayam, daging sapi, dan daging ikan.
“Mendapatkan jawaban bahwa untuk mendapatkan izin dimaksud, PT DPPP harus memberikan uang komitmen kepada Edhy Prabowo melalui Safri sebesar Rp 5.000.000.000 yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan,” demikian bunyi surat dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Permintaan fulus itu berawal ketika Manager Operasional Kapal PT DPPP Agus Kurniyawanto menanyakan izin budidaya benih lobster ke KKP yang tak kunjung terbit. Padahal, PT DPPP telah mempresentasikan business plan benur dan diterima KKP pada Mei 2020.
Business plan itu disebut mesti direvisi. Ada perintah PT DPPP tidak mengirimkan business plan ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP sampai menunggu arahan dari staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan lainnya, Andreau Misanta Pribadi.
Pada Juni 2020, Agus diminta Suharjito untuk menanyakan perkembangan izin budidaya benur itu. Rupanya, izin bisa keluar jika mendapat persetujuan tim uji tuntas (Due Diligence) yang terdiri atas Safri dan Andreau.
Permintaan fulus Rp5 miliar itu terjadi dan disanggupi Suharjito. Pada 16 Juni 2020, Suharjito menyerahkan USD77 ribu kepada Safri di Kantor KKP untuk diteruskan ke Edhy.
“Sambil mengatakan ‘ini titipan buat Menteri’. Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy Prabowo) untuk disampaikan kepada Edhy,” tulis surat dakwaan itu.
Pemberian uang kembali berlanjut pada 8 Oktober 2020. Sebanyak USD26 ribu diserahkan Suharjito di Kantor KKP.
Edhy juga menerima Rp706.055.440 dari Suharjito. Uang itu diterima melalui perusahaan PT Aero Citra Kargo (ACK) yang ditunjuk sebagai jasa pengiriman ekspor benur.
PT ACK sempat mengubah struktur pemegang saham dengan menunjuk Achmad Bachtiar. Dia disebut sebagai sosok representasi dari Edhy. Uang yang diterima PT ACK diduga mengalir ke Edhy.
Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor benur. Suharjito didakwa ‘mengguyur’ Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak USD103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Suharjito didakwa dengan dua pasal, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. [rif]
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini