KalbarOnline, Ketapang – Kuswadi, Kepala Unit Pelayanan Teknis (Kesatuan Pengelola Hutan (UPT KPH) Wilayah Ketapang Selatan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat membenarkan adanya 50 hektare yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak di Kecamatan Nanga Tayap Kabupaten Ketapang telah ditanami pohon sawit.
“Berdasarkan (laporan) tim yang saya tugaskan, hasil di lapangan, informasi itu (kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak ditanami kebun sawit) memang benar,” ungkap Kuswadi saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (29/07/2024).
Ia menjelaskan, hal itu terjadi karena persepsi di masyarakat mengenai batas legal formal dari Kementerian LHK dengan batas hutan lindung yang dipahami masyarakat berbeda. Padahal pihaknya sudah berupaya melakukan pencegahan seperti sosialisasi, memasang spanduk imbauan dan lainnya.
Kuswadi menambahkan, kendala lain karena pihaknya tidak ada personil khusus mengontrol Gunung Tarak. Kemudian kawasan hutan lindung di Ketapang sebanyak 748.000 hektare dengan petugasnya dibagi dua yakni KPH Ketapang Utara dan KHP Ketapang Selatan.
“Wilayah kami Selatan dari Kecamatan Nanga Tayap hingga Kendawangan dan Manis Mata. Personil kami yang ASN 18 orang dan brigade hanya 15 orang. Jadi untuk pengawasan dan pengamanan di wilayah sangat luas dengan personil terbatas tentu tidak memungkinkan,” jelasnya.
“Belum lagi harus melaksanakan tugas lain, seperti kondisi sekarang rawan Karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Petugas kita juga saat ini sedang konsentrasi mengantisipasi dan menangani Karhutla,” lanjut Kuswadi.
Sementara itu, Marthen Dadiara, petugas UPT KPH Wilayah Ketapang Selatan mengatakan, berdasarkan penelusuran pihaknya, penggarapan hutan lindung tersebut sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Pemilik kebun adalah orang pribadi yang membeli lahan dari warga setempat.
“Pemilik kebun sawit dalam hutan lindung itu ada yang berprofesi sebagai anggota dewan, kepala dinas, pensiunan polisi dan swasta. Kita sudah buatkan dalam bentuk berita acara dan disampaikan ke Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” jelas Marthen.
Ia menegaskan, terhadap pemilik kebun sawit ilegal itu, pihaknya tidak bisa serta merta menjatuhkan sanksi. Lantaran keterbatasan kewenangan sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020.
“Penggalian informasi di lapangan sudah dilakukan, tapi penindakan lebih lanjut bukan kewenangan kami. Keputusan tindakan apa nantinya oleh Tim Satlak Walda yang dibentuk Kementerian LHK, kami tidak bisa mengintervensi,” tutup Marthe. (Adi LC)
Comment