Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 31 Januari 2020 |
Tuntut pesangon pasca peralihan perusahaan
KalbarOnline,
Pontianak – Ratusan karyawan anak perusahaan PLN yakni PT Haleyora
Powerindo (HPI) se-Kalimantan Barat yang tergabung dalam Serikat Pekerja Khatulistiwa
Outsourcing menggeruduk Kantor DPRD Kalbar. Kedatangan mereka dalam rangka
meminta fasilitasi dewan dalam hal ini para anggota Komisi V DPRD Kalbar untuk
dimediasikan dengan pihak PT Haleyora Powerindo dengan PT PLN Kalbar dan Disnakertrans
Kalbar guna menuntut hak atas pesangon mereka, di ruang serbaguna DPRD Kalbar, Kamis
(30/1/2020).
Dari Komisi V DPRD Provinsi Kalbar hadir langsung Ketua
Komisi V, Edi R Yacoub, Wakil Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Tony Kurniadi dan
anggota Komisi V lainnya. Hadir pula, Kepala Disnakertrans, Ignasius dan
Mediator Disnakertrans, Umar. Sementara PT HPI mengirimkan utusannya yakni
Tejo, perwakilan PLN Kalbar, Marta dan rekannya.
Perselisihan antara para pekerja dan pihak perusahaan ini
bermula pada Oktober 2019, di mana para pekerja dialihkan statusnya yang semula
merupakan karyawan PT Haleyora Powerindo ke PT Paguntaka Cahaya Nusantara tanpa
disertai hak-hak normatif dan dinilai sepihak lantaran tanpa ada sosialisasi
sebelumnya sekaligus kesepakatan antara kedua belah pihak.

Mediasi yang berlangsung hingga sore itu sempat alot dan
sempat di-skors oleh Dewan, lantaran
dari pihak perusahaan (HPI) termasuk pihak PLN Kalbar yang semula sudah sepakat
akan menindaklanjuti tuntutan karyawan berdasarkan mediasi sebelumnya terkesan
ingkar. Pihak pekerja bahkan mengancam untuk menahan para perwakilan perusahaan
agar tak bisa pulang, sebagai bentuk kekesalan mereka terhadap perusahaan
lantaran pihak perusahaan berulang kali mengirimkan utusan yang tak dapat
mengambil keputusan, sehingga para pekerja merasa seperti dipermainkan.
Hingga sore hari, akhirnya mediasi itu menghasilkan
rekomendasi DPRD bersama pekerja yang intinya meminta PT Haleyora Powerindo untuk
memenuhi hak para pekerja yaitu membayar pesangon 100 persen dalam jangka waktu
10 hari ini. Jika tidak dipenuhi, DPRD Kalbar akan memanggil pihak PLN dan PT
Haleyora Powerindo pada 18 Februari 2020 mendatang.
Kesepakatan rekomendasi itu ditandatangani oleh pimpinan Komisi
V DPRD Provinsi Kalbar dan seluruh perwakilan Pekerja. Meski kecewa atas
putusan ini, para pekerja mengaku menerima keputusan tersebut lantaran ada tenggat
waktu yang jelas yang diberikan oleh DPRD terhadap pihak perusahaan.

“Kita ini mencarikan solusi terbaik, walaupun tentu ada yang
belum puas, kita jadwalkan tanggal 18 Februari, mengingat banyaknya jadwal DPRD
yang sudah dijadwalkan Badan Musyawarah, jadi yang paling mungkin bisa tanggal
18 Februari ini,” ujar Edi Yacoub.
Seperti diketahui, perselisihan antara para pekerja dan
pihak perusahaan ini bermula pada Oktober 2019, di mana para pekerja dialihkan
statusnya yang semula merupakan karyawan PT Haleyora Powerindo ke PT Paguntaka
Cahaya Nusantara tanpa disertai hak-hak normatif dan dinilai sepihak lantaran
tanpa ada sosialisasi sebelumnya sekaligus kesepakatan antara kedua belah
pihak.
Atas peralihan tersebut, para pekerja yang tergabung dalam
serikat pekerja ini meminta agar PT Haleyora Powerindo memberikan hak-hak para
pekerja dalam hal ini berupa pesangon sesuai dengan masa kerja yang mengacu
pada peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan. Dalam perjalanannya,
para pekerja dan pihak perusahaan telah melakukan berbagai perundingan baik
bipartit maupun tripartit yang dihadiri oleh PT PLN Unit Induk Wilayah Kalbar
dan Disnakertrans Kalbar.

Setelah menjalani beberapa kali mediasi, akhirnya ditemui
kesepakatan antara pihak yang terlibat. Di mana tuntutan para pekerja salah
satunya yaitu membayar 50 persen pesangon karyawan kabarnya akan dipenuhi atau
ditindaklanjuti oleh pihak perusahaan berdasarkan mediasi pada tanggal 6
November 2019. Namun pada 11 November 2019, pihak perusahaan (PT Haleyora
Powerindo) melalui surat yang disampaikan ke Disnakertrans Kalbar terkesan
membohongi para pekerja. Para pekerja menilai pihak perusahaan ingkar janji
yang berdampak merugikan pelapor secara materil maupun imateril.
Di mana pihak perusahaan menyatakan bahwa tidak dapat
memberikan pesangon kepada para pekerja dengan alasan tidak ada dasar hukum. Di
mana keputusan itu diambil pihak perusahaan setelah berkomunikasi dengan
Kasubdit Persyaratan Kerja di Kemenaker dan pihak PLN pusat. Keputusan itu juga
diambil lantaran PT Haleyora Powerindo tidak menginginkan adanya pemutusan
hubungan kerja terhadap para pekerja dan masa kerja akan berlanjut ke PT
Paguntaka Cahaya Nusantara.
Ketua Serikat Pekerja Outsoucring Khatulistiwa, Agus
Chanigia menegaskan bahwa kedatangan pihaknya ke Dewan Kalbar ini lantaran
sudah resah terhadap kebohongan-kebohongan yang dilakukan PT Haleyora Powerindo
(HPI) selaku perusahaan vendor alias anak perusahaan PT PLN.
“Awalnya kami itu sudah mau dibayar 50 persen pesangon ada
surat kesepakatannya, tiba-tiba satu bulan kemudian ingkar janji, tidak ada
pembayaran 50 persen, padahal itu kesepakatan antara Mediator Disnakertrans
Kalbar, perusahaan dan karyawan. Sepakat sudah mau bayar 50 persen, tiba-tiba
sampai sekarang tak dibayar. Kami ini seperti dipermainkan,” ujarnya kesal.
“Kami sudah capek, intinya kami minta dibayar pesangon kami
sesuai dengan surat kesepakatan kemarin kemudian dititipkan ke vendor (PT
Paguntaka Cahaya Nusantara) yang baru,” timpalnya.
Kata Agus, pada dasarnya pihaknya hanya mengacu pada kontrak
kerja, di mana kontrak kerja mereka dengan PT Haleyora Powerindo sudah habis
terhitung sejak 2014 - 2019. Tiba-tiba vendor ini beralih ke perusahaan lain.
“Kami tidak mau tahu itu, intinya bayar hak kami. Karena ada
salah satu pekerja yang meninggal dunia, lambat dibayar pesangonnya, tidak
sesuai, bahkan ada yang mencoba opsi untuk resign janjinya dibayar 100 persen
tapi sampai sekarang belum dibayar,” tukasnya.
Di kesempatan itu, Agus juga menegaskan bahwa pihaknya dalam
hal ini bukan berseteru atau menutun pihak PLN melainkan menuntut PT Haleyora
Powerindo agar pesangon mereka dibayar sesuai kesepakatan mediasi sebelumnya. Namun,
dalam perjalanan ini, pihaknya menilai bahwa pihak PLN Kalbar seperti
melindungi atau menjadi tameng pihak PT Haleyora Powerindo.
“Kami ini bukan menuntut PLN tapi menuntut HPI agar pesangon
kami dibayar sesuai kesepakatan kemarin. Berdasarkan pertemuan tadi, kami tidak
akan pulang, karena permasalahan ini sudah lima bulan, capek. Kalau pulang lagi,
capek. Kami ini melawan orang besar, capek. Makanya saya sampaikan ke Dewan
Komisi V, kalau masalah ini dibawa lagi ke luar, kita khawatir ada indikasi
lobi melobi, karena ini bicara duit besar,” cecarnya.
“Kami tak izinkan perwakilan HPI dan PLN untuk pulang,
kenapa pihak perusahaan bersangkutan mengirimkan utusan yang tidak bisa
mengambil keputusan, ini level Dewan yang memanggil, kalau level kami yang
memanggil kemungkinan wajar perusahaan mengirimkan utusan yang tidak bisa
mengambil keputusan. Tapi ini Dewan yang memanggil, artinya mereka juga
melecehkan Dewan selaku lembaga negara,” timpalnya lagi.
“Utusan-utusan yang datang ini juga sudah beberapa kali
pertemuan dengan serikat pekerja, itu-itu saja hasilnya, tak ada keputusan yang
pasti. Harusnya kalau Dewan yang panggil ini yang datang harusnya Direksi, Dirut
atau ownernya, ternyata yang datang ‘kaleng-kaleng’,” cecarnya lagi.
Menurut Agus, PT Haleyora Powerindo sendiri tidak ada masalah
keuangan bahkan menurutnya, dengan keuntungan yang diraup di Kalbar selama ini,
sangat keterlaluan jika pihak perusahaan tak mampu membayar pesangon karyawan. Pihaknya
menduga kalau uang pesangon tersebut sudah dibayarkan oleh PLN kepada PT Haleyora
Powerindo, namun tak disampaikan ke karyawan.
“Kalau dari pantauan kita selaku pekerja, PT Haleyora
Powerindo ini tidak ada masalah keuangan. Kalau mereka tak mampu bayar, luar
biasa artinya. Pasti dia (perusahaan) mampu bayar, karena dia berafiliasi ke
PLN, PLN masih eksis, PLN masih jaya. Haleyora Powerindo ini juga bukan
bangkrut, bukan failit, masih banyak tenaga kerjanya, masih eksis mereka. Kita curiga
uang pesangon ini sudah dititipkan PLN ke vendor (HPI) tapi tak dibayarkan ke
karyawan, mungkin sudah dimakan mereka (HPI) semua. Sehingga mau dibayarkan tak
mampu,” tukasnya.
Agus juga mengungkapkan bahwa dirinya juga pernah mengalami
kasus serupa di mana setiap ada peralihan karyawan dari vendor A ke vendor B, hak-hak
karyawan tetap dibayarkan, baik pesangon hingga BPJS dan sebagainya oleh vendor
A.
“Bingungnya kita 2019 sekarang ini bunyi aturan macam-macam, jadi seolah-olah hak-hak karyawan dialihkan ke vendor B. Dalam kasus kita ini, pihak vendor B dalam hal ini PT Paguntaka Cahaya Nusantara membuat surat pernyataan di mana salah satu poinnya menegaskan bahwa persoalan hak-hak para pekerja sebelumnya silahkan ditanyakan ke PT Haleyora Powerindo, kita jadi bingung. Padahal HPI dan Paguntaka Cahaya Nusantara ini kolaborasi termasuk PLN bilang ini akuisisi sehingga hak-hak karyawan dialihkan ke PT Paguntaka Cahaya Nusantara. Sementara sudah ada pernyataan dari PT PCN (Paguntaka Cahaya Nusantara) ‘tanyakan permasalahan kalian ke PT HPI’. Makanya kami bingung,” kesalnya.
“Padahal kita sepakat supaya pesangon ini hanya dibayarkan 50 persen saja, juga meringankan beban perusahaan mengingat pesangon karyawan itu beda-beda, ada yang perorang bisa mencapai Rp50 juta bahkan lebih kalau dikalkulasikan 400 karyawan saja, sudah berapa. Makanya kita minta 50 persen saja,” tandasnya. (Fai)
Tuntut pesangon pasca peralihan perusahaan
KalbarOnline,
Pontianak – Ratusan karyawan anak perusahaan PLN yakni PT Haleyora
Powerindo (HPI) se-Kalimantan Barat yang tergabung dalam Serikat Pekerja Khatulistiwa
Outsourcing menggeruduk Kantor DPRD Kalbar. Kedatangan mereka dalam rangka
meminta fasilitasi dewan dalam hal ini para anggota Komisi V DPRD Kalbar untuk
dimediasikan dengan pihak PT Haleyora Powerindo dengan PT PLN Kalbar dan Disnakertrans
Kalbar guna menuntut hak atas pesangon mereka, di ruang serbaguna DPRD Kalbar, Kamis
(30/1/2020).
Dari Komisi V DPRD Provinsi Kalbar hadir langsung Ketua
Komisi V, Edi R Yacoub, Wakil Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Tony Kurniadi dan
anggota Komisi V lainnya. Hadir pula, Kepala Disnakertrans, Ignasius dan
Mediator Disnakertrans, Umar. Sementara PT HPI mengirimkan utusannya yakni
Tejo, perwakilan PLN Kalbar, Marta dan rekannya.
Perselisihan antara para pekerja dan pihak perusahaan ini
bermula pada Oktober 2019, di mana para pekerja dialihkan statusnya yang semula
merupakan karyawan PT Haleyora Powerindo ke PT Paguntaka Cahaya Nusantara tanpa
disertai hak-hak normatif dan dinilai sepihak lantaran tanpa ada sosialisasi
sebelumnya sekaligus kesepakatan antara kedua belah pihak.

Mediasi yang berlangsung hingga sore itu sempat alot dan
sempat di-skors oleh Dewan, lantaran
dari pihak perusahaan (HPI) termasuk pihak PLN Kalbar yang semula sudah sepakat
akan menindaklanjuti tuntutan karyawan berdasarkan mediasi sebelumnya terkesan
ingkar. Pihak pekerja bahkan mengancam untuk menahan para perwakilan perusahaan
agar tak bisa pulang, sebagai bentuk kekesalan mereka terhadap perusahaan
lantaran pihak perusahaan berulang kali mengirimkan utusan yang tak dapat
mengambil keputusan, sehingga para pekerja merasa seperti dipermainkan.
Hingga sore hari, akhirnya mediasi itu menghasilkan
rekomendasi DPRD bersama pekerja yang intinya meminta PT Haleyora Powerindo untuk
memenuhi hak para pekerja yaitu membayar pesangon 100 persen dalam jangka waktu
10 hari ini. Jika tidak dipenuhi, DPRD Kalbar akan memanggil pihak PLN dan PT
Haleyora Powerindo pada 18 Februari 2020 mendatang.
Kesepakatan rekomendasi itu ditandatangani oleh pimpinan Komisi
V DPRD Provinsi Kalbar dan seluruh perwakilan Pekerja. Meski kecewa atas
putusan ini, para pekerja mengaku menerima keputusan tersebut lantaran ada tenggat
waktu yang jelas yang diberikan oleh DPRD terhadap pihak perusahaan.

“Kita ini mencarikan solusi terbaik, walaupun tentu ada yang
belum puas, kita jadwalkan tanggal 18 Februari, mengingat banyaknya jadwal DPRD
yang sudah dijadwalkan Badan Musyawarah, jadi yang paling mungkin bisa tanggal
18 Februari ini,” ujar Edi Yacoub.
Seperti diketahui, perselisihan antara para pekerja dan
pihak perusahaan ini bermula pada Oktober 2019, di mana para pekerja dialihkan
statusnya yang semula merupakan karyawan PT Haleyora Powerindo ke PT Paguntaka
Cahaya Nusantara tanpa disertai hak-hak normatif dan dinilai sepihak lantaran
tanpa ada sosialisasi sebelumnya sekaligus kesepakatan antara kedua belah
pihak.
Atas peralihan tersebut, para pekerja yang tergabung dalam
serikat pekerja ini meminta agar PT Haleyora Powerindo memberikan hak-hak para
pekerja dalam hal ini berupa pesangon sesuai dengan masa kerja yang mengacu
pada peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan. Dalam perjalanannya,
para pekerja dan pihak perusahaan telah melakukan berbagai perundingan baik
bipartit maupun tripartit yang dihadiri oleh PT PLN Unit Induk Wilayah Kalbar
dan Disnakertrans Kalbar.

Setelah menjalani beberapa kali mediasi, akhirnya ditemui
kesepakatan antara pihak yang terlibat. Di mana tuntutan para pekerja salah
satunya yaitu membayar 50 persen pesangon karyawan kabarnya akan dipenuhi atau
ditindaklanjuti oleh pihak perusahaan berdasarkan mediasi pada tanggal 6
November 2019. Namun pada 11 November 2019, pihak perusahaan (PT Haleyora
Powerindo) melalui surat yang disampaikan ke Disnakertrans Kalbar terkesan
membohongi para pekerja. Para pekerja menilai pihak perusahaan ingkar janji
yang berdampak merugikan pelapor secara materil maupun imateril.
Di mana pihak perusahaan menyatakan bahwa tidak dapat
memberikan pesangon kepada para pekerja dengan alasan tidak ada dasar hukum. Di
mana keputusan itu diambil pihak perusahaan setelah berkomunikasi dengan
Kasubdit Persyaratan Kerja di Kemenaker dan pihak PLN pusat. Keputusan itu juga
diambil lantaran PT Haleyora Powerindo tidak menginginkan adanya pemutusan
hubungan kerja terhadap para pekerja dan masa kerja akan berlanjut ke PT
Paguntaka Cahaya Nusantara.
Ketua Serikat Pekerja Outsoucring Khatulistiwa, Agus
Chanigia menegaskan bahwa kedatangan pihaknya ke Dewan Kalbar ini lantaran
sudah resah terhadap kebohongan-kebohongan yang dilakukan PT Haleyora Powerindo
(HPI) selaku perusahaan vendor alias anak perusahaan PT PLN.
“Awalnya kami itu sudah mau dibayar 50 persen pesangon ada
surat kesepakatannya, tiba-tiba satu bulan kemudian ingkar janji, tidak ada
pembayaran 50 persen, padahal itu kesepakatan antara Mediator Disnakertrans
Kalbar, perusahaan dan karyawan. Sepakat sudah mau bayar 50 persen, tiba-tiba
sampai sekarang tak dibayar. Kami ini seperti dipermainkan,” ujarnya kesal.
“Kami sudah capek, intinya kami minta dibayar pesangon kami
sesuai dengan surat kesepakatan kemarin kemudian dititipkan ke vendor (PT
Paguntaka Cahaya Nusantara) yang baru,” timpalnya.
Kata Agus, pada dasarnya pihaknya hanya mengacu pada kontrak
kerja, di mana kontrak kerja mereka dengan PT Haleyora Powerindo sudah habis
terhitung sejak 2014 - 2019. Tiba-tiba vendor ini beralih ke perusahaan lain.
“Kami tidak mau tahu itu, intinya bayar hak kami. Karena ada
salah satu pekerja yang meninggal dunia, lambat dibayar pesangonnya, tidak
sesuai, bahkan ada yang mencoba opsi untuk resign janjinya dibayar 100 persen
tapi sampai sekarang belum dibayar,” tukasnya.
Di kesempatan itu, Agus juga menegaskan bahwa pihaknya dalam
hal ini bukan berseteru atau menutun pihak PLN melainkan menuntut PT Haleyora
Powerindo agar pesangon mereka dibayar sesuai kesepakatan mediasi sebelumnya. Namun,
dalam perjalanan ini, pihaknya menilai bahwa pihak PLN Kalbar seperti
melindungi atau menjadi tameng pihak PT Haleyora Powerindo.
“Kami ini bukan menuntut PLN tapi menuntut HPI agar pesangon
kami dibayar sesuai kesepakatan kemarin. Berdasarkan pertemuan tadi, kami tidak
akan pulang, karena permasalahan ini sudah lima bulan, capek. Kalau pulang lagi,
capek. Kami ini melawan orang besar, capek. Makanya saya sampaikan ke Dewan
Komisi V, kalau masalah ini dibawa lagi ke luar, kita khawatir ada indikasi
lobi melobi, karena ini bicara duit besar,” cecarnya.
“Kami tak izinkan perwakilan HPI dan PLN untuk pulang,
kenapa pihak perusahaan bersangkutan mengirimkan utusan yang tidak bisa
mengambil keputusan, ini level Dewan yang memanggil, kalau level kami yang
memanggil kemungkinan wajar perusahaan mengirimkan utusan yang tidak bisa
mengambil keputusan. Tapi ini Dewan yang memanggil, artinya mereka juga
melecehkan Dewan selaku lembaga negara,” timpalnya lagi.
“Utusan-utusan yang datang ini juga sudah beberapa kali
pertemuan dengan serikat pekerja, itu-itu saja hasilnya, tak ada keputusan yang
pasti. Harusnya kalau Dewan yang panggil ini yang datang harusnya Direksi, Dirut
atau ownernya, ternyata yang datang ‘kaleng-kaleng’,” cecarnya lagi.
Menurut Agus, PT Haleyora Powerindo sendiri tidak ada masalah
keuangan bahkan menurutnya, dengan keuntungan yang diraup di Kalbar selama ini,
sangat keterlaluan jika pihak perusahaan tak mampu membayar pesangon karyawan. Pihaknya
menduga kalau uang pesangon tersebut sudah dibayarkan oleh PLN kepada PT Haleyora
Powerindo, namun tak disampaikan ke karyawan.
“Kalau dari pantauan kita selaku pekerja, PT Haleyora
Powerindo ini tidak ada masalah keuangan. Kalau mereka tak mampu bayar, luar
biasa artinya. Pasti dia (perusahaan) mampu bayar, karena dia berafiliasi ke
PLN, PLN masih eksis, PLN masih jaya. Haleyora Powerindo ini juga bukan
bangkrut, bukan failit, masih banyak tenaga kerjanya, masih eksis mereka. Kita curiga
uang pesangon ini sudah dititipkan PLN ke vendor (HPI) tapi tak dibayarkan ke
karyawan, mungkin sudah dimakan mereka (HPI) semua. Sehingga mau dibayarkan tak
mampu,” tukasnya.
Agus juga mengungkapkan bahwa dirinya juga pernah mengalami
kasus serupa di mana setiap ada peralihan karyawan dari vendor A ke vendor B, hak-hak
karyawan tetap dibayarkan, baik pesangon hingga BPJS dan sebagainya oleh vendor
A.
“Bingungnya kita 2019 sekarang ini bunyi aturan macam-macam, jadi seolah-olah hak-hak karyawan dialihkan ke vendor B. Dalam kasus kita ini, pihak vendor B dalam hal ini PT Paguntaka Cahaya Nusantara membuat surat pernyataan di mana salah satu poinnya menegaskan bahwa persoalan hak-hak para pekerja sebelumnya silahkan ditanyakan ke PT Haleyora Powerindo, kita jadi bingung. Padahal HPI dan Paguntaka Cahaya Nusantara ini kolaborasi termasuk PLN bilang ini akuisisi sehingga hak-hak karyawan dialihkan ke PT Paguntaka Cahaya Nusantara. Sementara sudah ada pernyataan dari PT PCN (Paguntaka Cahaya Nusantara) ‘tanyakan permasalahan kalian ke PT HPI’. Makanya kami bingung,” kesalnya.
“Padahal kita sepakat supaya pesangon ini hanya dibayarkan 50 persen saja, juga meringankan beban perusahaan mengingat pesangon karyawan itu beda-beda, ada yang perorang bisa mencapai Rp50 juta bahkan lebih kalau dikalkulasikan 400 karyawan saja, sudah berapa. Makanya kita minta 50 persen saja,” tandasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini