Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Kamis, 10 Juli 2025 |
KALBARONLINE.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di tubuh PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018–2023.
Salah satu nama besar yang ikut terseret adalah Riza Chalid, yang diketahui sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Merak (OTM).
“Dari hasil penyidikan yang dilakukan secara maraton, tim menyimpulkan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sebanyak sembilan tersangka,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung RI, Kamis, 10 Juli 2025.
Selain Riza Chalid, tersangka lainnya antara lain AN (mantan Vice President Supply dan Distribusi Pertamina 2011–2015), HB (mantan Direktur Pemasaran Niaga PT Pertamina 2014), serta lima nama lain dengan inisial TN, DS, AS, HW, MH, dan IP.
“Masing-masing tersangka tersebut telah melakukan berbagai penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dan perekonomian nasional,” tambah Qohar.
Riza Chalid bukan satu-satunya nama besar yang ditetapkan tersangka. Muhammad Kerry Adrianto Riza, putra dari Riza Chalid yang juga merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam gelombang sebelumnya.
Secara keseluruhan, Kejagung telah menetapkan 18 tersangka dalam perkara besar ini. Sembilan tersangka pertama terdiri dari enam pejabat Pertamina Sub Holding dan tiga dari pihak swasta.
Kejaksaan Agung sebelumnya juga telah menetapkan sembilan tersangka lain dalam kasus yang sama. Enam di antaranya berasal dari internal Pertamina, yakni Riva Siahaan yang menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), serta Yoki Firnandi yang merupakan Direktur PT Pertamina International Shipping.
Nama lainnya adalah Maya Kusmaya yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Patra Niaga, Edward Corne selaku Vice President Trading Operation PT Patra Niaga, dan Agus Purwono sebagai Vice President Feedstock Management PT KPI.
Sementara dari pihak swasta, penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Dimas Werhaspati yang menjabat Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, lalu Gading Ramadhan Joede yang merupakan Komisaris di dua perusahaan yakni PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, serta Muhammad Kerry Adrianto Riza yang diketahui sebagai anak dari Riza Chalid dan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.
Tak main-main, Kejagung menyebut total kerugian negara akibat dugaan korupsi ini menyentuh angka fantastis, yakni Rp193,7 triliun. Rinciannya meliputi kerugian dari ekspor minyak mentah dalam negeri sebesar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui perantara atau broker (DMUT) sebesar Rp2,7 triliun, serta kerugian dari impor BBM via broker yang ditaksir mencapai Rp9 triliun.
Selain itu, negara juga dirugikan akibat pemberian kompensasi sepanjang tahun 2023 yang mencapai Rp126 triliun, serta beban subsidi pada tahun yang sama yang tercatat sebesar Rp21 triliun. Semua angka tersebut menjadikan kasus ini sebagai salah satu skandal migas terbesar dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.
Seluruh tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Red)
KALBARONLINE.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di tubuh PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018–2023.
Salah satu nama besar yang ikut terseret adalah Riza Chalid, yang diketahui sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Merak (OTM).
“Dari hasil penyidikan yang dilakukan secara maraton, tim menyimpulkan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sebanyak sembilan tersangka,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung RI, Kamis, 10 Juli 2025.
Selain Riza Chalid, tersangka lainnya antara lain AN (mantan Vice President Supply dan Distribusi Pertamina 2011–2015), HB (mantan Direktur Pemasaran Niaga PT Pertamina 2014), serta lima nama lain dengan inisial TN, DS, AS, HW, MH, dan IP.
“Masing-masing tersangka tersebut telah melakukan berbagai penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dan perekonomian nasional,” tambah Qohar.
Riza Chalid bukan satu-satunya nama besar yang ditetapkan tersangka. Muhammad Kerry Adrianto Riza, putra dari Riza Chalid yang juga merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam gelombang sebelumnya.
Secara keseluruhan, Kejagung telah menetapkan 18 tersangka dalam perkara besar ini. Sembilan tersangka pertama terdiri dari enam pejabat Pertamina Sub Holding dan tiga dari pihak swasta.
Kejaksaan Agung sebelumnya juga telah menetapkan sembilan tersangka lain dalam kasus yang sama. Enam di antaranya berasal dari internal Pertamina, yakni Riva Siahaan yang menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), serta Yoki Firnandi yang merupakan Direktur PT Pertamina International Shipping.
Nama lainnya adalah Maya Kusmaya yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Patra Niaga, Edward Corne selaku Vice President Trading Operation PT Patra Niaga, dan Agus Purwono sebagai Vice President Feedstock Management PT KPI.
Sementara dari pihak swasta, penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Dimas Werhaspati yang menjabat Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, lalu Gading Ramadhan Joede yang merupakan Komisaris di dua perusahaan yakni PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, serta Muhammad Kerry Adrianto Riza yang diketahui sebagai anak dari Riza Chalid dan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.
Tak main-main, Kejagung menyebut total kerugian negara akibat dugaan korupsi ini menyentuh angka fantastis, yakni Rp193,7 triliun. Rinciannya meliputi kerugian dari ekspor minyak mentah dalam negeri sebesar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui perantara atau broker (DMUT) sebesar Rp2,7 triliun, serta kerugian dari impor BBM via broker yang ditaksir mencapai Rp9 triliun.
Selain itu, negara juga dirugikan akibat pemberian kompensasi sepanjang tahun 2023 yang mencapai Rp126 triliun, serta beban subsidi pada tahun yang sama yang tercatat sebesar Rp21 triliun. Semua angka tersebut menjadikan kasus ini sebagai salah satu skandal migas terbesar dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.
Seluruh tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Red)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini