Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Sabtu, 02 Agustus 2025 |
KALBARONLINE.com - Himpunan Mahasiswa Kayong Utara (Himakatra) Pontianak menyuarakan kritik tajam terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai semakin menjauh dari kepentingan rakyat.
Dalam pernyataan sikap yang dirilis Kamis, 1 Agustus 2025, Himakatra menyoal janji pengentasan kemiskinan dan penciptaan 19 juta lapangan pekerjaan yang hingga kini belum membumi di daerah.
“Di tanah kami, infrastruktur terbengkalai, lapangan kerja nyaris tak tersedia, dan pengangguran tak juga menurun,” kata Ketua Umum Himakatra, Syarif Falmu, dalam pernyataan tertulisnya.
“Sementara pejabat sibuk memamerkan angka yang tak mencerminkan realitas,” tambahnya.
Pernyataan sikap Himakatra ini memuat empat poin utama: penolakan terhadap revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), kecaman terhadap praktik pemblokiran rekening dan penyitaan tanah tanpa proses hukum yang adil, desakan transparansi janji pembangunan, serta ajakan konsolidasi elemen mahasiswa dan rakyat untuk bersatu menyuarakan keadilan.
Himakatra menilai, revisi RKUHAP yang saat ini digodok justru membuka ruang lebih luas bagi penyalahgunaan kekuasaan. Draf revisi dinilai mempersempit ruang kritik publik dan memperkuat watak represif negara.
“Alih-alih memperkuat perlindungan hukum, revisi ini justru membungkam suara rakyat,” tulis mereka.
Lebih lanjut, Himakatra menyoroti maraknya pemblokiran sepihak terhadap rekening masyarakat serta penyitaan tanah yang telah ditempati turun-temurun oleh warga. Dua kebijakan ini dinilai bukan hanya mencederai prinsip keadilan, melainkan juga menyingkap arah pembangunan yang dinilai semakin memihak kepentingan segelintir elite.
“Di mana letak keadilan agraria jika tanah rakyat justru digusur atas nama investasi?” tulis Himakatra dalam salah satu paragrafnya.
Pernyataan itu ditutup dengan satu kalimat yang mencerminkan nada perlawanan: “Jika negara tidak lagi berdiri untuk rakyatnya, maka mahasiswa dan pemuda akan tetap berdiri melawan ketidakadilan.”
Pernyataan Himakatra ini menambah daftar panjang respons kritis mahasiswa terhadap arah kebijakan pemerintah belakangan ini. Sebelumnya, gelombang aksi protes juga mencuat di berbagai kota untuk menyuarakan hal serupa. Suara dari daerah kembali mengingatkan: statistik bukan ukuran, realitas lah yang berbicara. (**)
KALBARONLINE.com - Himpunan Mahasiswa Kayong Utara (Himakatra) Pontianak menyuarakan kritik tajam terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai semakin menjauh dari kepentingan rakyat.
Dalam pernyataan sikap yang dirilis Kamis, 1 Agustus 2025, Himakatra menyoal janji pengentasan kemiskinan dan penciptaan 19 juta lapangan pekerjaan yang hingga kini belum membumi di daerah.
“Di tanah kami, infrastruktur terbengkalai, lapangan kerja nyaris tak tersedia, dan pengangguran tak juga menurun,” kata Ketua Umum Himakatra, Syarif Falmu, dalam pernyataan tertulisnya.
“Sementara pejabat sibuk memamerkan angka yang tak mencerminkan realitas,” tambahnya.
Pernyataan sikap Himakatra ini memuat empat poin utama: penolakan terhadap revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), kecaman terhadap praktik pemblokiran rekening dan penyitaan tanah tanpa proses hukum yang adil, desakan transparansi janji pembangunan, serta ajakan konsolidasi elemen mahasiswa dan rakyat untuk bersatu menyuarakan keadilan.
Himakatra menilai, revisi RKUHAP yang saat ini digodok justru membuka ruang lebih luas bagi penyalahgunaan kekuasaan. Draf revisi dinilai mempersempit ruang kritik publik dan memperkuat watak represif negara.
“Alih-alih memperkuat perlindungan hukum, revisi ini justru membungkam suara rakyat,” tulis mereka.
Lebih lanjut, Himakatra menyoroti maraknya pemblokiran sepihak terhadap rekening masyarakat serta penyitaan tanah yang telah ditempati turun-temurun oleh warga. Dua kebijakan ini dinilai bukan hanya mencederai prinsip keadilan, melainkan juga menyingkap arah pembangunan yang dinilai semakin memihak kepentingan segelintir elite.
“Di mana letak keadilan agraria jika tanah rakyat justru digusur atas nama investasi?” tulis Himakatra dalam salah satu paragrafnya.
Pernyataan itu ditutup dengan satu kalimat yang mencerminkan nada perlawanan: “Jika negara tidak lagi berdiri untuk rakyatnya, maka mahasiswa dan pemuda akan tetap berdiri melawan ketidakadilan.”
Pernyataan Himakatra ini menambah daftar panjang respons kritis mahasiswa terhadap arah kebijakan pemerintah belakangan ini. Sebelumnya, gelombang aksi protes juga mencuat di berbagai kota untuk menyuarakan hal serupa. Suara dari daerah kembali mengingatkan: statistik bukan ukuran, realitas lah yang berbicara. (**)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini