Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Minggu, 03 Agustus 2025 |
KALBARONLINE.com - Warga Desa Asam Besar dan Desa Batu Sedau, Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang, mendesak Koperasi Tagari Utama Mandiri (TUM) membuka pengelolaan keuangan, data pemilik lahan dan penetapan anggota tambahan dari hasil pemotongan lahan 30 persen.
Mereka juga mempertanyakan kemana hasil kemitraan dengan PT ISK/PT HSL Cargill Group disalurkan.
Sejak pergantian pengurus pada 2021 yang menetapkan Zulkifli Anom Jaya sebagai ketua, warga menilai koperasi tak pernah mengadakan rapat anggota tahunan maupun rapat anggota biasa. Hal ini membuat pengelolaan dana simpanan dan hasil panen TBS plasma mandiri sulit diawasi anggota.
Satu diantara anggota koperasi TUM, Saleh mengaku selama setahun tidak pernah menerima hasil yang layak dari lahan plasma yang ia serahkan.
“Saya atas nama keluarga punya lahan seluas kurang lebih 30 hektare, tapi selama setahun ini tidak pernah menerima gaji secara layak dari koperasi. Bahkan ada anggota yang hanya menerima seribu rupiah,” ujarnya, Minggu (03/08/2025).
Ia mengatakan, warga sudah berulang kali meminta penjelasan resmi terkait lahan yang dipotong 30 persen, namun tidak pernah mendapat jawaban dari pengurus.
“Kami sudah berkali-kali minta rapat dan penjelasan soal lahan yang dipotong 30 persen itu, tapi tidak pernah dijawab. Karena itu kami inclave lahan sendiri,” tambahnya.
Kondisi serupa juga dialami anggota koperasi lain. Kernadi, petani dengan lahan seluas 11,39 hektare. Ia menilai masalah utama adalah tertutupnya pengelolaan koperasi dari anggotanya.
“Tuntutan kami sederhana, pengurus buka data penerima hasil potongan lahan 30 persen, laksanakan RAT, dan sampaikan laporan keuangan kepada seluruh anggota,” katanya.
Menurutnya, transparansi oleh para pengurus koperasi adalah kewajiban agar kepercayaan anggota tidak hilang. Selain itu, ia menilai jika selama ini ada hal yang ditutup - tutupi oleh pengurus koperasi TUM.
“Selama ini tidak pernah ada rapat anggota tahunan, semuanya tertutup rapat. Anggota seperti kami hanya bisa menunggu tanpa kejelasan,” lanjut Kernadi.
Sementara itu, anggota koperasi TUM dari Desa Batu Sedau, Melodi yang memiliki lahan sekitar 8 hektare, mengingat awal pembukaan lahan diwarnai kerja sama yang baik antara perusahaan dan masyarakat.
“Pada awal pembukaan lahan, perusahaan bekerja sama dengan baik sehingga warga mau menyerahkan lahannya. Tapi saat penetapan peserta plasma, koperasi memasukkan nama tambahan tanpa sosialisasi,” ungkapnya.
Ia mengaku heran, karena perusahaan sudah membayar hasil panen TBS ke koperasi, namun anggota tidak pernah tahu siapa penerima dan kemana dana itu disalurkan.
“Perusahaan sudah membayar hasil panen TBS ke koperasi, tapi kami tidak pernah tahu ke mana uang itu disalurkan. Ini yang membuat kami curiga,” tegas Melodi.
Berbagai upaya mediasi sudah dilakukan, mulai dari tingkat desa, kecamatan, hingga melibatkan Dinas Koperasi, Dinas Perkebunan, dan Pemerintah Daerah. Namun, warga menilai pengurus koperasi mengabaikan saran dan petunjuk dari instansi terkait.
Persoalan ini bahkan telah masuk ranah hukum setelah Saleh, yang melakukan inclave di lahannya sendiri, dilaporkan ke Polres Ketapang dan dipanggil untuk menjalani pemeriksaan penyidik.
Kalbaronline telah berupaya menghubungi Ketua Koperasi Tagari Utama Mandiri, Zulkifli Anom Jaya, namun yang bersangkutan enggan memberikan komentar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pengurus Koperasi TUM maupun PT ISK/HSL Cargill Group belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan warga maupun laporan polisi tersebut. (Adi LC)
KALBARONLINE.com - Warga Desa Asam Besar dan Desa Batu Sedau, Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang, mendesak Koperasi Tagari Utama Mandiri (TUM) membuka pengelolaan keuangan, data pemilik lahan dan penetapan anggota tambahan dari hasil pemotongan lahan 30 persen.
Mereka juga mempertanyakan kemana hasil kemitraan dengan PT ISK/PT HSL Cargill Group disalurkan.
Sejak pergantian pengurus pada 2021 yang menetapkan Zulkifli Anom Jaya sebagai ketua, warga menilai koperasi tak pernah mengadakan rapat anggota tahunan maupun rapat anggota biasa. Hal ini membuat pengelolaan dana simpanan dan hasil panen TBS plasma mandiri sulit diawasi anggota.
Satu diantara anggota koperasi TUM, Saleh mengaku selama setahun tidak pernah menerima hasil yang layak dari lahan plasma yang ia serahkan.
“Saya atas nama keluarga punya lahan seluas kurang lebih 30 hektare, tapi selama setahun ini tidak pernah menerima gaji secara layak dari koperasi. Bahkan ada anggota yang hanya menerima seribu rupiah,” ujarnya, Minggu (03/08/2025).
Ia mengatakan, warga sudah berulang kali meminta penjelasan resmi terkait lahan yang dipotong 30 persen, namun tidak pernah mendapat jawaban dari pengurus.
“Kami sudah berkali-kali minta rapat dan penjelasan soal lahan yang dipotong 30 persen itu, tapi tidak pernah dijawab. Karena itu kami inclave lahan sendiri,” tambahnya.
Kondisi serupa juga dialami anggota koperasi lain. Kernadi, petani dengan lahan seluas 11,39 hektare. Ia menilai masalah utama adalah tertutupnya pengelolaan koperasi dari anggotanya.
“Tuntutan kami sederhana, pengurus buka data penerima hasil potongan lahan 30 persen, laksanakan RAT, dan sampaikan laporan keuangan kepada seluruh anggota,” katanya.
Menurutnya, transparansi oleh para pengurus koperasi adalah kewajiban agar kepercayaan anggota tidak hilang. Selain itu, ia menilai jika selama ini ada hal yang ditutup - tutupi oleh pengurus koperasi TUM.
“Selama ini tidak pernah ada rapat anggota tahunan, semuanya tertutup rapat. Anggota seperti kami hanya bisa menunggu tanpa kejelasan,” lanjut Kernadi.
Sementara itu, anggota koperasi TUM dari Desa Batu Sedau, Melodi yang memiliki lahan sekitar 8 hektare, mengingat awal pembukaan lahan diwarnai kerja sama yang baik antara perusahaan dan masyarakat.
“Pada awal pembukaan lahan, perusahaan bekerja sama dengan baik sehingga warga mau menyerahkan lahannya. Tapi saat penetapan peserta plasma, koperasi memasukkan nama tambahan tanpa sosialisasi,” ungkapnya.
Ia mengaku heran, karena perusahaan sudah membayar hasil panen TBS ke koperasi, namun anggota tidak pernah tahu siapa penerima dan kemana dana itu disalurkan.
“Perusahaan sudah membayar hasil panen TBS ke koperasi, tapi kami tidak pernah tahu ke mana uang itu disalurkan. Ini yang membuat kami curiga,” tegas Melodi.
Berbagai upaya mediasi sudah dilakukan, mulai dari tingkat desa, kecamatan, hingga melibatkan Dinas Koperasi, Dinas Perkebunan, dan Pemerintah Daerah. Namun, warga menilai pengurus koperasi mengabaikan saran dan petunjuk dari instansi terkait.
Persoalan ini bahkan telah masuk ranah hukum setelah Saleh, yang melakukan inclave di lahannya sendiri, dilaporkan ke Polres Ketapang dan dipanggil untuk menjalani pemeriksaan penyidik.
Kalbaronline telah berupaya menghubungi Ketua Koperasi Tagari Utama Mandiri, Zulkifli Anom Jaya, namun yang bersangkutan enggan memberikan komentar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pengurus Koperasi TUM maupun PT ISK/HSL Cargill Group belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan warga maupun laporan polisi tersebut. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini