KalbarOnline, Pontianak – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Barat (Kalbar) mulai menerapkan sekolah inklusi untuk SMA/SMK Negeri sederajat se-Kalbar pada tahun ajaran 2024 – 2025 ini.
Dalam praktiknya, sekolah inklusi ini dapat mengakomodasi dan mendampingi pengembangan anak berkebutuhan khusus dengan kuota 2 persen dari total 15 persen kuota jalur afirmasi. Artinya para pelajar berkebutuhan khusus ini, nantinya bisa belajar bersama pelajar reguler lainnya.
Kepala Disdikbud Kalbar, Rita Hastarita mengungkapkan, karena tahun ini merupakan pertama kalinya diterapkan sekolah inklusi, pihaknya masih membagi anak didik berkebutuhan khusus dengan kategori ringan hingga sedang.
Ia menambahkan, karena baru ada 27 sekolah yang telah memiliki guru pendamping untuk anak berkebutuhan khusus, maka baru 27 sekolah tersebut yang bisa menerima hingga kategori sedang. Sementara sisa sekolah yang lainnya, hanya akan menerima anak berkebutuhan khusus dengan kategori ringan.
“Nah karena (di luar 27 sekolah) belum ada guru pendamping. Hanya saja beberapa sekolah sudah mulai mencoba menerima, walaupun guru pendampingnya belum ada, kemarin SMAN 1 Sukadana sudah ada konsultasi. Itu luar biasa, kita apresiasi upaya dari SMAN 1 Sukadana. Karena kalau anaknya ke SLB dia jauh (sekolahnya), dia itu tunarungu, jadi dicoba dites, ternyata si anak bisa membaca gerakan mulut gurunya, dan Alhamdulillah bisa diterima,” ungkapnya kepada awak media, Senin (01/07/2024).
Pada dasarnya, Rita menjelaskan, setiap anak berkebutuhan khusus terlebih dahulu dilakukan asesmen sebelum masuk ke sekolah-sekolah reguler. Dari sana bisa diketahui, bahwa yang bersangkutan masuk kategori ringan, atau sedang.
“Jadi kuotanya (inklusi) sebanyak dua persen dari total 15 persen kuota jalur afirmasi atau kelompok rentan,” jelasnya.
Sampai saat ini, Rita mengatakan, dari 26 sekolah yang telah memiliki guru pendamping, total guru pendampingnya mencapai sekitar 58 guru. Guru pendamping ini sebelumnya telah mendapat pelatihan di Disdikbud Kalbar selama dua minggu.
Ke depan, pihaknya akan terus meningkatkan guru pendamping yang ada, agar sekolah inklusi yang bisa menerima anak berkebutuhan khusus hingga kategori sedang jumlahnya terus meningkat.
“Guru pendamping ini adalah guru-guru BK (bimbingan dan konseling), yang sebelumnya telah mendapat pelatihan untuk menjadi guru pendamping,” ujarnya.
Untuk proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK sendiri, menurut Rita, sejauh ini masih berjalan dengan lancar. Hanya saja di kuota jalur zonasi, pendaftarnya sempat melebihi kuota yang ada, atau mencapai sekitar 101 persen.
“Berarti ada satu persen yang kelebihan, hanya saja nanti, kan berlanjut prosesnya (pendaftaran), bisa saja karena prosesnya itu mereka setelah daftar zonasi, kalau tidak lolos bisa masuk ke jalur berikutnya, kemungkinan besar mereka masih bisa tertampung lah di jalur-jalur berikutnya,” pungkasnya. (Jau)
Comment