KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji menyoroti aturan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kerap berubah-ubah, sehingga hal itu menyebabkan tata ruang yang ada kini pun menjadi ikut-ikutan tak jelas peruntukannya.
Kritik itu disampaikan Sutarmidji kepada awak media seusai menghadiri acara Konsultasi Publik Penyusunan dan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Kalbar tentang RTRW Provinsi Kalbar 2023 – 2043, Selasa (30/05/2023).
Sutarmidji lalu mencontohkan tentang kawasan hutan yang diubah menjadi kawasan peruntukan lain, dengan tanpa mengikuti RTRW yang sudah dibuat. Begitu juga pada kasus Wilayah Pertambangan Rakyat atau WPR di Kalbar, di mana Pemprov Kalbar harus bolak-balik ke Jakarta lantaran tuntutan birokrasi dan aturan.
“Misalnya nih, saya sudah tiga kali mengusulkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), waktu itu yang diusulkan 3 tempat ke kewenangan pada (kementerian) ESDM. Nah kemudian berubah aturan (usulan) kembali ke provinsi, tapi tidak mutlak provinsi menetapkan, tetap juga harus koordinasi ke ESDM, sama saja sebenarnya, cuma bolak balik itu,” kata dia.
Tak hanya soal fungsi-fungsi ruang yang ikut berubah karena “ketidakrigidan” aturan yang ada, namun parahnya juga, di dalam satu kementerian bisa memberikan konsesi lahan untuk bidang tertentu lebih dari satu kali, sehingga menjadi tumpang tindih.
“Jadi kita (pemerintah provinsi) yang repot, padahal sudah ada (pemilik konsesi),” ucapnya.
Sutarmidji menilai, kejelasan aturan tentang RTRW menjadi hal yang sangat krusial, terlebih jika itu berkaitan dengan ketahanan pangan yang kini menjadi konsentrasi dunia.
“Sekalipun sawit dengan minyak goreng bagian dari itu (pangan). Tapi yang paling penting itu kan beras, padi. Harus diatur, kan sawit dengan pertanian tidak boleh terlalu berdekatan pasti tidak produktif, nah ini yang harus diatur,” tegas mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu.
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura itu pun berharap, agar kedepannya pihak berwenang dapat mengatur secara jelas, di mana wilayah perkebunan dan dimana wilayah pertanian. Semua diatur secara jelas hingga pada jarak ideal antar keduanya.
“Itu harus rigid tidak boleh fleksibel,” terangnya.
Sutarmidji turut menjelaskan, hal yang sama juga berlaku untuk kawasan pelabuhan. Tidak boleh ada perubahan dalam penetapan wilayah atau kawasan pelabuhan.
“Nah saya berharap penyusunan RTRW kali ini betul-betul bisa menjawab kebutuhan sekarang, 20 tahun ke depan, dan ke depannya lagi. Ada peruntukan tertentu itu yang harus rigid, ada peruntukan tertentu bisa fleksibel, itu saja,” pungkasnya.
Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalbar, Iskandar Zulkarnaen menjelaskan, bahwa pihaknya telah menggarap proses revisi tata ruang wilayah sejak tahun 2022 lalu.
Dirinya pun menegaskan, bahwa prosesnya mengacu pada pedoman Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang.
“Itu sudah kita lakukan tahun 2022, sampailah tahun 2023 ini. Di tahun 2023 ini sudah sampai proses ke tataran tahap naskah akademik. Kita coba sinkronisasi dengan kabupaten/kota,” kata Iskandar.
“Kemarin sudah dilakukan, baik pola ruang dengan struktur ruangnya. Ditemukan lah daerah-daerah di kawasan perbatasan. Bagaimana kebutuhan dari kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan punya hubungan langsung secara daratan atau secara demografi itu kita sandingkan,” sambungnya.
Selain itu, dirinya pun menegaskan bahwa dalam proses revisi RTRW itu, pihaknya turut mensinergikan antara kebijakan nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Karena itu, lanjut dia, dilaksanakanlah konsultasi publik hari ini–yang salah satunya–untuk mengetahui kekurangan yang telah disusun sekaligus menyesuaikan kebutuhan kabupaten/kota.
“Di tahap konsultasi publik ini artinya kita menggali apa yang sudah kita gali, kita gelar. Kalau tidak sesuai, dikoreksi. Kalau sesuai atau kurang, maka ditambahkan. Itu yang kita inginkan dalam konsultasi publik ini,” kata Iskandar.
Dirinya turut menjelaskan, bahwa revisi RTRW itu telah didaftarkan Pemprov Kalbar ke dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) agar produk tersebut dapat dibahas dan disahkan menjadi perda oleh dewan.
“Kita sudah mendaftarkan ini dalam Prolegda, mendaftarkan produk ini ke dalam produk perda di dewan dan kita sudah mendapat jadwal. Kita kejar jadwalnya. Ada tahapan yang belum kita lakukan yakni Persub (Persutujuan Substansi) dari Kementerian ATR. Nanti di sana ada Linsek (Lintas Sektor) atau mensinkronkan dengan sektor-sektor kementerian baik kehutanan, kelautan dan sebagainya,” terang Iskandar.
Pasalnya, kata Iskandari lagi, saat ini RTRW mengintegrasikan semua kawasan, baik kawasan perairan, perikanan, dan sebagainya. Semuanya diintegrasikan dalam tata ruang, sehingga nantinya tidak ada lagi yang namanya kawasan kelautan dan sebagainya.
“Yang penting itu nanti setelah ini selesai di Kalbar, kita ajukan Linsek yang difasilitasi oleh Kementerian ATR. Nanti ada proses lagi. Target kita cepat selesai. Pola ruang ini dalam seminggu atau dua minggu kedepan kita selesaikan, kita masuk lagi ke konsultasi publik, kita bahas, kita usulkan Persub. Baru nanti kita uji lagi dalam Linsek, barulah nanti masuk ke dalam pembahasan Perda atau Raperda,” jelasnya.
“Insya Allah kita targetkan tahun ini. Karena UU Cipta Kerja menuntut kita harus (ada) percepatan, karena dasar UU Cipta Kerja yaitu tata ruang, dalam rangka memberikan perizinan,” pungkasnya.
Turut hadir pula dalam acara Konsultasi Publik Penyusunan dan Penetapan Raperda Provinsi Kalbar tentang RTRW Provinsi Kalbar 2023 – 2043 ini Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan, bupati/wali kota se-Kalbar, Forkopimda, Anggota DPRD, akademisi, dan para tamu lainnya. (Jau)
Comment