Pontianak    

Ratusan Karyawan Anak Perusahaan PLN ‘Geruduk’ Kantor Dewan Kalbar

Oleh : Jauhari Fatria
Jumat, 31 Januari 2020
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

Tuntut pesangon pasca peralihan perusahaan

KalbarOnline,

Pontianak – Ratusan karyawan anak perusahaan PLN yakni PT Haleyora

Powerindo (HPI) se-Kalimantan Barat yang tergabung dalam Serikat Pekerja Khatulistiwa

Outsourcing menggeruduk Kantor DPRD Kalbar. Kedatangan mereka dalam rangka

meminta fasilitasi dewan dalam hal ini para anggota Komisi V DPRD Kalbar untuk

dimediasikan dengan pihak PT Haleyora Powerindo dengan PT PLN Kalbar dan Disnakertrans

Kalbar guna menuntut hak atas pesangon mereka, di ruang serbaguna DPRD Kalbar, Kamis

(30/1/2020).

Dari Komisi V DPRD Provinsi Kalbar hadir langsung Ketua

Komisi V, Edi R Yacoub, Wakil Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Tony Kurniadi dan

anggota Komisi V lainnya. Hadir pula, Kepala Disnakertrans, Ignasius dan

Mediator Disnakertrans, Umar. Sementara PT HPI mengirimkan utusannya yakni

Tejo, perwakilan PLN Kalbar, Marta dan rekannya.

Perselisihan antara para pekerja dan pihak perusahaan ini

bermula pada Oktober 2019, di mana para pekerja dialihkan statusnya yang semula

merupakan karyawan PT Haleyora Powerindo ke PT Paguntaka Cahaya Nusantara tanpa

disertai hak-hak normatif dan dinilai sepihak lantaran tanpa ada sosialisasi

sebelumnya sekaligus kesepakatan antara kedua belah pihak.

Pihak Disnakertrans dalam mediasi yang mempertemukan pihak PT Haleyora Powerindo dan PLN Kalbar
Pihak Disnakertrans dalam mediasi yang mempertemukan pihak PT Haleyora Powerindo dan PLN Kalbar (Foto: Fai)

Mediasi yang berlangsung hingga sore itu sempat alot dan

sempat di-skors oleh Dewan, lantaran

dari pihak perusahaan (HPI) termasuk pihak PLN Kalbar yang semula sudah sepakat

akan menindaklanjuti tuntutan karyawan berdasarkan mediasi sebelumnya terkesan

ingkar. Pihak pekerja bahkan mengancam untuk menahan para perwakilan perusahaan

agar tak bisa pulang, sebagai bentuk kekesalan mereka terhadap perusahaan

lantaran pihak perusahaan berulang kali mengirimkan utusan yang tak dapat

mengambil keputusan, sehingga para pekerja merasa seperti dipermainkan.

Hingga sore hari, akhirnya mediasi itu menghasilkan

rekomendasi DPRD bersama pekerja yang intinya meminta PT Haleyora Powerindo untuk

memenuhi hak para pekerja yaitu membayar pesangon 100 persen dalam jangka waktu

10 hari ini. Jika tidak dipenuhi, DPRD Kalbar akan memanggil pihak PLN dan PT

Haleyora Powerindo pada 18 Februari 2020 mendatang.

Kesepakatan rekomendasi itu ditandatangani oleh pimpinan Komisi

V DPRD Provinsi Kalbar dan seluruh perwakilan Pekerja. Meski kecewa atas

putusan ini, para pekerja mengaku menerima keputusan tersebut lantaran ada tenggat

waktu yang jelas yang diberikan oleh DPRD terhadap pihak perusahaan.

Perwakilan serikat pekerja yang berselisih dengan PT Haleyora Powerindo dalam mediasi yang difasilitasi oleh DPRD Kalbar dan Disnakertrans Kalbar
Perwakilan serikat pekerja yang berselisih dengan PT Haleyora Powerindo dalam mediasi yang difasilitasi oleh DPRD Kalbar dan Disnakertrans Kalbar (Foto: Fai)

“Kita ini mencarikan solusi terbaik, walaupun tentu ada yang

belum puas, kita jadwalkan tanggal 18 Februari, mengingat banyaknya jadwal DPRD

yang sudah dijadwalkan Badan Musyawarah, jadi yang paling mungkin bisa tanggal

18 Februari ini,” ujar Edi Yacoub.

Seperti diketahui, perselisihan antara para pekerja dan

pihak perusahaan ini bermula pada Oktober 2019, di mana para pekerja dialihkan

statusnya yang semula merupakan karyawan PT Haleyora Powerindo ke PT Paguntaka

Cahaya Nusantara tanpa disertai hak-hak normatif dan dinilai sepihak lantaran

tanpa ada sosialisasi sebelumnya sekaligus kesepakatan antara kedua belah

pihak.

Atas peralihan tersebut, para pekerja yang tergabung dalam

serikat pekerja ini meminta agar PT Haleyora Powerindo memberikan hak-hak para

pekerja dalam hal ini berupa pesangon sesuai dengan masa kerja yang mengacu

pada peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan. Dalam perjalanannya,

para pekerja dan pihak perusahaan telah melakukan berbagai perundingan baik

bipartit maupun tripartit yang dihadiri oleh PT PLN Unit Induk Wilayah Kalbar

dan Disnakertrans Kalbar.

Perwakilan PT Haleyora Powerindo dan PLN Kalbar dalam mediasi yang difasilitasi oleh DPRD Kalbar dan Disnakertrans Kalbar
Perwakilan PT Haleyora Powerindo dan PLN Kalbar dalam mediasi yang difasilitasi oleh DPRD Kalbar dan Disnakertrans Kalbar (Foto: Fai)

Setelah menjalani beberapa kali mediasi, akhirnya ditemui

kesepakatan antara pihak yang terlibat. Di mana tuntutan para pekerja salah

satunya yaitu membayar 50 persen pesangon karyawan kabarnya akan dipenuhi atau

ditindaklanjuti oleh pihak perusahaan berdasarkan mediasi pada tanggal 6

November 2019. Namun pada 11 November 2019, pihak perusahaan (PT Haleyora

Powerindo) melalui surat yang disampaikan ke Disnakertrans Kalbar terkesan

membohongi para pekerja. Para pekerja menilai pihak perusahaan ingkar janji

yang berdampak merugikan pelapor secara materil maupun imateril.

Di mana pihak perusahaan menyatakan bahwa tidak dapat

memberikan pesangon kepada para pekerja dengan alasan tidak ada dasar hukum. Di

mana keputusan itu diambil pihak perusahaan setelah berkomunikasi dengan

Kasubdit Persyaratan Kerja di Kemenaker dan pihak PLN pusat. Keputusan itu juga

diambil lantaran PT Haleyora Powerindo tidak menginginkan adanya pemutusan

hubungan kerja terhadap para pekerja dan masa kerja akan berlanjut ke PT

Paguntaka Cahaya Nusantara.

Ketua Serikat Pekerja Outsoucring Khatulistiwa, Agus

Chanigia menegaskan bahwa kedatangan pihaknya ke Dewan Kalbar ini lantaran

sudah resah terhadap kebohongan-kebohongan yang dilakukan PT Haleyora Powerindo

(HPI) selaku perusahaan vendor alias anak perusahaan PT PLN.

“Awalnya kami itu sudah mau dibayar 50 persen pesangon ada

surat kesepakatannya, tiba-tiba satu bulan kemudian ingkar janji, tidak ada

pembayaran 50 persen, padahal itu kesepakatan antara Mediator Disnakertrans

Kalbar, perusahaan dan karyawan. Sepakat sudah mau bayar 50 persen, tiba-tiba

sampai sekarang tak dibayar. Kami ini seperti dipermainkan,” ujarnya kesal.

“Kami sudah capek, intinya kami minta dibayar pesangon kami

sesuai dengan surat kesepakatan kemarin kemudian dititipkan ke vendor (PT

Paguntaka Cahaya Nusantara) yang baru,” timpalnya.

Kata Agus, pada dasarnya pihaknya hanya mengacu pada kontrak

kerja, di mana kontrak kerja mereka dengan PT Haleyora Powerindo sudah habis

terhitung sejak 2014 - 2019. Tiba-tiba vendor ini beralih ke perusahaan lain.

“Kami tidak mau tahu itu, intinya bayar hak kami. Karena ada

salah satu pekerja yang meninggal dunia, lambat dibayar pesangonnya, tidak

sesuai, bahkan ada yang mencoba opsi untuk resign janjinya dibayar 100 persen

tapi sampai sekarang belum dibayar,” tukasnya.

Di kesempatan itu, Agus juga menegaskan bahwa pihaknya dalam

hal ini bukan berseteru atau menutun pihak PLN melainkan menuntut PT Haleyora

Powerindo agar pesangon mereka dibayar sesuai kesepakatan mediasi sebelumnya. Namun,

dalam perjalanan ini, pihaknya menilai bahwa pihak PLN Kalbar seperti

melindungi atau menjadi tameng pihak PT Haleyora Powerindo.

“Kami ini bukan menuntut PLN tapi menuntut HPI agar pesangon

kami dibayar sesuai kesepakatan kemarin. Berdasarkan pertemuan tadi, kami tidak

akan pulang, karena permasalahan ini sudah lima bulan, capek. Kalau pulang lagi,

capek. Kami ini melawan orang besar, capek. Makanya saya sampaikan ke Dewan

Komisi V, kalau masalah ini dibawa lagi ke luar, kita khawatir ada indikasi

lobi melobi, karena ini bicara duit besar,” cecarnya.

“Kami tak izinkan perwakilan HPI dan PLN untuk pulang,

kenapa pihak perusahaan bersangkutan mengirimkan utusan yang tidak bisa

mengambil keputusan, ini level Dewan yang memanggil, kalau level kami yang

memanggil kemungkinan wajar perusahaan mengirimkan utusan yang tidak bisa

mengambil keputusan. Tapi ini Dewan yang memanggil, artinya mereka juga

melecehkan Dewan selaku lembaga negara,” timpalnya lagi.

“Utusan-utusan yang datang ini juga sudah beberapa kali

pertemuan dengan serikat pekerja, itu-itu saja hasilnya, tak ada keputusan yang

pasti. Harusnya kalau Dewan yang panggil ini yang datang harusnya Direksi, Dirut

atau ownernya, ternyata yang datang ‘kaleng-kaleng’,” cecarnya lagi.

Menurut Agus, PT Haleyora Powerindo sendiri tidak ada masalah

keuangan bahkan menurutnya, dengan keuntungan yang diraup di Kalbar selama ini,

sangat keterlaluan jika pihak perusahaan tak mampu membayar pesangon karyawan. Pihaknya

menduga kalau uang pesangon tersebut sudah dibayarkan oleh PLN kepada PT Haleyora

Powerindo, namun tak disampaikan ke karyawan.

“Kalau dari pantauan kita selaku pekerja, PT Haleyora

Powerindo ini tidak ada masalah keuangan. Kalau mereka tak mampu bayar, luar

biasa artinya. Pasti dia (perusahaan) mampu bayar, karena dia berafiliasi ke

PLN, PLN masih eksis, PLN masih jaya. Haleyora Powerindo ini juga bukan

bangkrut, bukan failit, masih banyak tenaga kerjanya, masih eksis mereka. Kita curiga

uang pesangon ini sudah dititipkan PLN ke vendor (HPI) tapi tak dibayarkan ke

karyawan, mungkin sudah dimakan mereka (HPI) semua. Sehingga mau dibayarkan tak

mampu,” tukasnya.

Agus juga mengungkapkan bahwa dirinya juga pernah mengalami

kasus serupa di mana setiap ada peralihan karyawan dari vendor A ke vendor B, hak-hak

karyawan tetap dibayarkan, baik pesangon hingga BPJS dan sebagainya oleh vendor

A.

“Bingungnya kita 2019 sekarang ini bunyi aturan macam-macam, jadi seolah-olah hak-hak karyawan dialihkan ke vendor B. Dalam kasus kita ini, pihak vendor B dalam hal ini PT Paguntaka Cahaya Nusantara membuat surat pernyataan di mana salah satu poinnya menegaskan bahwa persoalan hak-hak para pekerja sebelumnya silahkan ditanyakan ke PT Haleyora Powerindo, kita jadi bingung. Padahal HPI dan Paguntaka Cahaya Nusantara ini kolaborasi termasuk PLN bilang ini akuisisi sehingga hak-hak karyawan dialihkan ke PT Paguntaka Cahaya Nusantara. Sementara sudah ada pernyataan dari PT PCN (Paguntaka Cahaya Nusantara) ‘tanyakan permasalahan kalian ke PT HPI’. Makanya kami bingung,” kesalnya.

“Padahal kita sepakat supaya pesangon ini hanya dibayarkan 50 persen saja, juga meringankan beban perusahaan mengingat pesangon karyawan itu beda-beda, ada yang perorang bisa mencapai Rp50 juta bahkan lebih kalau dikalkulasikan 400 karyawan saja, sudah berapa. Makanya kita minta 50 persen saja,” tandasnya. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Inilah Cara Mudah Mengajari Anak Minta Maaf
Kamis, 30 Januari 2020
Artikel Sebelumnya
Pemkab Ketapang Raih Penghargaan Anugerah Paritrana 2019
Kamis, 30 Januari 2020

Berita terkait