Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Sabtu, 07 Maret 2020 |
Raksasa Teknologi asal Cina, Huawei, nampaknya sadar, masa depan bisnis mereka agaknya harus dilalui tanpa Google. Ya mau gimana lagi, meski Google-nya sendiri sudh merayu-rayu Pemerintah AS biar diijinkan berbisnis (lagi) dengan Huawei, tapi kelihatannya AS tetap keukeuh, No more Huawei for US Companies. Termasuk Google.
Jadi, ya mau tak mau Huawei harus mulai memikirkan mencari pengganti Google Mobile Service (GMS) untuk lini produk mereka, Huawei dan sub-brand-nya, Honor. Langkah itu dimulai dengan mengembangkan AppGallery, toko aplikasi yang berfungsi seperti Play Store milik Google. Agar nantinya, para pengguna Huawei dan Honor di seluruh dunia, bisa mendapatkan aplikasi seperti yang mereka dapatkan di Play Store.
Membuat platform toko aplikasinya sendiri, tentu hal mudah bagi Huawei. Yang susah adalah mencari penghuninya, produk-produk aplikasi yang akan dipajang di AppGallery. Google sendiri butuh waktu bertahun untuk bisa sebesar sekarang. Mengundang dan meyakinkan para developer aplikasi untuk bekerjasama.
Itu pula yang harus dilakukan Huawei, agar AppGallery yang mereka buat bisa dipenuhi produk aplikasi. Terutama, aplikasi-aplikasi yang populer di Play Store. Untuk itu, Huawei punya strategi tersendiri. Kasih para developer itu porsi revenue share yang lebih menarik ketimbang yang diberikan Google.
Seperti dilansir laman Gizmochina.com, demi mengundang developer aplikasi sebanyak-banyaknya untuk “jualan” di Huawei Appstore, Huawei menawarkan skema bagi hasil yang menggiurkan. Yakni, 10% untuk Huawei sebagai pemilik toko, dan 90% untuk developer pemilik aplikasi. Wow! Tawaran itu berlaku untuk para developer yang setuju dan menandatangani kerjasama dengan Huawei Appstore sebelum tanggal 20 Juni 2020. Skema bagi hasil istimewa ini bakal berlaku efektif selama 24 bulan (2 tahun).
Komposisi itu diyakini bisa membuat para developer tergiur, dan ramai-ramai “jualan” di AppGallery. Bagaimana tidak, wong nyaris seluruh hasil pendapatan menjadi hak developer. Sesuatu yang tak didapat di Play Store, yang cuma memberi komposisi 30:70, atu memberikan bagian pendapatan untuk developer sebanyak 70& saja. Komposisi yang sama juga diterapkan Apple Appstore.
Beberapa developer memang mengeluhkan komposisi 30:70 yang diterapkan Google dan Apple. Mereka mengatakan, developer mesti menanggung biaya pengembangan, operasional dan elemen pendukung lain, kok cuma dikasih 70%. Itu yang membuat Epic Game ogah menaruh game Fortnite di Play Store.
The post Huawei Rayu Developer dengan Revenue Share 90% appeared first on KalbarOnline.com.
Raksasa Teknologi asal Cina, Huawei, nampaknya sadar, masa depan bisnis mereka agaknya harus dilalui tanpa Google. Ya mau gimana lagi, meski Google-nya sendiri sudh merayu-rayu Pemerintah AS biar diijinkan berbisnis (lagi) dengan Huawei, tapi kelihatannya AS tetap keukeuh, No more Huawei for US Companies. Termasuk Google.
Jadi, ya mau tak mau Huawei harus mulai memikirkan mencari pengganti Google Mobile Service (GMS) untuk lini produk mereka, Huawei dan sub-brand-nya, Honor. Langkah itu dimulai dengan mengembangkan AppGallery, toko aplikasi yang berfungsi seperti Play Store milik Google. Agar nantinya, para pengguna Huawei dan Honor di seluruh dunia, bisa mendapatkan aplikasi seperti yang mereka dapatkan di Play Store.
Membuat platform toko aplikasinya sendiri, tentu hal mudah bagi Huawei. Yang susah adalah mencari penghuninya, produk-produk aplikasi yang akan dipajang di AppGallery. Google sendiri butuh waktu bertahun untuk bisa sebesar sekarang. Mengundang dan meyakinkan para developer aplikasi untuk bekerjasama.
Itu pula yang harus dilakukan Huawei, agar AppGallery yang mereka buat bisa dipenuhi produk aplikasi. Terutama, aplikasi-aplikasi yang populer di Play Store. Untuk itu, Huawei punya strategi tersendiri. Kasih para developer itu porsi revenue share yang lebih menarik ketimbang yang diberikan Google.
Seperti dilansir laman Gizmochina.com, demi mengundang developer aplikasi sebanyak-banyaknya untuk “jualan” di Huawei Appstore, Huawei menawarkan skema bagi hasil yang menggiurkan. Yakni, 10% untuk Huawei sebagai pemilik toko, dan 90% untuk developer pemilik aplikasi. Wow! Tawaran itu berlaku untuk para developer yang setuju dan menandatangani kerjasama dengan Huawei Appstore sebelum tanggal 20 Juni 2020. Skema bagi hasil istimewa ini bakal berlaku efektif selama 24 bulan (2 tahun).
Komposisi itu diyakini bisa membuat para developer tergiur, dan ramai-ramai “jualan” di AppGallery. Bagaimana tidak, wong nyaris seluruh hasil pendapatan menjadi hak developer. Sesuatu yang tak didapat di Play Store, yang cuma memberi komposisi 30:70, atu memberikan bagian pendapatan untuk developer sebanyak 70& saja. Komposisi yang sama juga diterapkan Apple Appstore.
Beberapa developer memang mengeluhkan komposisi 30:70 yang diterapkan Google dan Apple. Mereka mengatakan, developer mesti menanggung biaya pengembangan, operasional dan elemen pendukung lain, kok cuma dikasih 70%. Itu yang membuat Epic Game ogah menaruh game Fortnite di Play Store.
The post Huawei Rayu Developer dengan Revenue Share 90% appeared first on KalbarOnline.com.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini