Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Minggu, 15 November 2020 |
KalbarOnline.com – Ketua SETARA Institute Hendardi menyatakan bahwa pembiaran negara atas serangkaian acara yang dihelat Rizieq Shihab yang mengumpulkan banyak massa menjadi paradoks kepemimpinan politik pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam penanganan Covid-19. Semua aturan protokol kesehatan yang harus dipatuhi masyarakat seakan tidak berlaku untuk Imam Besar FPI tersebut.
“Jangankan kewajiban menjalankan protokol kesehatan. Prinsip hukum salus populi suprema lex esto (keselamatan rakyat adalah yang terpenting) yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan, sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh Rizieq Shihab,” kata Hendardi dalam keterangannya, Minggu (15/11).
Hendardi menyampaikan, pihak berwenang sejauh ini hanya menyampaikan imbauan agar dapat menerapkan protokol kesehatan. Padahal, tugas pemerintah adalah mengambil tindakan hukum.
“Sungguh peragaan tata kelola pemerintahan yang melukai para dokter dan perawat yang terus berjuang, para siswa-siswi sekolah yang sudah jenuh dengan belajar daring dan para korban PHK yang tidak bisa menggapai impiannya untuk terus bekerja, akibat ganasnya Covid-19,” cetus Hendardi.
Hendardi menuturkan, pembiaran atas kerumunan yang diciptakan oleh massa simpatisan Rizieq adalah bukti kegagapan Jokowi dalam kalkulasi politik yang menjebaknya. Dia memandang, Jokowi terjebat dalam politik akomodasi, karena merangkul Prabowo Subianto untuk masuk ke dalam jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju.
“Jika Jokowi tidak terjebak dalam politik akomodasi, seharusnya sebagai seorang presiden Jokowi segera memerintahkan Kapolri untuk menindak kerumunan, mempertegas dan menindaklanjuti kasus-kasus hukum yang melilit Rizieq. Serta memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk mendisiplinkan kepala daerah yang pasif membiarkan kerumunan dan seharusnya pula tidak membiarkan Bandara Soekarno Hatta lumpuh dan menyengsarakan ribuan warga,” cetus Hendardi.
Hendardi melanjutkan, sandera politik akomodasi dan kalkulasi politik pragmatis akan terus melilit Jokowi dan menjadi warna kebijakan-kebijakan politik pemerintahan hingga 2024 jika Jokowi tidak mengambil terobosan politik yang berpusat pada gagasan pengutamaan keselamatan, keadilan dan kesejahteraan rakyat.
“Bisa jadi stabilitas politik dan keamanan akan terjaga akan tetapi kepemimpinannya telah melahirkan preseden buruk sekaligus merusak demokrasi dan supremasi hukum, alih-alih mewariskan legacy,” pungkasnya.
KalbarOnline.com – Ketua SETARA Institute Hendardi menyatakan bahwa pembiaran negara atas serangkaian acara yang dihelat Rizieq Shihab yang mengumpulkan banyak massa menjadi paradoks kepemimpinan politik pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam penanganan Covid-19. Semua aturan protokol kesehatan yang harus dipatuhi masyarakat seakan tidak berlaku untuk Imam Besar FPI tersebut.
“Jangankan kewajiban menjalankan protokol kesehatan. Prinsip hukum salus populi suprema lex esto (keselamatan rakyat adalah yang terpenting) yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan, sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh Rizieq Shihab,” kata Hendardi dalam keterangannya, Minggu (15/11).
Hendardi menyampaikan, pihak berwenang sejauh ini hanya menyampaikan imbauan agar dapat menerapkan protokol kesehatan. Padahal, tugas pemerintah adalah mengambil tindakan hukum.
“Sungguh peragaan tata kelola pemerintahan yang melukai para dokter dan perawat yang terus berjuang, para siswa-siswi sekolah yang sudah jenuh dengan belajar daring dan para korban PHK yang tidak bisa menggapai impiannya untuk terus bekerja, akibat ganasnya Covid-19,” cetus Hendardi.
Hendardi menuturkan, pembiaran atas kerumunan yang diciptakan oleh massa simpatisan Rizieq adalah bukti kegagapan Jokowi dalam kalkulasi politik yang menjebaknya. Dia memandang, Jokowi terjebat dalam politik akomodasi, karena merangkul Prabowo Subianto untuk masuk ke dalam jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju.
“Jika Jokowi tidak terjebak dalam politik akomodasi, seharusnya sebagai seorang presiden Jokowi segera memerintahkan Kapolri untuk menindak kerumunan, mempertegas dan menindaklanjuti kasus-kasus hukum yang melilit Rizieq. Serta memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk mendisiplinkan kepala daerah yang pasif membiarkan kerumunan dan seharusnya pula tidak membiarkan Bandara Soekarno Hatta lumpuh dan menyengsarakan ribuan warga,” cetus Hendardi.
Hendardi melanjutkan, sandera politik akomodasi dan kalkulasi politik pragmatis akan terus melilit Jokowi dan menjadi warna kebijakan-kebijakan politik pemerintahan hingga 2024 jika Jokowi tidak mengambil terobosan politik yang berpusat pada gagasan pengutamaan keselamatan, keadilan dan kesejahteraan rakyat.
“Bisa jadi stabilitas politik dan keamanan akan terjaga akan tetapi kepemimpinannya telah melahirkan preseden buruk sekaligus merusak demokrasi dan supremasi hukum, alih-alih mewariskan legacy,” pungkasnya.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini