Pontianak    

Diversi Kasus Penganiayaan Siswi SMP Gagal, Kuasa Hukum Pelaku : Diversi Bukan Damai

Oleh : Jauhari Fatria
Sabtu, 13 April 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Pontianak – Polresta Pontianak menggelar upaya hukum diversi dalam

penanganan kasus penganiayaan siswi SMP di Kota Pontianak, AUD (14) yang

dilangsungkan di Posko Zona Integritas Mapolresta Pontianak, Kamis (11/4/2019)

malam.

Diversi kasus penganiayaan siswi SMP di tingkat penyidikan
Diversi kasus penganiayaan siswi SMP di tingkat penyidikan (Foto: istimewa)

Upaya diversi ini berlangsung alot dan belum menemukan kata

sepakat alias gagal.

Ketua tim Kuasa hukum pelaku, Denie Amiruddin mengatakan

bahwa upaya diversi ini memang sudah ditentukan dalam Undang-undang pidana anak

yang berhadapan dengan hukum (ABH). Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)

juga wajib dilakukan diversi.

Namun, kata dia, diversi juga memiliki syarat yakni ancaman

pidana tidak boleh melebih 7 tahun dan bukan bentuk pidana pengulangan.

“Maka dalam kasus ini, sudah memenuhi syarat dan unsur untuk

diversi. Alhamdulillah penyidik bersama Litmas (Penelitian Kemasyarakatan) dari

Bapas (Balai Pemasyarakatan) melakukan diversi,” ujarnya saat

diwawancarai usai pertemuan diversi.

Diversi yang dimaksud, jelas dia, bukan merupakan upaya

damai. Hal ini diakui Denie, salah diterjemahkan oleh pihak pelapor.

“Diversi ini bukan upaya damai. Bukan. Ini yang salah

diterjemahkan. Diversi tidak menggugurkan pidana dari pelaku. Diversi ini

merupakan bagaimana menyelesaikan perkara pidana anak di luar peradilan. Bukan berarti

mendamaikan, tidak. Selama ini memang banyak kesalahpahaman. Diversi bukan

mediasi tapi menyelesaikan perkaranya,” jelasnya.

Denie turut membeberkan putusan dari Litmas Bapas bahwa untuk

ketiga ABH ini dikenakan sanksi sosial selama 3 bulan di Bapas. Putusan tersebut

kata dia, berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Bapas

selama beberapa hari ini terhadap perkara penganiayaan tersebut.

“Rekomendasi dari Litmas Bapas bahwa untuk ketiga ABH ini

dikenakan sanksi sosial berupaya pelayanan masyarakat selama 3 bulan di Bapas. Itu

hasil putusan penelitian kemasyarakatan yang dilakukan Bapas selama beberapa

hari ini terhadap perkara ini. Mengingat pidana yang dituduhkan dalam pasal kepada

ABH ini tidak memenuhi 7 tahun dan bukan perkara pengulangan pidana yang

dilakukan ketiganya,” ungkapnya.

“Pertimbangan Litmas juga yakni adanya penyesalan dari

pelaku (ABH) dan juga ada kesanggupan orang tua untuk betul-betul mendidik

anaknya serta ada permohonan maaf tentunya,” timpalnya.

Sebagai kuasa hukum, pihaknya menyadari gejolak yang ada di

tengah publik. Pihaknya dalam kesempatan diversi itu juga menyampaikan

permohonan maaf kepada pihak korban.

“Ini musibah. Karena kalau dalam perkara pidana anak itu,

baik korban maupun pelaku sama-sama merupakan korban. Karena anak itu tidak

cakap hukum atau manusia yang belum memiliki kebebasan melakukan hukum, jadi

patut dilindungi,” tukasnya.

Di luar sebagai kuasa hukum, Denie secara pribadi meminta

kepada masyarakat untuk tidak menghukum pelaku dengan menyebarkan berita yang

tidak benar.

“Sampai hari ini, hasil visum negatif. Tapi bentuk pidana, ada.

Walaupun ini kemungkinan besar ada peluang untuk dibuktikan lagi di forum

formil (pengadilan anak). Tapi diversi masih ada dua tahap lagi di tingkat

Kejaksaan dan pengadilan walaupun di tahap penyidikan gagal tapi wajib

dilakukan diversi sekalipun di tingkat pengadilan, itu yang diatur dalam Undang-undang

nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA,” tegasnya.

Denie kembali menekankan bahwa diversi bukanlah upaya

mendamaikan melainkan upaya menyelesaikan perkara pidana anak dengan cepat di

luar peradilan.

“Pada intinya, kami sangat menghormati proses hukum yang

tengah berjalan,” ucapnya.

Terkait dengan pendidikan para ABH ini, Denie meminta agar

pihak sekolah tidak gegabah. Pasalnya kata dia, belum ada kepastian hukum dalam

kasus ini.

“Pendidikan tetap harus lanjut. Harus tetap sekolah. Kami mendengar

ada sanksi-sanksi moral, ada sekolah yang menolak. Kami imbau sekolah jangan

bersikap demikian. Belum ada kepastian hukum, putusannya apa. Kalau kita lihat

sanksi moral yang diderita oleh ABH ini jauh lebih berat, ini sudah mendunia,

sudah banyak yang menghujat dan sebagainya,” tukasnya.

“Hak sekolah itu harus didapat mereka. Karena hak mereka dilindungi Undang-undang. Siapa yang menghalangi hak mereka untuk sekolah, berhadapan dengan Undang-undang. Kesalahan mereka ini harus dilihat dari kadar yang mereka buat. Hukum berdasarkan kadar yang mereka perbuat. Jangan hukum dengan opini yang berkembang di masyarakat yang belum melalui pembuktian secara materiil,” pungkasnya.

Upaya diversi yang dipimpin oleh Kanit PPA Polresta Pontianak, Iptu Inayatun Nurhasanah dan dihadiri kedua belah pihak dalam pusaran kasus penganiayaan ini serta pihak Bapas dan KPPAD Kalbar ini berlangsung alot. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Diversi Kasus Penganiayaan Siswi SMP Gagal, Ini Kata Kuasa Hukum Korban
Sabtu, 13 April 2019
Artikel Sebelumnya
Diversi Kasus Penganiayaan Siswi SMP Gagal, Kuasa Hukum Pelaku : Diversi Bukan Damai
Sabtu, 13 April 2019

Berita terkait