Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Kamis, 31 Januari 2019 |
Perjuangan Menjaga Nama Baik Islam dan Melayu
KalbarOnline, Ketapang - Pengadilan Negeri (PN) Ketapang kembali menggelar sidang kasus ujaran kebencian dengan terdakwa Isa Anshari.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua PN Ketapang, Iwan Wardhana, Hakim Anggota Ersin dan Hendra Kusuma Wardhana tersebut beragendakan mendengarkan keterangan dari terdakwa, Rabu (30/1/2019).
Sidang diawali dengan penyampaian pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa apakah pernah memposting status yang akhirnya dilaporkan oleh terlapor serta apa tujuan dari postingan tersebut.
Selain itu, JPU juga mempertanyakan apakah terdakwa merasa menyesal telah memposting kalimat di akun Facebooknya tersebut.
Isa Anshari didalam persidangan membenarkan postingan tersebut ia buat di akun media sosial facebook pribadinya.
Menurutnya postingan itu merupakan respon dari video pidato Cornelis yang dinilainya telah melakukan provokasi.
"Status yang saya posting merupakan bentuk protes saya, bentuk kekecewaan terhadap seorang Cornelis yang merupakan tokoh besar di Kalbar. Namun, berpidato layaknya seorang provokator dan menyebar kebencian," ungkapnya didalam persidangan.
Isa melanjutkan, status Facebook yang dipostingnya tersebut pada intinya bertujuan agar penegak hukum yakni Kapolri, Kapolda dapat menangkap Cornelis dan diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Tapi buktinya sampai saat ini Cornelis tidak diproses, padahal sudah banyak laporan yang disampaikan, baik ke Mabes Polri maupun ke Polda Kalbar. Inikah yang namanya keadilan," ujarnya.
Padahal menurutnya selama ini para penegak hukum selalu mengatakan jika negara ini adalah negara hukum dan semua orang sama dimata hukum.
Namun, hal tersebut ia nilai tidak berlaku bagi Cornelis, lantaran laporan yang dibuat oleh forum umat Islam ke Mabes Polri dan laporan di Mapolda Kalbar sampai sekarang belum jelas proses hukumnya.
"Harusnya kalau saya yang membuat status yang dinilai sebagai ujaran kebencian karena bentuk respon terhadap video pidato Cornelis yang dinilai menyebar kebencian dianggap salah dan diproses, harusnya Cornelis juga harus diproses," tuturnya.
Ia mengaku, selain postingan yang intinya meminta Kapolri dan Kapolda menangkap Cornelis, dirinya kemudian membuat kembali sebuah postingan yang mengajak Cornelis berduel sampai mati di halaman Mapolda Kalbar untuk membuktikan kalau Islam dan Nelayu bukanlah penjajah seperti yang disampaikan Cornelis dalam sebuah pidatonya yang viral.
"Postingan mengajak duel merupakan bentuk protes saya terhadap Cornelis yang sama sekali tidak diproses hukum, padahal sudah dilaporkan berkali-kali, padahal postingan status saya sebelumnya sudah jelas kalau saya hanya minta aparat memproses cornelis, saya tidak mengajak masyarakat melawan atau membunuh Cornelis jadi apakah itu bisa dikatakan sebagai sebuah ujaran kebencian," tanyanya.
Sedangkan, Cornelis yang dalam pidatonya memfitnah umat Islam dan Melayu sebagai penjajah bahkan membuat gejolak di tengah masyarakat terlebih pidato dalam video itu tersebar pada momen politik sebelum Pemilu Gubernur Kalbar tahun 2018 lalu.
"Cornelis dua kali videonya viral, pertama pidatonya di kegiatan internal yang mengatakan kalau Islam dan Melayu penjajah, kemudian video dirinya yang tampak seperti orang mabuk yang seingatnya mengatakan jangan serahkan kekuasaan sama penjajah. Makanya saya menulis dua postingan sebagai bentuk reaksi dan sikap saya sebagai seorang muslim dan melayu," tegasnya.
"Saya mengatakan pidato Cornelis sebagai fitnah, karena sebelum membuat postingan itu, saya sudah membaca buku kuasa dan wibawa yang disampaikan oleh Cornelis sebagai referensi isi pidatonya sama sekali tidak ada kaitan dan menyatakan Islam dan Melayu penjajah, makanya saya merasa Cornelis memfitnah dan kemudian berkilah. Saya tegaskan saya tidak menyesal membuat postingan itu karena itu bentuk perjuangan saya menjaga marwah dan nama baik Islam dan Melayu," tegasnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Terdakwa, Deni Amiruddin mengatakan apa yang disampaikan terdakwa dinilai cukup jelas mengenai duduk persoalan dari kasus yang menimpa kliennya tersebut.
Deni mengaku akan menyampaikan pledoi nantinya dalam kasus ini. Sidang lanjutan akan digelar kembali pada Senin (4/2/2019) mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU. (Adi LC)
Perjuangan Menjaga Nama Baik Islam dan Melayu
KalbarOnline, Ketapang - Pengadilan Negeri (PN) Ketapang kembali menggelar sidang kasus ujaran kebencian dengan terdakwa Isa Anshari.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua PN Ketapang, Iwan Wardhana, Hakim Anggota Ersin dan Hendra Kusuma Wardhana tersebut beragendakan mendengarkan keterangan dari terdakwa, Rabu (30/1/2019).
Sidang diawali dengan penyampaian pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa apakah pernah memposting status yang akhirnya dilaporkan oleh terlapor serta apa tujuan dari postingan tersebut.
Selain itu, JPU juga mempertanyakan apakah terdakwa merasa menyesal telah memposting kalimat di akun Facebooknya tersebut.
Isa Anshari didalam persidangan membenarkan postingan tersebut ia buat di akun media sosial facebook pribadinya.
Menurutnya postingan itu merupakan respon dari video pidato Cornelis yang dinilainya telah melakukan provokasi.
"Status yang saya posting merupakan bentuk protes saya, bentuk kekecewaan terhadap seorang Cornelis yang merupakan tokoh besar di Kalbar. Namun, berpidato layaknya seorang provokator dan menyebar kebencian," ungkapnya didalam persidangan.
Isa melanjutkan, status Facebook yang dipostingnya tersebut pada intinya bertujuan agar penegak hukum yakni Kapolri, Kapolda dapat menangkap Cornelis dan diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Tapi buktinya sampai saat ini Cornelis tidak diproses, padahal sudah banyak laporan yang disampaikan, baik ke Mabes Polri maupun ke Polda Kalbar. Inikah yang namanya keadilan," ujarnya.
Padahal menurutnya selama ini para penegak hukum selalu mengatakan jika negara ini adalah negara hukum dan semua orang sama dimata hukum.
Namun, hal tersebut ia nilai tidak berlaku bagi Cornelis, lantaran laporan yang dibuat oleh forum umat Islam ke Mabes Polri dan laporan di Mapolda Kalbar sampai sekarang belum jelas proses hukumnya.
"Harusnya kalau saya yang membuat status yang dinilai sebagai ujaran kebencian karena bentuk respon terhadap video pidato Cornelis yang dinilai menyebar kebencian dianggap salah dan diproses, harusnya Cornelis juga harus diproses," tuturnya.
Ia mengaku, selain postingan yang intinya meminta Kapolri dan Kapolda menangkap Cornelis, dirinya kemudian membuat kembali sebuah postingan yang mengajak Cornelis berduel sampai mati di halaman Mapolda Kalbar untuk membuktikan kalau Islam dan Nelayu bukanlah penjajah seperti yang disampaikan Cornelis dalam sebuah pidatonya yang viral.
"Postingan mengajak duel merupakan bentuk protes saya terhadap Cornelis yang sama sekali tidak diproses hukum, padahal sudah dilaporkan berkali-kali, padahal postingan status saya sebelumnya sudah jelas kalau saya hanya minta aparat memproses cornelis, saya tidak mengajak masyarakat melawan atau membunuh Cornelis jadi apakah itu bisa dikatakan sebagai sebuah ujaran kebencian," tanyanya.
Sedangkan, Cornelis yang dalam pidatonya memfitnah umat Islam dan Melayu sebagai penjajah bahkan membuat gejolak di tengah masyarakat terlebih pidato dalam video itu tersebar pada momen politik sebelum Pemilu Gubernur Kalbar tahun 2018 lalu.
"Cornelis dua kali videonya viral, pertama pidatonya di kegiatan internal yang mengatakan kalau Islam dan Melayu penjajah, kemudian video dirinya yang tampak seperti orang mabuk yang seingatnya mengatakan jangan serahkan kekuasaan sama penjajah. Makanya saya menulis dua postingan sebagai bentuk reaksi dan sikap saya sebagai seorang muslim dan melayu," tegasnya.
"Saya mengatakan pidato Cornelis sebagai fitnah, karena sebelum membuat postingan itu, saya sudah membaca buku kuasa dan wibawa yang disampaikan oleh Cornelis sebagai referensi isi pidatonya sama sekali tidak ada kaitan dan menyatakan Islam dan Melayu penjajah, makanya saya merasa Cornelis memfitnah dan kemudian berkilah. Saya tegaskan saya tidak menyesal membuat postingan itu karena itu bentuk perjuangan saya menjaga marwah dan nama baik Islam dan Melayu," tegasnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Terdakwa, Deni Amiruddin mengatakan apa yang disampaikan terdakwa dinilai cukup jelas mengenai duduk persoalan dari kasus yang menimpa kliennya tersebut.
Deni mengaku akan menyampaikan pledoi nantinya dalam kasus ini. Sidang lanjutan akan digelar kembali pada Senin (4/2/2019) mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini