Ketapang    

Tunggak Pembayaran BPJS Karyawan, Arrtu : Keuangan Kami Terpuruk

Oleh : Jauhari Fatria
Kamis, 21 Februari 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Ketapang – Puluhan karyawan PT. Arrtu Plantations melakukan aksi mogok

kerja, Rabu (20/2/2019).

Para karyawan yang bekerja di Pabrik pengolahan kelapa sawit

(PKS) Kelampai Mill yang terletak di Kecamatan Tumbang Titi ini menuntut

perusahaan untuk membayarkan tunggakan BPJS Ketenagakerjaan yang belum

dibayarkan sejak Juni 2018. Bahkan, beberapa karyawan belum didaftarkan ke BPJS

oleh perusahaan.

Para peserta aksi mengancam akan terus melakukan mogok kerja

selama tuntutan tersebut belum dipenuhi oleh perusahaan. Meski demikian, pihak

perusahaan menganggap aksi mogok kerja tersebut tidak sesuai aturan.

Salah seorang karyawan yang enggan diberitakan namanya mengatakan

bahwa perusahaan dianggap telah melakukan pelanggaran. Perusahaan memotong gaji

karyawan untuk pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Namun kenyataannya uang tersebut

tidak disetorkan kepada BPJS.

“Sudah menunggak sejak Juni 2018,” katanya.

Ia juga mengungkapkan bahwa selain menunggak pembayaran BPJS

Ketenagakerjaan, pihak perusahaan juga belum mendaftarkan sejumlah karyawan ke

BPJS. Bahkan, beberapa waktu lalu, perusahaan juga tidak membayarkan BPJS

Kesehatan.

“Kami hanya meminta hak dari keringat kami. Kami meminta

kejelasan tentang hak kami yang diambil oleh perusahaan,” jelasnya.

Para karyawan meminta kepada perusahaan, jika memang uang

itu belum disetor ke BPJS, tolong dikembalikan kepada karyawan. Mereka juga

meminta kedepannya gaji mereka tidak dipotong lagi jika memang tidak dibayarkan

ke BPJS.

“Tapi alasan pihak perusahaan, pemotongan gaji tersebut sudah

sistem,” ungkapnya.

Jika memang sesuai dengan sistem, tentu uang yang terpotong

tersebut, kata dia, secara otomatis akan masuk ke BPJS. Tapi kenyataannya uang

itu justru tidak masuk ke BPJS, bahkan diambil oleh satu manajemen.

“Kalau memang sesuai dengan alasan perusahaan, sistem bertemu

dengan sistem maka uang tidak akan keluar. Tapi kok bisa Ivan itu mengambil

uang Rp70 juta untuk BPJS itu. Kecuali uang dikirim dari pusat ke pabrik

kemudian dipotong di pabrik untuk bayar BPJS, itu baru bisa,” jelasnya lagi.

Untuk itu dirinya bersama karyawan lainnya meminta

perusahaan segera memenuhi kewajiban untuk membayar BPJS dan mendaftarkan

karyawan yang belum terdaftar.

“Perusahaan beralasan karena takut tidak dipercaya lagi oleh

karyawan jika terbuka. Tapi kalau seperti ini justru karyawan lebih tidak

percaya lagi kepada perusahaan,” ketusnya.

“Kami tak ingin meruntuhkan perusahaan, justru kita ingin

membangun perusahaan ini. Kita mogok kerja ini sesuai dengan aturan,” timpalnya.

Sementara Head HCCS Region Kalbar, Riswan Abadi mengaku bahwa

pihaknya menunggak pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan menunggak

pembayaran sejak Juni 2018. Akan tetapi, lanjutnya, penunggakan pembayaran itu

memiliki alasan. Salah satunya keuangan perusahaan yang terpuruk.

“Perusahaan sedang mengalami masalah keuangan, bahkan sejak

beberapa bulan lalu. Cuma tidak tahu persis apa persoalannya. Jelas hal ini

berdampak pada tidak dibayarnya BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan,”

kata Riswan.

Tapi untuk BPJS Kesehatan yang sempat menunggak beberapa

bulan lalu, kata Riswan, sudah dibayarkan.

Tak hanya itu, Riswan turut membenarkan masih ada sejumlah karyawan

yang belum didaftarkan perusahaan ke BPJS.

“Itu karena faktor administrasi. Yang pegang administrasi

itu kebun, persisnya saya kurang tahu,” imbuhnya.

Riswan menuturkan bahwa perusahaan tak memiliki niatan untuk

tak membayar BPJS karyawan. Namun, lanjutnya, keuangan perusahaan yang sedang

bermasalah ditambah lagi dari sisi administrasi yang belum tertata rapi membuat

masalah ini muncul.

“Sekitar 100 karyawan di pabrik pengolahan yang sudah

dibayarkan BPJS Kesehatan. Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan memang belum

dibayar sejak Juni 2018. Tapi kita berkomitmen untuk menyelesaikan itu,” tegasnya.

Dirinya turut mengungkapkan kendati BPJS belum dibayarkan,

karyawan tidak akan kehilangan haknya. Jika terjadi kecelakaan kerja terhadap

karyawan atau ada karyawan yang sakit dan membutuhkan pengobatan, maka akan

tetap dicover 100 persen oleh keuangan perusahaan.

Dia juga menjelaskan, gaji karyawan tersebut memang benar

dipotong oleh perusahaan untuk membayar BPJS. Namun, pihaknya memang tidak

menyetorkan itu ke BPJS. Alasannya, perusahaan akan melunasi pembayaran BPJS

yang tertunda tersebut secara bertahap. Sementara uang potongan dari gaji

karyawan tersebut tidak diketahui kemana larinya.

“Kita terus berkoordinasi dengan Jakarta untuk menyelesaikan

masalah ini. Perusahaan juga akan segera mendaftarkan karyawan yang belum

terdaftar BPJS sekaligus juga sedang menghitung berapa nominal yang harus

dibayarkan untuk tunggakan BPJS Ketenagakerjaan ini,” tukasnya.

Sementara mengenai mogok kerja, menurutnya hal itu dilakukan

tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, sebelum mogok kerja terjadi, instansi

terkait harus menyelesaikan masalah antara perusahaan dan karyawan. Perusahaan

dan karyawan dipertemukan dan dirundingkannya. Nyatanya, kata dia, perusahaan

tidak dipertemukan dengan pihak karyawan.

Menurutnya, pihak perusahaan tidak pernah melakukan

perundingan khusus membahas masalah ini. Bahkan, pertemuan antara perusahaan dan

karyawan saja tidak pernah.

“Tapi kalau karyawan mengeluhkan tentang BPJS kepada kita,

itu wajar,” ucapnya.

Untuk itu, kata dia, apabila hendak mogok harus ada upaya

mediasi antara kedua belah pihak yang difasilitasi oleh dinas terkait. Jika

dalam mediasi tersebut tidak ada kesepakatan, baru mogok kerja.

“Jadi, ada proses yang tidak dijalankan dalam mogok kerja

ini,” ucapnya.

Jadi, bagi mogok kerja yang tidak sesuai ketentuan, ada

sanksinya. Selain upah tidak akan dibayarkan, karyawan juga dikenakan sanksi.

Bahkan, jika melakukan mogok kerja selama tujuh hari berturut-turut, maka

dianggap mengudurkan diri.

“Kita menginginkan kerjasamanya, karena kondisi perusahaan

sedang bermasalah dengan keuangan. Jika mogok kerja, maka akan semakin

memperburuk keadaan,” tandasnya. (Adi LC)

Artikel Selanjutnya
Persiapan Menuju Desa Mandiri, Pemdes Sungai Ringin Gelar Monev
Kamis, 21 Februari 2019
Artikel Sebelumnya
Pembangunan di Desa Sungai Ringin Sekadau Dinilai Sesuai RAB
Kamis, 21 Februari 2019

Berita terkait