Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Senin, 08 April 2019 |
KalbarOnline,
Pontianak – Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi
Kalimantan Barat akan melakukan pendampingan terhadap kedua belah pihak dalam
kasus penganiayaan yang dilakukan oleh 12 siswi SMA di Pontianak terhadap seorang
siswi SMP Kota Pontianak yang terjadi beberapa minggu lalu.
Hal itu disampaikan Ketua KPPAD Provinsi Kalbar, Eka
Nurhayati saat memimpin konfrensi pers kasus penganiayaan tersebut di kantor
KPPAD Kalbar, Senin (8/4/2019).
Eka menjelaskan bahwa dalam penanganan kasus ini, pihaknya menerima
aduan pada Jumat (5/4/2019) sekitar pukul 13.00 wib.
“Saat itu, korban yakni AUD (14) didampingi ibunya datang ke
KPPAD. Dalam aduan tersebut, korban melaporkan bahwa dirinya menerima kekerasan
fisik dan psikis. Ditendang, dipukul, diseret sampai kepalanya dibenturkan ke
aspal,” ujar Eka.
“Terus ada pengakuan juga bahwa korban juga menerima
kekerasan di bagian vital sehingga korban mengalami muntah kuning dan saat ini
korban sedang diopname di salah satu rumah sakit di Kota Pontianak,” timpalnya.
Menurut pengakuan korban, lanjut Eka, pelaku utama
penganiayaan terhadap AUD ada 3 orang, yakni berinisial NE, TP dan FZ. Ketiganya,
kata dia, merupakan pelajar SMA di Kota Pontianak. Sedangkan 9 orang lainnya
hanya sebagai penonton alias tim hore.
Dalam hal ini, Eka berujar, bahwa pihaknya tetap akan
memberikan pendampingan yang sama terhadap kedua belah pihak baik pelaku maupun
korban. Adapun pendampingan tersebut di antaranya berupa hipnoprana terapis dan
psikolog klinis sebagai pendampingan trauma healing terhadap pelaku dan korban.
“Kami berupaya semaksimal mungkin agar kasus ini tidak
sampai masuk ke ranah kepolisian, bahkan sampai ke ranah pengadilan. Mengingat
anak-anak ini masih di bawah umur, maka akan memperoleh hak yang sama yaitu
perlindungan UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak,” tukasnya.
Senada dengan Eka, Wakil Ketua KPPAD, Tumbu Manalu turut
mengungkapkan bahwa KPPAD Kalbar akan memberikan pendampingan dan perlindungan
hukum yang sama terhadap korban maupun pelaku. Hal ini kata dia sesuai dengan
Undang-undang perlindungan anak.
Beberapa hari lalu, kata dia, korban juga sudah mendapatkan
pendampingan hipnoprana dan kedepan akan dilakukan psikolog klinisnya. Demikian
halnya terhadap pelaku. Sebab, kata dia, dengan adanya perlakuan pendampingan
seperti ini, pihaknya ingin memahami adanya kasus ini dilakukan secara sadar
atau tidak oleh pelaku.
“Karena kita melihat ada sesuatu yang perlu kita pahami oleh
pelaku. Apakah mereka dengan sadar atau tidak apa yang mereka lakukan,”
ujarnya.
Sedangkan untuk proses hukumnya, kata dia, sebetulnya dalam Undang-undang
perlindungan anak itu terdapat ranah yang mengatur proses mediasi sebagai
langkah awal proses pendampingan hukum bagi kedua belah pihak. Artinya, tegas
dia, ada sebuah diversi yang mana pihaknya berupaya agar antara pelaku dan
korban, menempuh proses damai dan tidak sampai pada ranah pidana pengadilan.
Alasannya, ketika kasus ini sampai ke ranah pengadilan maka
proses penyelesaiannya juga semakin panjang. Tentunya, kata dia, dampak yang ditimbulkan
juga semakin banyak.
“Misalnya saja hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama
bagi pelaku maupun korban. Oleh karena itu kami akan tetap mendampingi, supaya dapat
mendorong proses diversi ini,” tukasnya.
“Karena memang amanah Undang-undang terutama di Undang-undang
SPPA mengatur agar sebisa mungkin proses pendampingan kasus pada anak dilakukan
diversi terutama pada tingkatan pidana yang melibatkan anak khususnya ancaman
di bawah tujuh tahun penjara dan belum pernah dilakukan secara terus menerus
atau berulang. Selain itu ada niat baik juga dari pelaku untuk berubah,” pungkasnya.
(Fai)
KalbarOnline,
Pontianak – Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi
Kalimantan Barat akan melakukan pendampingan terhadap kedua belah pihak dalam
kasus penganiayaan yang dilakukan oleh 12 siswi SMA di Pontianak terhadap seorang
siswi SMP Kota Pontianak yang terjadi beberapa minggu lalu.
Hal itu disampaikan Ketua KPPAD Provinsi Kalbar, Eka
Nurhayati saat memimpin konfrensi pers kasus penganiayaan tersebut di kantor
KPPAD Kalbar, Senin (8/4/2019).
Eka menjelaskan bahwa dalam penanganan kasus ini, pihaknya menerima
aduan pada Jumat (5/4/2019) sekitar pukul 13.00 wib.
“Saat itu, korban yakni AUD (14) didampingi ibunya datang ke
KPPAD. Dalam aduan tersebut, korban melaporkan bahwa dirinya menerima kekerasan
fisik dan psikis. Ditendang, dipukul, diseret sampai kepalanya dibenturkan ke
aspal,” ujar Eka.
“Terus ada pengakuan juga bahwa korban juga menerima
kekerasan di bagian vital sehingga korban mengalami muntah kuning dan saat ini
korban sedang diopname di salah satu rumah sakit di Kota Pontianak,” timpalnya.
Menurut pengakuan korban, lanjut Eka, pelaku utama
penganiayaan terhadap AUD ada 3 orang, yakni berinisial NE, TP dan FZ. Ketiganya,
kata dia, merupakan pelajar SMA di Kota Pontianak. Sedangkan 9 orang lainnya
hanya sebagai penonton alias tim hore.
Dalam hal ini, Eka berujar, bahwa pihaknya tetap akan
memberikan pendampingan yang sama terhadap kedua belah pihak baik pelaku maupun
korban. Adapun pendampingan tersebut di antaranya berupa hipnoprana terapis dan
psikolog klinis sebagai pendampingan trauma healing terhadap pelaku dan korban.
“Kami berupaya semaksimal mungkin agar kasus ini tidak
sampai masuk ke ranah kepolisian, bahkan sampai ke ranah pengadilan. Mengingat
anak-anak ini masih di bawah umur, maka akan memperoleh hak yang sama yaitu
perlindungan UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak,” tukasnya.
Senada dengan Eka, Wakil Ketua KPPAD, Tumbu Manalu turut
mengungkapkan bahwa KPPAD Kalbar akan memberikan pendampingan dan perlindungan
hukum yang sama terhadap korban maupun pelaku. Hal ini kata dia sesuai dengan
Undang-undang perlindungan anak.
Beberapa hari lalu, kata dia, korban juga sudah mendapatkan
pendampingan hipnoprana dan kedepan akan dilakukan psikolog klinisnya. Demikian
halnya terhadap pelaku. Sebab, kata dia, dengan adanya perlakuan pendampingan
seperti ini, pihaknya ingin memahami adanya kasus ini dilakukan secara sadar
atau tidak oleh pelaku.
“Karena kita melihat ada sesuatu yang perlu kita pahami oleh
pelaku. Apakah mereka dengan sadar atau tidak apa yang mereka lakukan,”
ujarnya.
Sedangkan untuk proses hukumnya, kata dia, sebetulnya dalam Undang-undang
perlindungan anak itu terdapat ranah yang mengatur proses mediasi sebagai
langkah awal proses pendampingan hukum bagi kedua belah pihak. Artinya, tegas
dia, ada sebuah diversi yang mana pihaknya berupaya agar antara pelaku dan
korban, menempuh proses damai dan tidak sampai pada ranah pidana pengadilan.
Alasannya, ketika kasus ini sampai ke ranah pengadilan maka
proses penyelesaiannya juga semakin panjang. Tentunya, kata dia, dampak yang ditimbulkan
juga semakin banyak.
“Misalnya saja hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama
bagi pelaku maupun korban. Oleh karena itu kami akan tetap mendampingi, supaya dapat
mendorong proses diversi ini,” tukasnya.
“Karena memang amanah Undang-undang terutama di Undang-undang
SPPA mengatur agar sebisa mungkin proses pendampingan kasus pada anak dilakukan
diversi terutama pada tingkatan pidana yang melibatkan anak khususnya ancaman
di bawah tujuh tahun penjara dan belum pernah dilakukan secara terus menerus
atau berulang. Selain itu ada niat baik juga dari pelaku untuk berubah,” pungkasnya.
(Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini