Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Minggu, 13 September 2020 |
JawaPos.Com–Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud M.D. mengatakan, persoalan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta terjadi akibat kesalahan tata kata, bukan masalah tata negara. Sejak awal, kata Mahfud, pemerintah pusat tahu bahwa status DKI Jakarta akan menerapkan PSBB. Akan tetapi, seolah-olah Jakarta menarik rem darurat yang menjadi persoalan.
”Karena ini tata kata, bukan tata negara. Akibatnya kacau kayak begitu. Pemerintah tahu bahwa Jakarta itu harus PSBB dan belum pernah dicabut. PSBB itu sudah diberikan, ya, sudah lakukan. Yang jadi persoalan itu, Jakarta itu bukan PSBB-nya, melainkan yang dikatakan Pak Qodari (Direktur Eksekutif Indobaremeter) itu rem daruratnya,” kata Mahfud seperti dilansir dari Antara dalam seminar nasional Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia secara daring, Sabtu (12/9) malam.
Mahfud mengatakan bahwa PSBB itu sudah menjadi kewenangan daerah. Namun, perubahan-perubahan kebijakan dapat diterapkan dalam range tertentu. ”Misalnya, di daerah tertentu PSBB dilakukan untuk satu kampung. Di sana, diberlakukan untuk satu pesantren. Di sana, diberlakukan untuk pasar, begitu,” jelas Mahfud.
Dia menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun sudah menjalankan hal yang sama. Namun, tata kata saat mengumumkan PSBB total itu mengesankan bahwa Indonesia akan menerapkan kebijakan PSBB yang baru sehingga mengejutkan secara perekonomian. ”Seakan-akan (PSBB yang akan diterapkan) ini baru. Secara ekonomi, kemudian mengejutkan,” ujar Mahfud.
Akibatnya, menurut Mahfud, setelah PSBB total diumumkan, esoknya, pukul 11.00 WIB para ahli ekonomi menginformasikan bahwa negara mengalami kerugian sekitar Rp 297 triliun. ”Hanya sebentar karena pengumuman itu, padahal sebenarnya (yang diumumkan PSBB) itu kan perubahan kebijakan,” kata Mahfud.
Saksikan video menarik berikut ini:
JawaPos.Com–Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud M.D. mengatakan, persoalan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta terjadi akibat kesalahan tata kata, bukan masalah tata negara. Sejak awal, kata Mahfud, pemerintah pusat tahu bahwa status DKI Jakarta akan menerapkan PSBB. Akan tetapi, seolah-olah Jakarta menarik rem darurat yang menjadi persoalan.
”Karena ini tata kata, bukan tata negara. Akibatnya kacau kayak begitu. Pemerintah tahu bahwa Jakarta itu harus PSBB dan belum pernah dicabut. PSBB itu sudah diberikan, ya, sudah lakukan. Yang jadi persoalan itu, Jakarta itu bukan PSBB-nya, melainkan yang dikatakan Pak Qodari (Direktur Eksekutif Indobaremeter) itu rem daruratnya,” kata Mahfud seperti dilansir dari Antara dalam seminar nasional Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia secara daring, Sabtu (12/9) malam.
Mahfud mengatakan bahwa PSBB itu sudah menjadi kewenangan daerah. Namun, perubahan-perubahan kebijakan dapat diterapkan dalam range tertentu. ”Misalnya, di daerah tertentu PSBB dilakukan untuk satu kampung. Di sana, diberlakukan untuk satu pesantren. Di sana, diberlakukan untuk pasar, begitu,” jelas Mahfud.
Dia menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun sudah menjalankan hal yang sama. Namun, tata kata saat mengumumkan PSBB total itu mengesankan bahwa Indonesia akan menerapkan kebijakan PSBB yang baru sehingga mengejutkan secara perekonomian. ”Seakan-akan (PSBB yang akan diterapkan) ini baru. Secara ekonomi, kemudian mengejutkan,” ujar Mahfud.
Akibatnya, menurut Mahfud, setelah PSBB total diumumkan, esoknya, pukul 11.00 WIB para ahli ekonomi menginformasikan bahwa negara mengalami kerugian sekitar Rp 297 triliun. ”Hanya sebentar karena pengumuman itu, padahal sebenarnya (yang diumumkan PSBB) itu kan perubahan kebijakan,” kata Mahfud.
Saksikan video menarik berikut ini:
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini