Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Kamis, 21 Februari 2019 |
KalbarOnline,
Ketapang – Puluhan karyawan PT. Arrtu Plantations melakukan aksi mogok
kerja, Rabu (20/2/2019).
Para karyawan yang bekerja di Pabrik pengolahan kelapa sawit
(PKS) Kelampai Mill yang terletak di Kecamatan Tumbang Titi ini menuntut
perusahaan untuk membayarkan tunggakan BPJS Ketenagakerjaan yang belum
dibayarkan sejak Juni 2018. Bahkan, beberapa karyawan belum didaftarkan ke BPJS
oleh perusahaan.
Para peserta aksi mengancam akan terus melakukan mogok kerja
selama tuntutan tersebut belum dipenuhi oleh perusahaan. Meski demikian, pihak
perusahaan menganggap aksi mogok kerja tersebut tidak sesuai aturan.
Salah seorang karyawan yang enggan diberitakan namanya mengatakan
bahwa perusahaan dianggap telah melakukan pelanggaran. Perusahaan memotong gaji
karyawan untuk pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Namun kenyataannya uang tersebut
tidak disetorkan kepada BPJS.
“Sudah menunggak sejak Juni 2018,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa selain menunggak pembayaran BPJS
Ketenagakerjaan, pihak perusahaan juga belum mendaftarkan sejumlah karyawan ke
BPJS. Bahkan, beberapa waktu lalu, perusahaan juga tidak membayarkan BPJS
Kesehatan.
“Kami hanya meminta hak dari keringat kami. Kami meminta
kejelasan tentang hak kami yang diambil oleh perusahaan,” jelasnya.
Para karyawan meminta kepada perusahaan, jika memang uang
itu belum disetor ke BPJS, tolong dikembalikan kepada karyawan. Mereka juga
meminta kedepannya gaji mereka tidak dipotong lagi jika memang tidak dibayarkan
ke BPJS.
“Tapi alasan pihak perusahaan, pemotongan gaji tersebut sudah
sistem,” ungkapnya.
Jika memang sesuai dengan sistem, tentu uang yang terpotong
tersebut, kata dia, secara otomatis akan masuk ke BPJS. Tapi kenyataannya uang
itu justru tidak masuk ke BPJS, bahkan diambil oleh satu manajemen.
“Kalau memang sesuai dengan alasan perusahaan, sistem bertemu
dengan sistem maka uang tidak akan keluar. Tapi kok bisa Ivan itu mengambil
uang Rp70 juta untuk BPJS itu. Kecuali uang dikirim dari pusat ke pabrik
kemudian dipotong di pabrik untuk bayar BPJS, itu baru bisa,” jelasnya lagi.
Untuk itu dirinya bersama karyawan lainnya meminta
perusahaan segera memenuhi kewajiban untuk membayar BPJS dan mendaftarkan
karyawan yang belum terdaftar.
“Perusahaan beralasan karena takut tidak dipercaya lagi oleh
karyawan jika terbuka. Tapi kalau seperti ini justru karyawan lebih tidak
percaya lagi kepada perusahaan,” ketusnya.
“Kami tak ingin meruntuhkan perusahaan, justru kita ingin
membangun perusahaan ini. Kita mogok kerja ini sesuai dengan aturan,” timpalnya.
Sementara Head HCCS Region Kalbar, Riswan Abadi mengaku bahwa
pihaknya menunggak pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan menunggak
pembayaran sejak Juni 2018. Akan tetapi, lanjutnya, penunggakan pembayaran itu
memiliki alasan. Salah satunya keuangan perusahaan yang terpuruk.
“Perusahaan sedang mengalami masalah keuangan, bahkan sejak
beberapa bulan lalu. Cuma tidak tahu persis apa persoalannya. Jelas hal ini
berdampak pada tidak dibayarnya BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan,”
kata Riswan.
Tapi untuk BPJS Kesehatan yang sempat menunggak beberapa
bulan lalu, kata Riswan, sudah dibayarkan.
Tak hanya itu, Riswan turut membenarkan masih ada sejumlah karyawan
yang belum didaftarkan perusahaan ke BPJS.
“Itu karena faktor administrasi. Yang pegang administrasi
itu kebun, persisnya saya kurang tahu,” imbuhnya.
Riswan menuturkan bahwa perusahaan tak memiliki niatan untuk
tak membayar BPJS karyawan. Namun, lanjutnya, keuangan perusahaan yang sedang
bermasalah ditambah lagi dari sisi administrasi yang belum tertata rapi membuat
masalah ini muncul.
“Sekitar 100 karyawan di pabrik pengolahan yang sudah
dibayarkan BPJS Kesehatan. Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan memang belum
dibayar sejak Juni 2018. Tapi kita berkomitmen untuk menyelesaikan itu,” tegasnya.
Dirinya turut mengungkapkan kendati BPJS belum dibayarkan,
karyawan tidak akan kehilangan haknya. Jika terjadi kecelakaan kerja terhadap
karyawan atau ada karyawan yang sakit dan membutuhkan pengobatan, maka akan
tetap dicover 100 persen oleh keuangan perusahaan.
Dia juga menjelaskan, gaji karyawan tersebut memang benar
dipotong oleh perusahaan untuk membayar BPJS. Namun, pihaknya memang tidak
menyetorkan itu ke BPJS. Alasannya, perusahaan akan melunasi pembayaran BPJS
yang tertunda tersebut secara bertahap. Sementara uang potongan dari gaji
karyawan tersebut tidak diketahui kemana larinya.
“Kita terus berkoordinasi dengan Jakarta untuk menyelesaikan
masalah ini. Perusahaan juga akan segera mendaftarkan karyawan yang belum
terdaftar BPJS sekaligus juga sedang menghitung berapa nominal yang harus
dibayarkan untuk tunggakan BPJS Ketenagakerjaan ini,” tukasnya.
Sementara mengenai mogok kerja, menurutnya hal itu dilakukan
tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, sebelum mogok kerja terjadi, instansi
terkait harus menyelesaikan masalah antara perusahaan dan karyawan. Perusahaan
dan karyawan dipertemukan dan dirundingkannya. Nyatanya, kata dia, perusahaan
tidak dipertemukan dengan pihak karyawan.
Menurutnya, pihak perusahaan tidak pernah melakukan
perundingan khusus membahas masalah ini. Bahkan, pertemuan antara perusahaan dan
karyawan saja tidak pernah.
“Tapi kalau karyawan mengeluhkan tentang BPJS kepada kita,
itu wajar,” ucapnya.
Untuk itu, kata dia, apabila hendak mogok harus ada upaya
mediasi antara kedua belah pihak yang difasilitasi oleh dinas terkait. Jika
dalam mediasi tersebut tidak ada kesepakatan, baru mogok kerja.
“Jadi, ada proses yang tidak dijalankan dalam mogok kerja
ini,” ucapnya.
Jadi, bagi mogok kerja yang tidak sesuai ketentuan, ada
sanksinya. Selain upah tidak akan dibayarkan, karyawan juga dikenakan sanksi.
Bahkan, jika melakukan mogok kerja selama tujuh hari berturut-turut, maka
dianggap mengudurkan diri.
“Kita menginginkan kerjasamanya, karena kondisi perusahaan
sedang bermasalah dengan keuangan. Jika mogok kerja, maka akan semakin
memperburuk keadaan,” tandasnya. (Adi LC)
KalbarOnline,
Ketapang – Puluhan karyawan PT. Arrtu Plantations melakukan aksi mogok
kerja, Rabu (20/2/2019).
Para karyawan yang bekerja di Pabrik pengolahan kelapa sawit
(PKS) Kelampai Mill yang terletak di Kecamatan Tumbang Titi ini menuntut
perusahaan untuk membayarkan tunggakan BPJS Ketenagakerjaan yang belum
dibayarkan sejak Juni 2018. Bahkan, beberapa karyawan belum didaftarkan ke BPJS
oleh perusahaan.
Para peserta aksi mengancam akan terus melakukan mogok kerja
selama tuntutan tersebut belum dipenuhi oleh perusahaan. Meski demikian, pihak
perusahaan menganggap aksi mogok kerja tersebut tidak sesuai aturan.
Salah seorang karyawan yang enggan diberitakan namanya mengatakan
bahwa perusahaan dianggap telah melakukan pelanggaran. Perusahaan memotong gaji
karyawan untuk pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Namun kenyataannya uang tersebut
tidak disetorkan kepada BPJS.
“Sudah menunggak sejak Juni 2018,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa selain menunggak pembayaran BPJS
Ketenagakerjaan, pihak perusahaan juga belum mendaftarkan sejumlah karyawan ke
BPJS. Bahkan, beberapa waktu lalu, perusahaan juga tidak membayarkan BPJS
Kesehatan.
“Kami hanya meminta hak dari keringat kami. Kami meminta
kejelasan tentang hak kami yang diambil oleh perusahaan,” jelasnya.
Para karyawan meminta kepada perusahaan, jika memang uang
itu belum disetor ke BPJS, tolong dikembalikan kepada karyawan. Mereka juga
meminta kedepannya gaji mereka tidak dipotong lagi jika memang tidak dibayarkan
ke BPJS.
“Tapi alasan pihak perusahaan, pemotongan gaji tersebut sudah
sistem,” ungkapnya.
Jika memang sesuai dengan sistem, tentu uang yang terpotong
tersebut, kata dia, secara otomatis akan masuk ke BPJS. Tapi kenyataannya uang
itu justru tidak masuk ke BPJS, bahkan diambil oleh satu manajemen.
“Kalau memang sesuai dengan alasan perusahaan, sistem bertemu
dengan sistem maka uang tidak akan keluar. Tapi kok bisa Ivan itu mengambil
uang Rp70 juta untuk BPJS itu. Kecuali uang dikirim dari pusat ke pabrik
kemudian dipotong di pabrik untuk bayar BPJS, itu baru bisa,” jelasnya lagi.
Untuk itu dirinya bersama karyawan lainnya meminta
perusahaan segera memenuhi kewajiban untuk membayar BPJS dan mendaftarkan
karyawan yang belum terdaftar.
“Perusahaan beralasan karena takut tidak dipercaya lagi oleh
karyawan jika terbuka. Tapi kalau seperti ini justru karyawan lebih tidak
percaya lagi kepada perusahaan,” ketusnya.
“Kami tak ingin meruntuhkan perusahaan, justru kita ingin
membangun perusahaan ini. Kita mogok kerja ini sesuai dengan aturan,” timpalnya.
Sementara Head HCCS Region Kalbar, Riswan Abadi mengaku bahwa
pihaknya menunggak pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan menunggak
pembayaran sejak Juni 2018. Akan tetapi, lanjutnya, penunggakan pembayaran itu
memiliki alasan. Salah satunya keuangan perusahaan yang terpuruk.
“Perusahaan sedang mengalami masalah keuangan, bahkan sejak
beberapa bulan lalu. Cuma tidak tahu persis apa persoalannya. Jelas hal ini
berdampak pada tidak dibayarnya BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan,”
kata Riswan.
Tapi untuk BPJS Kesehatan yang sempat menunggak beberapa
bulan lalu, kata Riswan, sudah dibayarkan.
Tak hanya itu, Riswan turut membenarkan masih ada sejumlah karyawan
yang belum didaftarkan perusahaan ke BPJS.
“Itu karena faktor administrasi. Yang pegang administrasi
itu kebun, persisnya saya kurang tahu,” imbuhnya.
Riswan menuturkan bahwa perusahaan tak memiliki niatan untuk
tak membayar BPJS karyawan. Namun, lanjutnya, keuangan perusahaan yang sedang
bermasalah ditambah lagi dari sisi administrasi yang belum tertata rapi membuat
masalah ini muncul.
“Sekitar 100 karyawan di pabrik pengolahan yang sudah
dibayarkan BPJS Kesehatan. Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan memang belum
dibayar sejak Juni 2018. Tapi kita berkomitmen untuk menyelesaikan itu,” tegasnya.
Dirinya turut mengungkapkan kendati BPJS belum dibayarkan,
karyawan tidak akan kehilangan haknya. Jika terjadi kecelakaan kerja terhadap
karyawan atau ada karyawan yang sakit dan membutuhkan pengobatan, maka akan
tetap dicover 100 persen oleh keuangan perusahaan.
Dia juga menjelaskan, gaji karyawan tersebut memang benar
dipotong oleh perusahaan untuk membayar BPJS. Namun, pihaknya memang tidak
menyetorkan itu ke BPJS. Alasannya, perusahaan akan melunasi pembayaran BPJS
yang tertunda tersebut secara bertahap. Sementara uang potongan dari gaji
karyawan tersebut tidak diketahui kemana larinya.
“Kita terus berkoordinasi dengan Jakarta untuk menyelesaikan
masalah ini. Perusahaan juga akan segera mendaftarkan karyawan yang belum
terdaftar BPJS sekaligus juga sedang menghitung berapa nominal yang harus
dibayarkan untuk tunggakan BPJS Ketenagakerjaan ini,” tukasnya.
Sementara mengenai mogok kerja, menurutnya hal itu dilakukan
tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, sebelum mogok kerja terjadi, instansi
terkait harus menyelesaikan masalah antara perusahaan dan karyawan. Perusahaan
dan karyawan dipertemukan dan dirundingkannya. Nyatanya, kata dia, perusahaan
tidak dipertemukan dengan pihak karyawan.
Menurutnya, pihak perusahaan tidak pernah melakukan
perundingan khusus membahas masalah ini. Bahkan, pertemuan antara perusahaan dan
karyawan saja tidak pernah.
“Tapi kalau karyawan mengeluhkan tentang BPJS kepada kita,
itu wajar,” ucapnya.
Untuk itu, kata dia, apabila hendak mogok harus ada upaya
mediasi antara kedua belah pihak yang difasilitasi oleh dinas terkait. Jika
dalam mediasi tersebut tidak ada kesepakatan, baru mogok kerja.
“Jadi, ada proses yang tidak dijalankan dalam mogok kerja
ini,” ucapnya.
Jadi, bagi mogok kerja yang tidak sesuai ketentuan, ada
sanksinya. Selain upah tidak akan dibayarkan, karyawan juga dikenakan sanksi.
Bahkan, jika melakukan mogok kerja selama tujuh hari berturut-turut, maka
dianggap mengudurkan diri.
“Kita menginginkan kerjasamanya, karena kondisi perusahaan
sedang bermasalah dengan keuangan. Jika mogok kerja, maka akan semakin
memperburuk keadaan,” tandasnya. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini