KalbarOnline, Ketapang – Puluhan karyawan PT. Arrtu Plantations melakukan aksi mogok kerja, Rabu (20/2/2019).
Para karyawan yang bekerja di Pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) Kelampai Mill yang terletak di Kecamatan Tumbang Titi ini menuntut perusahaan untuk membayarkan tunggakan BPJS Ketenagakerjaan yang belum dibayarkan sejak Juni 2018. Bahkan, beberapa karyawan belum didaftarkan ke BPJS oleh perusahaan.
Para peserta aksi mengancam akan terus melakukan mogok kerja selama tuntutan tersebut belum dipenuhi oleh perusahaan. Meski demikian, pihak perusahaan menganggap aksi mogok kerja tersebut tidak sesuai aturan.
Salah seorang karyawan yang enggan diberitakan namanya mengatakan bahwa perusahaan dianggap telah melakukan pelanggaran. Perusahaan memotong gaji karyawan untuk pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Namun kenyataannya uang tersebut tidak disetorkan kepada BPJS.
“Sudah menunggak sejak Juni 2018,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa selain menunggak pembayaran BPJS Ketenagakerjaan, pihak perusahaan juga belum mendaftarkan sejumlah karyawan ke BPJS. Bahkan, beberapa waktu lalu, perusahaan juga tidak membayarkan BPJS Kesehatan.
“Kami hanya meminta hak dari keringat kami. Kami meminta kejelasan tentang hak kami yang diambil oleh perusahaan,” jelasnya.
Para karyawan meminta kepada perusahaan, jika memang uang itu belum disetor ke BPJS, tolong dikembalikan kepada karyawan. Mereka juga meminta kedepannya gaji mereka tidak dipotong lagi jika memang tidak dibayarkan ke BPJS.
“Tapi alasan pihak perusahaan, pemotongan gaji tersebut sudah sistem,” ungkapnya.
Jika memang sesuai dengan sistem, tentu uang yang terpotong tersebut, kata dia, secara otomatis akan masuk ke BPJS. Tapi kenyataannya uang itu justru tidak masuk ke BPJS, bahkan diambil oleh satu manajemen.
“Kalau memang sesuai dengan alasan perusahaan, sistem bertemu dengan sistem maka uang tidak akan keluar. Tapi kok bisa Ivan itu mengambil uang Rp70 juta untuk BPJS itu. Kecuali uang dikirim dari pusat ke pabrik kemudian dipotong di pabrik untuk bayar BPJS, itu baru bisa,” jelasnya lagi.
Untuk itu dirinya bersama karyawan lainnya meminta perusahaan segera memenuhi kewajiban untuk membayar BPJS dan mendaftarkan karyawan yang belum terdaftar.
“Perusahaan beralasan karena takut tidak dipercaya lagi oleh karyawan jika terbuka. Tapi kalau seperti ini justru karyawan lebih tidak percaya lagi kepada perusahaan,” ketusnya.
“Kami tak ingin meruntuhkan perusahaan, justru kita ingin membangun perusahaan ini. Kita mogok kerja ini sesuai dengan aturan,” timpalnya.
Sementara Head HCCS Region Kalbar, Riswan Abadi mengaku bahwa pihaknya menunggak pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan menunggak pembayaran sejak Juni 2018. Akan tetapi, lanjutnya, penunggakan pembayaran itu memiliki alasan. Salah satunya keuangan perusahaan yang terpuruk.
“Perusahaan sedang mengalami masalah keuangan, bahkan sejak beberapa bulan lalu. Cuma tidak tahu persis apa persoalannya. Jelas hal ini berdampak pada tidak dibayarnya BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan,” kata Riswan.
Tapi untuk BPJS Kesehatan yang sempat menunggak beberapa bulan lalu, kata Riswan, sudah dibayarkan.
Tak hanya itu, Riswan turut membenarkan masih ada sejumlah karyawan yang belum didaftarkan perusahaan ke BPJS.
“Itu karena faktor administrasi. Yang pegang administrasi itu kebun, persisnya saya kurang tahu,” imbuhnya.
Riswan menuturkan bahwa perusahaan tak memiliki niatan untuk tak membayar BPJS karyawan. Namun, lanjutnya, keuangan perusahaan yang sedang bermasalah ditambah lagi dari sisi administrasi yang belum tertata rapi membuat masalah ini muncul.
“Sekitar 100 karyawan di pabrik pengolahan yang sudah dibayarkan BPJS Kesehatan. Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan memang belum dibayar sejak Juni 2018. Tapi kita berkomitmen untuk menyelesaikan itu,” tegasnya.
Dirinya turut mengungkapkan kendati BPJS belum dibayarkan, karyawan tidak akan kehilangan haknya. Jika terjadi kecelakaan kerja terhadap karyawan atau ada karyawan yang sakit dan membutuhkan pengobatan, maka akan tetap dicover 100 persen oleh keuangan perusahaan.
Dia juga menjelaskan, gaji karyawan tersebut memang benar dipotong oleh perusahaan untuk membayar BPJS. Namun, pihaknya memang tidak menyetorkan itu ke BPJS. Alasannya, perusahaan akan melunasi pembayaran BPJS yang tertunda tersebut secara bertahap. Sementara uang potongan dari gaji karyawan tersebut tidak diketahui kemana larinya.
“Kita terus berkoordinasi dengan Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini. Perusahaan juga akan segera mendaftarkan karyawan yang belum terdaftar BPJS sekaligus juga sedang menghitung berapa nominal yang harus dibayarkan untuk tunggakan BPJS Ketenagakerjaan ini,” tukasnya.
Sementara mengenai mogok kerja, menurutnya hal itu dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, sebelum mogok kerja terjadi, instansi terkait harus menyelesaikan masalah antara perusahaan dan karyawan. Perusahaan dan karyawan dipertemukan dan dirundingkannya. Nyatanya, kata dia, perusahaan tidak dipertemukan dengan pihak karyawan.
Menurutnya, pihak perusahaan tidak pernah melakukan perundingan khusus membahas masalah ini. Bahkan, pertemuan antara perusahaan dan karyawan saja tidak pernah.
“Tapi kalau karyawan mengeluhkan tentang BPJS kepada kita, itu wajar,” ucapnya.
Untuk itu, kata dia, apabila hendak mogok harus ada upaya mediasi antara kedua belah pihak yang difasilitasi oleh dinas terkait. Jika dalam mediasi tersebut tidak ada kesepakatan, baru mogok kerja.
“Jadi, ada proses yang tidak dijalankan dalam mogok kerja ini,” ucapnya.
Jadi, bagi mogok kerja yang tidak sesuai ketentuan, ada sanksinya. Selain upah tidak akan dibayarkan, karyawan juga dikenakan sanksi. Bahkan, jika melakukan mogok kerja selama tujuh hari berturut-turut, maka dianggap mengudurkan diri.
“Kita menginginkan kerjasamanya, karena kondisi perusahaan sedang bermasalah dengan keuangan. Jika mogok kerja, maka akan semakin memperburuk keadaan,” tandasnya. (Adi LC)
Comment