Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Senin, 13 Oktober 2025 |
KALBARONLINE.com – Persoalan sengketa kepemilikan tanah di Jalan Aloevera, Kota Pontianak, yang sempat ramai dibicarakan di media sosial akhirnya menemui titik damai. Setelah melalui proses mediasi yang difasilitasi Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, kedua pihak yang bersengketa sepakat menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menegaskan bahwa kesepakatan telah dicapai secara mufakat.
“Persoalan itu sudah dimediasi dan mencapai kesepakatan bersama, di mana warga yang menduduki tanah tersebut bersedia membongkar bangunannya,” ujar Edi, Senin (13/10/2025).
Edi mengingatkan masyarakat agar segera melaporkan sertifikat tanahnya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dilakukan pengecekan dan balik batas. Langkah ini penting untuk mencegah tumpang tindih kepemilikan maupun penyalahgunaan lahan.
“Saya mohon warga Kota Pontianak yang memiliki sertifikat untuk segera melaporkan ke BPN dan melakukan balik batas. Jangan biarkan lahan bertahun-tahun tidak diurus hingga dianggap tanah terlantar,” katanya.
Menurut Edi, Pemkot akan berkoordinasi dengan BPN untuk membentuk tim pemetaan pertanahan di Kota Pontianak. Ia menilai banyak persoalan muncul karena adanya pihak yang memanfaatkan lahan kosong lalu mengklaim sebagai miliknya.
“Kejadian seperti ini sering terjadi. Ada yang menggarap tanah orang lain karena dianggap kosong. Nanti saat diusir malah minta ganti rugi,” jelasnya.
Edi menambahkan, tidak semua kasus bisa selesai lewat mediasi. Ada beberapa yang perlu diselesaikan lewat jalur hukum. Namun Pemkot tetap siap memfasilitasi setiap laporan warga untuk mencari data kepemilikan yang sah.
“Kalau masyarakat melapor ke Pemkot, kami bisa menindaklanjuti dan mencari data. Bahkan tanah milik Pemkot pun ada yang saat ini diduduki masyarakat sejak lama. Karena itu saya sarankan masyarakat segera mendaftarkan tanahnya ke BPN, apalagi sekarang sudah ada sertifikat digital,” paparnya.
Ia juga mengingatkan warga agar lebih waspada terhadap surat tanah palsu. Salah satu tanda dokumen palsu, katanya, bisa dilihat dari ketidaksesuaian ejaan atau tahun penerbitan materai.
“Misalnya surat diterbitkan tahun 1960-an tapi ejaannya sudah ejaan baru, atau materainya tidak sesuai tahun. Itu bisa jadi indikasi surat palsu,” tegasnya.
Camat Pontianak Tenggara, M. Yatim, membenarkan bahwa persoalan kepemilikan tanah di Jalan Aloevera sudah melalui proses mediasi antara kedua pihak sejak 2023.
“Permasalahan ini sebenarnya sudah lama. Informasi awal disampaikan kepada kami sejak 2023. Waktu itu sempat viral di media sosial karena dianggap Wali Kota tidak merespons. Padahal, kami sudah lama melakukan langkah mediasi,” terangnya.
Dalam prosesnya, pihak kecamatan memanggil pemilik tanah bersertifikat dan pihak yang membangun di atas lahan tersebut untuk mencari solusi. Hasilnya, kedua pihak sepakat menyelesaikan secara kekeluargaan dengan pemberian ganti rugi sesuai kesepakatan.
“Sudah ada kesepakatan, pemilik tanah tidak mempermasalahkan lagi agar tidak berlarut. Kami buatkan berita acara dan perjanjian resmi antara kedua belah pihak. Pemilik bangunan diberi waktu membongkar paling lambat 2 November 2025,” jelasnya.
Yatim memastikan bahwa kasus ini kini telah selesai dan tidak menimbulkan konflik baru.
“Pada dasarnya, permasalahan ini sudah diselesaikan dan tidak ada masalah lagi. Kami tinggal menunggu proses pembongkaran sesuai kesepakatan,” pungkasnya. (Jau)
KALBARONLINE.com – Persoalan sengketa kepemilikan tanah di Jalan Aloevera, Kota Pontianak, yang sempat ramai dibicarakan di media sosial akhirnya menemui titik damai. Setelah melalui proses mediasi yang difasilitasi Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, kedua pihak yang bersengketa sepakat menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menegaskan bahwa kesepakatan telah dicapai secara mufakat.
“Persoalan itu sudah dimediasi dan mencapai kesepakatan bersama, di mana warga yang menduduki tanah tersebut bersedia membongkar bangunannya,” ujar Edi, Senin (13/10/2025).
Edi mengingatkan masyarakat agar segera melaporkan sertifikat tanahnya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dilakukan pengecekan dan balik batas. Langkah ini penting untuk mencegah tumpang tindih kepemilikan maupun penyalahgunaan lahan.
“Saya mohon warga Kota Pontianak yang memiliki sertifikat untuk segera melaporkan ke BPN dan melakukan balik batas. Jangan biarkan lahan bertahun-tahun tidak diurus hingga dianggap tanah terlantar,” katanya.
Menurut Edi, Pemkot akan berkoordinasi dengan BPN untuk membentuk tim pemetaan pertanahan di Kota Pontianak. Ia menilai banyak persoalan muncul karena adanya pihak yang memanfaatkan lahan kosong lalu mengklaim sebagai miliknya.
“Kejadian seperti ini sering terjadi. Ada yang menggarap tanah orang lain karena dianggap kosong. Nanti saat diusir malah minta ganti rugi,” jelasnya.
Edi menambahkan, tidak semua kasus bisa selesai lewat mediasi. Ada beberapa yang perlu diselesaikan lewat jalur hukum. Namun Pemkot tetap siap memfasilitasi setiap laporan warga untuk mencari data kepemilikan yang sah.
“Kalau masyarakat melapor ke Pemkot, kami bisa menindaklanjuti dan mencari data. Bahkan tanah milik Pemkot pun ada yang saat ini diduduki masyarakat sejak lama. Karena itu saya sarankan masyarakat segera mendaftarkan tanahnya ke BPN, apalagi sekarang sudah ada sertifikat digital,” paparnya.
Ia juga mengingatkan warga agar lebih waspada terhadap surat tanah palsu. Salah satu tanda dokumen palsu, katanya, bisa dilihat dari ketidaksesuaian ejaan atau tahun penerbitan materai.
“Misalnya surat diterbitkan tahun 1960-an tapi ejaannya sudah ejaan baru, atau materainya tidak sesuai tahun. Itu bisa jadi indikasi surat palsu,” tegasnya.
Camat Pontianak Tenggara, M. Yatim, membenarkan bahwa persoalan kepemilikan tanah di Jalan Aloevera sudah melalui proses mediasi antara kedua pihak sejak 2023.
“Permasalahan ini sebenarnya sudah lama. Informasi awal disampaikan kepada kami sejak 2023. Waktu itu sempat viral di media sosial karena dianggap Wali Kota tidak merespons. Padahal, kami sudah lama melakukan langkah mediasi,” terangnya.
Dalam prosesnya, pihak kecamatan memanggil pemilik tanah bersertifikat dan pihak yang membangun di atas lahan tersebut untuk mencari solusi. Hasilnya, kedua pihak sepakat menyelesaikan secara kekeluargaan dengan pemberian ganti rugi sesuai kesepakatan.
“Sudah ada kesepakatan, pemilik tanah tidak mempermasalahkan lagi agar tidak berlarut. Kami buatkan berita acara dan perjanjian resmi antara kedua belah pihak. Pemilik bangunan diberi waktu membongkar paling lambat 2 November 2025,” jelasnya.
Yatim memastikan bahwa kasus ini kini telah selesai dan tidak menimbulkan konflik baru.
“Pada dasarnya, permasalahan ini sudah diselesaikan dan tidak ada masalah lagi. Kami tinggal menunggu proses pembongkaran sesuai kesepakatan,” pungkasnya. (Jau)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini