KalbarOnline, Pontianak – Baru beberapa bulan lengser, nama mantan Gubernur Kalbar, Sutarmidji mulai ditarik-ditarik pada isu penegakan hukum dan dugaan korupsi. Paling anyar, yakni terkait kebijakannya soal pemberian hibah terus menerus kepada Yayasan Masjid Raya Mujahidin.
Kendati mantan Wali Kota Pontianak itu telah berkali-kali memberikan argumentasi dan klarifikasinya ke sejumlah media massa, namun beberapa pihak agaknya terus “mendesak” agar yang bersangkutan tetap “digiring” ke kursi pesakitan.
Konfirmasi terakhir yang dilakukan media ini ke pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Kalbar, Selasa (03/10/2023), memberikan sinyal jelas bahwa Kejati Kalbar belum mengambil langkah hukum konkret dan signifikan terkait hibah ke Yayasan Masjid Raya Mujahidin yang sedang diributkan saat ini.
Konfirmasi yang dilakukan inipun sekaligus menjawab isu yang berhembus terkait posisi Sutarmidji yang kini sebagai calon terperiksa dalam dugaan sengkarut hibah tersebut.
“Kita (Kejati Kalbar) belum melakukan pro justitia, Pak. Sampai sekarang Belum ada pemanggilan,” terang Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalbar, Pantja Edy Setiawan, kepada KalbarOnline via WhatsApp.
Saat disinggung, selain Sutarmidji, apakah Kejati Kalbar telah melakukan langkah maju dengan melakukan pemeriksaan atau pemanggilan ke sejumlah pihak terkait masalah ini, seperti ketua yayasan, pelaksana pembangunan dan atau sebagainya?
“Belum ada info, akan tetapi kita tetap bekerja secara profesional sesuai tahapan,” jawab Pantja.
Tidak Sembarangan
Terpisah, praktisi hukum Kalimantan Barat dari Peradi, Munawar Rahim menjelaskan, bahwa belum adanya langkah “pro justitia” yang dilakukan oleh Kejati Kalbar, bermaksud kalau “polemik” ini memang belum masuk ke tahap proses hukum.
Secara umum, menurut dia, andaipun dilakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak—dalam tahapan ini—hal itu hanyalah sebatas pemanggilan biasa yang sifatnya untuk mengklarifikasi atau mengkonfirmasi suatu laporan, bukan karena sudah masuk pada fase proses hukumnya.
“Misalnya ada laporan dari masyarakat tentang suatu kasus yang masuk ke kejaksaan, kejaksaan boleh memanggil pihak-pihak yang dilaporkan itu, namun sifatnya meminta klarifikasi saja, atau mengkonfirmasi saja, benar tidak laporan itu? Itu biasa dilakukan (oleh penegak hukum),” kata dia.
Setelah itu, kata Munawar, kalau pun pihak penegak hukum kemudian menganggap terdapat indikasi atau temuan dugaan penyimpangan atau yang sifatnya kesalahan prosedur dan sebagainya—seperti yang dilaporkan, maka biasanya aparat yang bersangkutan akan melengkapi data-data terkait terlebih dahulu, termasuk turun ke lapangan, sebelum akhirnya membawa persoalan ini ke tahap selanjutnya.
“Baru nanti ada penyelidikan, ada audit kerugian negara dulu dan seterusnya, kemudian masuk ke penyidikan dan sebagainya. Tidak sembarangan, ada mekanisme hukumnya. Tidak serta merta orang bolak-balik dipanggil, diperiksa, jadi saksi, lalu jadi tersangka dan sebagainya. Artinya, ada proses-proses yang mendahuluinya,” terangnya.
Disinggung secara spesifik soal isu penyertaan hibah Yayasan Masjid Raya Mujahidin, Munawar optimis, bahwa pihak penegak hukum akan bekerja secara profesional. Ia pun mengharapkan, agar dalam prosesnya nanti, rangkaian ini dapat didedahkan secara terang benderang di muka publik, terlebih persoalan ini berpotensi menyeret-nyeret nama penting di provinsi ini.
“Ya, apalagi permasalahan ini diduga melibatkan nama besar, katakanlah nama mantan gubernur. Saya kira penegak hukum harus transparan. Biar masyarakat tahu duduk persoalannya dengan jelas. Saya pribadi optimis, penegak hukum kita profesional,” tutup pria yang sedang menyelesaikan studi doktoralnya di UIN Alauddin Makassar itu. (Jau)
Comment