Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Rabu, 23 Juli 2025 |
KALBARONLINE.com - Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli seharusnya menjadi momentum refleksi dan perayaan terhadap perlindungan serta pemenuhan hak anak-anak di Indonesia.
Namun ironisnya, kenyataan di lapangan justru menunjukkan hal yang memprihatinkan. Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalimantan Barat, sepanjang semester pertama atau dari Januari hingga Juni 2025, tercatat 122 kasus kekerasan terjadi pada anak.
Kepala DPPPA Provinsi Kalbar, Herkulana mengungkapkan, bahwa bentuk kekerasan yang paling dominan adalah kekerasan seksual sebanyak 94 kasus, disusul kekerasan fisik 11 kasus, dan perdagangan anak (trafficking) sebanyak 5 kasus.
"Korban didominasi oleh anak perempuan sebanyak 103 orang, sementara anak laki-laki berjumlah 25 orang," jelas Herkulana saat dihubungi via WhatsApp pada Rabu (23/07/2025),
Dari sisi usia, korban paling banyak berusia 13 - 17 tahun sebanyak 90 anak, usia 6 - 12 tahun sebanyak 30 anak, dan usia di bawah 6 tahun sebanyak 24 anak.
Secara geografis, kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Sambas 23 kasus, disusul Ketapang dan Bengkayang 16 kasus, Kubu Raya 15 kasus, Mempawah 12 kasus, Landak 11 kasus, serta Kota Pontianak 9 kasus.
Kabupaten lainnya seperti Sintang, Sekadau dan Singkawang juga melaporkan kasus, sementara Melawi dan Kayong Utara tercatat nihil kasus.
“Berdasarkan tempat kejadian, kekerasan paling banyak terjadi di lingkungan rumah tangga sebanyak 68 kasus, sisanya di fasilitas umum. Di lingkungan sekolah tercatat satu kasus,” ungkap Herkulana.
Herkulana menyebutkan, pihaknya terus melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi dan menangani kekerasan terhadap anak. Di antaranya melalui pendekatan pencegahan dan penanganan kasus.
Untuk pencegahan, dilakukan sosialisasi dan edukasi masif kepada orang tua melalui parenting class, serta penyuluhan langsung kepada anak-anak di sekolah.
“Pemerintah juga mendorong pembentukan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak serta Kabupaten/Kota Layak Anak,” katanya.
Sementara untuk penanganan kasus yang sudah terjadi, Herkulana memastikan, pihaknya akan memberikan pendampingan psikologis kepada korban, melalui proses assessment dan treatment oleh psikolog klinis.
“Untuk penanganan kasus kekerasan, kita memberikan pendampingan kepada anak korban melalui assessment dan treatment oleh Psikolog Klinis,” tukasnya. (Lid)
KALBARONLINE.com - Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli seharusnya menjadi momentum refleksi dan perayaan terhadap perlindungan serta pemenuhan hak anak-anak di Indonesia.
Namun ironisnya, kenyataan di lapangan justru menunjukkan hal yang memprihatinkan. Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalimantan Barat, sepanjang semester pertama atau dari Januari hingga Juni 2025, tercatat 122 kasus kekerasan terjadi pada anak.
Kepala DPPPA Provinsi Kalbar, Herkulana mengungkapkan, bahwa bentuk kekerasan yang paling dominan adalah kekerasan seksual sebanyak 94 kasus, disusul kekerasan fisik 11 kasus, dan perdagangan anak (trafficking) sebanyak 5 kasus.
"Korban didominasi oleh anak perempuan sebanyak 103 orang, sementara anak laki-laki berjumlah 25 orang," jelas Herkulana saat dihubungi via WhatsApp pada Rabu (23/07/2025),
Dari sisi usia, korban paling banyak berusia 13 - 17 tahun sebanyak 90 anak, usia 6 - 12 tahun sebanyak 30 anak, dan usia di bawah 6 tahun sebanyak 24 anak.
Secara geografis, kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Sambas 23 kasus, disusul Ketapang dan Bengkayang 16 kasus, Kubu Raya 15 kasus, Mempawah 12 kasus, Landak 11 kasus, serta Kota Pontianak 9 kasus.
Kabupaten lainnya seperti Sintang, Sekadau dan Singkawang juga melaporkan kasus, sementara Melawi dan Kayong Utara tercatat nihil kasus.
“Berdasarkan tempat kejadian, kekerasan paling banyak terjadi di lingkungan rumah tangga sebanyak 68 kasus, sisanya di fasilitas umum. Di lingkungan sekolah tercatat satu kasus,” ungkap Herkulana.
Herkulana menyebutkan, pihaknya terus melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi dan menangani kekerasan terhadap anak. Di antaranya melalui pendekatan pencegahan dan penanganan kasus.
Untuk pencegahan, dilakukan sosialisasi dan edukasi masif kepada orang tua melalui parenting class, serta penyuluhan langsung kepada anak-anak di sekolah.
“Pemerintah juga mendorong pembentukan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak serta Kabupaten/Kota Layak Anak,” katanya.
Sementara untuk penanganan kasus yang sudah terjadi, Herkulana memastikan, pihaknya akan memberikan pendampingan psikologis kepada korban, melalui proses assessment dan treatment oleh psikolog klinis.
“Untuk penanganan kasus kekerasan, kita memberikan pendampingan kepada anak korban melalui assessment dan treatment oleh Psikolog Klinis,” tukasnya. (Lid)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini