KalbarOnline, Pontianak – Anggota Komisi VII DPR-RI, Maman Abdurahman menyatakan bahwa persoalan kelistrikan di Kalimantan Barat masih jauh dari harapan, sekalipun kata dia, pihak PLN menyebut elektrifikasi listrik di Kalbar telah mencapai 85 persen serta adanya surplus listrik.
Hal ini dikatakan Maman dihadapan manajer PLN Wilayah Kalimantan Barat dalam pertemuan antara Komisi VII DPR RI bersama Gubernur Kalbar yang berlangsung di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Kamis (1/11/2018).
Baca Juga: Sutarmidji Semprot PLN: Indah Kabar Dari Rupa
Namun, anggota DPR asal Kalbar ini menyebut hal itu tak dapat dijadikan tolak ukur, sebab sesuai realita yang dirasakan masyarakat,masih banyak daerah yang belum benar-benar bisa menikmati listrik khusunya dipedalaman Kalbar.
“Kita tunggu bahwa pada tahun 2020 itu harus program interkoneksi di Kalimantan Barat, besok saya minta semua pelaku usaha PLTU yang sekarang sedang investasi di Kalimantan Barat turut diundang juga, wajib. Karena saya akan meminta semua data-datanya, progress report project mereka sudah sampai mana, jadi biar kita kroscek silang,” tegas Maman.
Diketahui bahwa Komisi VII dengan PLN Wilayah Kalbar dijadwalkan melakukan pertemuan internal dalam rangka kunjungan kerja Komisi VII DPR-RI ke Kalbar pada Jumat 2 November besok.
Maman yang merupakan anggota DPR RI PAW dari anggota DPR RI sebelumnya asal Kalbar yakni, Zulfadli dari partai Golkar daerah pemilihan Kalimantan Barat ini menegaskan bahwa dirinya tak main-main mengenai persolan listrik di Kalbar.
“Permasalahan listrik ini sudah dari tahun ke tahun karena dari saya kecil sampai sekarang, masalahnya klasik itu-itu saja. Artinya ada sesuatu yang harus kita evaluasi,” tegasnya.
Maman juga menegaskan kritikannya ini bukan untuk menyudutkan pihak PLN namun dirinya meminta agar persoalan ini menjadi perhatian serius PLN. Ia juga meminta agar PLN dalam mensukseskan target kerja ada indikator yang jelas sehingga tak hanya sekedar program semata namun harus ada tolak ukur keberhasilan dari program yang dilaksanakan tersebut.
“Agar parameter keberhasilannya jelas. Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Ini menyangkut kurang lebih satu juta masyarakat Kalimantan Barat yang belum menikmati listrik secara utuh. Bahwa ada yang masih bisa menikmati itu, saya pikir hanya dari jam sekian sampai jam sekian biasanya jam 4 sore ke atas. Ini adalah kondisi masyarakat di daerah pedalaman dan ini merupakan tugas pokok PLN sebagai ujung tombak dan kita semua yang ada disini,” tandasnya.
Tak selesai di Maman, kritikan tajam juga dilontarkan oleh Anggota DPR RI Dapil Kalbar, Katherine Angela Oendoen. Dewan dari partai Gerindra ini mengatakan data PLN yang menyatakan 85 persen wilayah Kalbar telah dialiri listrik bertolak belakang dengan fakta yang ada.
“Tadi PLN katakan di Kalbar ini sudah teraliri listrik 85 persen. Tapi kenyataannya selama saya masuk kampung banyak desa dan dusun yang belum teraliri listrik,” ucapnya ketus.
Katherine juga mengungkapkan bahwa dirinya tak jarang menemukan tiang listrik dari kayu. Di daerah tersebut, terangnya masyarakat dimintai oleh PLN untuk membayar Rp7 juta per keluarga untuk satu tiang listrik.
Hal ini menurut Katherine sangat tak masuk akal. Ia mengaku pernah menanyakan kepada Direktur Utama PLN tentang harga tiang listrik. Dirut PLN, sambungnya menjawab harga per satu tiang listrik hanya Rp2 juta.
“Saya pernah temukan itu bahkan masyarakat di sana diminta membayar Rp7 juta per KK. Itu kan gak masuk akal. Saya sudah tanya Pak Sofyan Basir (Direktur Utama PLN) harganya itu hanya Rp2 juta sekian,” tandasnya.
Mendapat kritikan berbagai pihak, perwakilan PLN Kalbar tampak bungkam dan sama sekali tak melakukan pembelaan. Bahkan pihak PLN tak terlihat di ruang saji Kantor Gubernur Kalbar ketika peserta melakukan santap siang bersama usai pertemuan.
Sebelumnya Direktur Bisnis PLN Region Kalimantan, Machnizon dalam pertemuan itu memaparkan bahwa berdasarkan data yang dimiliki PLN, saat ini masalah rasio desa berlistrik sesuai dengan Permendagri Nomor 137 tahun 2017 jumlah desa di Kalbar saat ini sebanyak 2.130.
“Yang sudah dialiri listrik oleh PLN sebanyak 1.493 yaitu sebesar 70 persen sampai tahun 2018. Desa yang teraliri listrik oleh non PLN sebanyak 637 desa. Jadi kalau dijumlahkan desa yang dialiri listrik oleh PLN dan non PLN, karena definisi pemerintah, desa berlistrik itu adalah desa yang sudah menikmati listrik baik dari PLN maupun non PLN totalnya telah mencapai 100 persen,” tuturnya.
Berdasarkan itu Machnizon menyatakan tak ada lagi desa di Kalbar yang tidak teraliri listrik dan data tersebut kata dia, disusun bersama dengan Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian ESDM.
“Jadi bersama-sama Kementerian dan bukan hanya PLN saja,” katanya.
Machnizon juga mengungkapkan beberapa tahun lalu hingga tahun 2015 kondisi kelistrikan di Kalbar khususnya di kota Pontianak, Singkawang dan sekitarnya sangat parah. Dimana, kata dia, pemadaman terjadi hampir setiap hari, sehingga satu waktu itu tidak ada interprestasi sama sekali kecuali program 10.000 mega watt. Program tersebut terbagi dalam tiga wilayah yang disebut project Kalbar 1 yang berlokasi di daerah Jungkat.
“Kemudian ada Kalbar 2 di Bengkayang dan Kalbar 3 juga di Bengkayang. Hanya program 10.000 mega watt itu di Kalbar saat itu dan semuanya terkontrak antara tahun 2008, 2009 dan 2010 sampai hari ini, sebelum kami masuk ketiganya merupakan program terkendala,” pungkasnya. (Fat)
Comment