Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 27 Maret 2019 |
KalbarOnline,
Ketapang – Ratusan warga menggeruduk Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Ketapang pada Rabu (27/3/2019) pagi.
Ratusan warga yang diketahui berasal dari Dusun Nekdoyan,
Desa Lamang Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara ini menuntut penjelasan legalitas
izin PT. Gemilang Makmur Subur (BGA Group).
Sedikitnya ada 10 poin tuntutan yang disampaikan warga, mulai
dari legalitas izin perusahaan, plasma, tenaga kerja dan beberapa tuntutan
lainnya. Selain PT. GMS, warga turut menyampaikan tuntutan kepada perusahaan
pertambangan PT. Laman Mining.
Dedi Haryono selaku perwakilan warga, mengatakan bahwa kedatangan
masyarakat ke DPRD Ketapang guna menuntut keadilan.
“Kami menuntut keadilan kepada perusahaan. Kami juga
menuntut penjelasan dari pemerintah terkait perizinan perusahaan yang ada di tempat
kami,” ujarnya kepada awak media, Rabu (27/3/2019).
Kata Dedi, ada tumpang tindih perizinan yang belum jelas
dari tahun 2004 sampai saat ini. Tumpang tindih perizinan tersebut terletak di
Dusun Nekdoyan yang terindikasi cacat hukum. Ada izin milik PT. GMS seluas
5.190 hektar yang diduga tidak memiliki izin yang lengkap.
“Tanaman (sawit) itu ditanam sebelum IUP itu diterbitkan,” bebernya.
Selain itu, jelas dia, sawit di lokasi tersebut ditanam
sejak tahun 2005 dan sudah dipanen sampai saat ini. Sementara IUP milik PT. GMS
baru diterbitkan pada tahun 2015. Oleh karena itu, masyarakat menanyakan legalitas
izin yang dimiliki oleh perusahaan.
“Kami menuntut keadilan kepada pemerintah atas hak-hal
ulayat tanah Dusun Nekdoyan,” tegasnya.
Dedi turut mengakui bahwa memang terjadi take over pengelola perizinan di lokasi
tersebut dari PT. Geway Plantation (GYPI) dengan PT. GMS pada tahun 2012. Hanya
saja, luas lahan yang dikelola oleh PT. GYPI kemudian diambil alih oleh PT. GMS
hanya seluas 2.812 hektar. Lahan tersebut juga bukan berada di Desa Laman
Satong, tapi di Muara Kayong.
Awalnya, jelas dia, luas lahan yang mendapatkan izin untuk
dikelola oleh PT. GYPI seluas 18.300 hektar. Namun, pada tahun 2009 luas izin
pengelolaan lahan dicabut dan dikurangi menjadi 2.812 hektar.
“Artinya, hak PT. GMS ada di Muara Kayong di lahan yang
2.812 hektar itu sesuai SK Bupati tahun 2009. Bukan di lahan yang 5.190 hektar
itu,” jelasnya.
Sementara perwakilan dari PT. GMS (BGA Grup), Ridwan mengatakan
bahwa pihaknya sudah melaksanakan sesuai dengan prosedur. Pihak perusahaan melakukan
usaha di atas lahan yang sudah sah memiliki izin.
“PT. GMS sudah memiliki izin. Saat ini proses HGU. Intinya,
kita bekerja sesuai izin yang diberikan pemerintah kepada perusahaan. Mulai
dari izin lokasi, IUP dan sampai saat ini menunggu SK HGU,” jelasnya tegas.
Menurut dia, pihaknya mendapatkan izin lokasi dan IUP pada
tahun 2015.
“2015 izin atas nama GMS. Take over tahun 2015. GMS bukan menanam sendiri, tapi take over. Tapi seperti apa terkait take over itu saya kurang paham,” paparnya.
Dia juga menambahkan, pihak perusahaan memang masih belum sempurna. Masih terdapat kekeliruan dan kesalahan. Namun, jika memang ada masalah, perusahaan siap untuk menyelesaikan masalah tersebut termasuk masalah ganti rugi lahan yang mengaku masih banyak belum mendapatkannya.
“Jika memang ada yang belum diganti rugi, silahkan datang dan kita selesaikan di lapangan,” tandasnya. (Adi LC)
KalbarOnline,
Ketapang – Ratusan warga menggeruduk Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Ketapang pada Rabu (27/3/2019) pagi.
Ratusan warga yang diketahui berasal dari Dusun Nekdoyan,
Desa Lamang Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara ini menuntut penjelasan legalitas
izin PT. Gemilang Makmur Subur (BGA Group).
Sedikitnya ada 10 poin tuntutan yang disampaikan warga, mulai
dari legalitas izin perusahaan, plasma, tenaga kerja dan beberapa tuntutan
lainnya. Selain PT. GMS, warga turut menyampaikan tuntutan kepada perusahaan
pertambangan PT. Laman Mining.
Dedi Haryono selaku perwakilan warga, mengatakan bahwa kedatangan
masyarakat ke DPRD Ketapang guna menuntut keadilan.
“Kami menuntut keadilan kepada perusahaan. Kami juga
menuntut penjelasan dari pemerintah terkait perizinan perusahaan yang ada di tempat
kami,” ujarnya kepada awak media, Rabu (27/3/2019).
Kata Dedi, ada tumpang tindih perizinan yang belum jelas
dari tahun 2004 sampai saat ini. Tumpang tindih perizinan tersebut terletak di
Dusun Nekdoyan yang terindikasi cacat hukum. Ada izin milik PT. GMS seluas
5.190 hektar yang diduga tidak memiliki izin yang lengkap.
“Tanaman (sawit) itu ditanam sebelum IUP itu diterbitkan,” bebernya.
Selain itu, jelas dia, sawit di lokasi tersebut ditanam
sejak tahun 2005 dan sudah dipanen sampai saat ini. Sementara IUP milik PT. GMS
baru diterbitkan pada tahun 2015. Oleh karena itu, masyarakat menanyakan legalitas
izin yang dimiliki oleh perusahaan.
“Kami menuntut keadilan kepada pemerintah atas hak-hal
ulayat tanah Dusun Nekdoyan,” tegasnya.
Dedi turut mengakui bahwa memang terjadi take over pengelola perizinan di lokasi
tersebut dari PT. Geway Plantation (GYPI) dengan PT. GMS pada tahun 2012. Hanya
saja, luas lahan yang dikelola oleh PT. GYPI kemudian diambil alih oleh PT. GMS
hanya seluas 2.812 hektar. Lahan tersebut juga bukan berada di Desa Laman
Satong, tapi di Muara Kayong.
Awalnya, jelas dia, luas lahan yang mendapatkan izin untuk
dikelola oleh PT. GYPI seluas 18.300 hektar. Namun, pada tahun 2009 luas izin
pengelolaan lahan dicabut dan dikurangi menjadi 2.812 hektar.
“Artinya, hak PT. GMS ada di Muara Kayong di lahan yang
2.812 hektar itu sesuai SK Bupati tahun 2009. Bukan di lahan yang 5.190 hektar
itu,” jelasnya.
Sementara perwakilan dari PT. GMS (BGA Grup), Ridwan mengatakan
bahwa pihaknya sudah melaksanakan sesuai dengan prosedur. Pihak perusahaan melakukan
usaha di atas lahan yang sudah sah memiliki izin.
“PT. GMS sudah memiliki izin. Saat ini proses HGU. Intinya,
kita bekerja sesuai izin yang diberikan pemerintah kepada perusahaan. Mulai
dari izin lokasi, IUP dan sampai saat ini menunggu SK HGU,” jelasnya tegas.
Menurut dia, pihaknya mendapatkan izin lokasi dan IUP pada
tahun 2015.
“2015 izin atas nama GMS. Take over tahun 2015. GMS bukan menanam sendiri, tapi take over. Tapi seperti apa terkait take over itu saya kurang paham,” paparnya.
Dia juga menambahkan, pihak perusahaan memang masih belum sempurna. Masih terdapat kekeliruan dan kesalahan. Namun, jika memang ada masalah, perusahaan siap untuk menyelesaikan masalah tersebut termasuk masalah ganti rugi lahan yang mengaku masih banyak belum mendapatkannya.
“Jika memang ada yang belum diganti rugi, silahkan datang dan kita selesaikan di lapangan,” tandasnya. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini