KalbarOnline, Pontianak – Tim pengawas dan polisi hutan Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Kalimantan, melakukan penyegelan 4 lokasi karhutla di Kalimantan Barat.
Lokasi tersebut yakni di PT MTI Unit 1 Jelai (1.151 hektare), PT CG (267 hektare), PT SUM (168,2 hektare) dan PT FWL (121,24 hektare).
Adapun tindak lanjut hasil verifikasi lapangan yang dilaksanakan, di samping penyegelan terhadap 4 areal konsesi perusahaan yang terjadi kebakaran, petugas juga melakukan pemasangan papan larangan kegiatan dan garis PPLH.
Dari situ, 1 perusahaan dilakukan proses penyelidikan dan 1 perusahaan telah direkomendasikan untuk diberikan sanksi administrasi paksaan pemerintah melalui kepala daerah.
Dalam penanganan karhutla, KLHK bersama dengan kepolisian dan Kejaksaan Agung telah membentuk Satgas Penegakan Hukum Terpadu Karhutla.
KLHK terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengefektifkan upaya penanganan karhutla termasuk dalam upaya penegakan hukum.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, dirinya sudah memerintahkan seluruh kantor Balai Gakkum baik di Sumatera maupun Kalimantan, untuk terus memonitor serta melakukan verifikasi lapangan dan penyelidikan atas terjadinya karhutla pada areal konsesi perusahaan maupun lokasi yang dikuasai oleh masyarakat.
“Instrumen penegakan hukum yang menjadi kewenangan KLHK akan digunakan untuk menindak tegas terhadap penanggung jawab usaha/kegiatan atas terjadinya kebakaran hutan dan lahan baik berupa pemberian sanksi administrasi hingga pencabutan izin gugatan perdata berupa ganti rugi pemulihan lingkungan hidup maupun penegakan hukum pidana,” jelas Rasio.
Ia melanjutkan, penyegelan ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan. Di mana bagi perusahaan yang lokasinya terjadi kebakaran dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk pembekuan dan pencabutan izin, serta digugat perdata terkait dengan ganti rugi lingkungan hidup, serta penegakan hukum pidana.
“Ancaman hukuman terkait dengan pembakaran hutan dan lahan berdasarkan Pasal 108 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah penjara maksimal 10 tahun serta denda maksimal 10 miliar rupiah,” terang Rasio.
Lebih lanjut Rasio menegaskan, bahwa penanggung jawab usaha/kegiatan agar tidak melakukan pembakaran lahan dalam pembukaan maupun pengolahan lahan atau tidak membiarkan terjadinya kebakaran lahan di lokasi usaha/kegiatannya dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle).
“Kebakaran hutan dan lahan sangat berdampak kepada kehidupan dan kesehatan masyarakat karena asap yang ditimbulkan, kerusakan lahan, kehilangan biodiversity dan menghambat komitmen pemerintah dalam pencapaian agenda perubahan iklim, khususnya pencapaian Folu Net Sink 2030,” kata Rasio.
Sementara itu, Direktur Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi LHK, Ardyanto Nugroho berkomitmen untuk menegakkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pelanggaran berdasarkan pengawasan yang telah dilakukan oleh Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan.
Disampaikan Ardyanto, karhutla merupakan kasus yang harua menjadi perhatian karena dampak terhadap lingkungan yang begitu besar, bahkan dapat menyebabkan polusi udara lintas negara.
PPLH, lanjutnya, akan terus menjalankan tugasnya dalam melakukan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan agar melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha.
“Sepanjang tahun 2023 ini, kami telah mengeluarkan 90 surat peringatan ke perusahaan,” tutup Ardyanto. (Indri)
Comment