Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Selasa, 22 Juli 2025 |
KALBARONLINE.com – Seorang wali murid bernama Penikasih di salah satu Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTSS) di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, mengaku kecewa dan tak terima atas perlakuan pihak sekolah terhadap anaknya. Ia menuding anaknya diturunkan kelas hanya karena belum mengambil rapor dan belum melunasi pembayaran buku Lembar Kerja Siswa (LKS) senilai Rp350 ribu.
"Anak saya turun kelas karena rapor tidak diambil dan belum bayar LKS," ujar Penikasih saat ditemui di rumahnya, Senin (21/7/2025).
Menurut Penikasih, kejadian bermula dari pengumuman pengambilan rapor yang dikirimkan wali kelas melalui grup WhatsApp, lengkap dengan permintaan pembayaran LKS. Karena kondisi keuangan sedang sulit, ia memilih tidak datang.
“Saya bilang ke anak, insya Allah kamu naik kelas. Nanti kita ambil rapor pas tahun ajaran baru,” tuturnya.
Namun saat tahun ajaran baru dimulai, tepatnya Senin, 14 Juli 2025, wali kelas kembali mengirim pesan untuk mengingatkan soal pengambilan rapor dan pembayaran LKS. Penikasih mengaku sudah membalas pesan itu dengan baik dan berjanji akan mengambil rapor jika sudah punya uang. Namun yang terjadi justru mengejutkannya.
“Hari Jumat, wali kelas WA lagi. Katanya karena rapor belum diambil, anak saya diturunkan ke kelas delapan. Saya langsung kaget dan tanya, kok bisa hanya karena nggak ambil rapor jadi turun kelas,” jelasnya.
Penikasih makin kecewa ketika guru tersebut mengirim video yang menampilkan anaknya menangis di dalam kelas, disaksikan teman-temannya. Ia menilai tindakan itu tidak etis dan membuat anaknya merasa terhina.
“Ya saya nggak terima anak saya dibully kayak gitu,” ujarnya kesal.
Karena kecewa, Penikasih pun meluapkan unek-unek lewat status WhatsApp yang ia privasi hanya bisa dilihat oleh wali kelas tersebut. “Saya tulis, ‘Cuma karena belum ambil rapor dan bayar LKS anak diturunkan kelas, gokil’. Eh gurunya malah marah dan bilang video itu sengaja dikirim supaya saya datang ke sekolah,” ucapnya.
Ia menyayangkan sikap guru yang menurutnya kurang bijak. “Kan bisa dibawa ke ruang guru atau kepala sekolah, bukan di depan murid-murid lain,” imbuhnya.
Tak hanya dari guru, Penikasih juga menerima pesan suara dari Kepala MTSS. Isinya menyatakan ketidakterimaan sekolah dianggap mempersulit siswa. Namun menurut Penikasih, sekolah memang mempersulit anaknya.
“Saya bilang kalau memang naik ya dudukkan di kelas sembilan, kalau nggak naik ya biar saja di kelas delapan. Jangan malah gantung,” katanya.
Akhirnya, Penikasih memutuskan memindahkan anaknya dari MTSS ke sekolah lain. Suaminya diminta datang langsung ke sekolah untuk mengurus kepindahan tersebut.
“Saya bilang ke suami, jemput dan urus aja anak di sekolah biar selesai,” pungkasnya.
Sementara itu, Yanti, wali kelas anak tersebut membantah telah menahan rapor atau membuat anak itu tidak naik kelas karena belum membayar LKS.
“Tidak benar,” kata Yanti singkat saat dihubungi, dengan alasan belum bisa menjelaskan lebih lanjut karena sedang ada kegiatan. (Jau)
KALBARONLINE.com – Seorang wali murid bernama Penikasih di salah satu Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTSS) di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, mengaku kecewa dan tak terima atas perlakuan pihak sekolah terhadap anaknya. Ia menuding anaknya diturunkan kelas hanya karena belum mengambil rapor dan belum melunasi pembayaran buku Lembar Kerja Siswa (LKS) senilai Rp350 ribu.
"Anak saya turun kelas karena rapor tidak diambil dan belum bayar LKS," ujar Penikasih saat ditemui di rumahnya, Senin (21/7/2025).
Menurut Penikasih, kejadian bermula dari pengumuman pengambilan rapor yang dikirimkan wali kelas melalui grup WhatsApp, lengkap dengan permintaan pembayaran LKS. Karena kondisi keuangan sedang sulit, ia memilih tidak datang.
“Saya bilang ke anak, insya Allah kamu naik kelas. Nanti kita ambil rapor pas tahun ajaran baru,” tuturnya.
Namun saat tahun ajaran baru dimulai, tepatnya Senin, 14 Juli 2025, wali kelas kembali mengirim pesan untuk mengingatkan soal pengambilan rapor dan pembayaran LKS. Penikasih mengaku sudah membalas pesan itu dengan baik dan berjanji akan mengambil rapor jika sudah punya uang. Namun yang terjadi justru mengejutkannya.
“Hari Jumat, wali kelas WA lagi. Katanya karena rapor belum diambil, anak saya diturunkan ke kelas delapan. Saya langsung kaget dan tanya, kok bisa hanya karena nggak ambil rapor jadi turun kelas,” jelasnya.
Penikasih makin kecewa ketika guru tersebut mengirim video yang menampilkan anaknya menangis di dalam kelas, disaksikan teman-temannya. Ia menilai tindakan itu tidak etis dan membuat anaknya merasa terhina.
“Ya saya nggak terima anak saya dibully kayak gitu,” ujarnya kesal.
Karena kecewa, Penikasih pun meluapkan unek-unek lewat status WhatsApp yang ia privasi hanya bisa dilihat oleh wali kelas tersebut. “Saya tulis, ‘Cuma karena belum ambil rapor dan bayar LKS anak diturunkan kelas, gokil’. Eh gurunya malah marah dan bilang video itu sengaja dikirim supaya saya datang ke sekolah,” ucapnya.
Ia menyayangkan sikap guru yang menurutnya kurang bijak. “Kan bisa dibawa ke ruang guru atau kepala sekolah, bukan di depan murid-murid lain,” imbuhnya.
Tak hanya dari guru, Penikasih juga menerima pesan suara dari Kepala MTSS. Isinya menyatakan ketidakterimaan sekolah dianggap mempersulit siswa. Namun menurut Penikasih, sekolah memang mempersulit anaknya.
“Saya bilang kalau memang naik ya dudukkan di kelas sembilan, kalau nggak naik ya biar saja di kelas delapan. Jangan malah gantung,” katanya.
Akhirnya, Penikasih memutuskan memindahkan anaknya dari MTSS ke sekolah lain. Suaminya diminta datang langsung ke sekolah untuk mengurus kepindahan tersebut.
“Saya bilang ke suami, jemput dan urus aja anak di sekolah biar selesai,” pungkasnya.
Sementara itu, Yanti, wali kelas anak tersebut membantah telah menahan rapor atau membuat anak itu tidak naik kelas karena belum membayar LKS.
“Tidak benar,” kata Yanti singkat saat dihubungi, dengan alasan belum bisa menjelaskan lebih lanjut karena sedang ada kegiatan. (Jau)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini