Suami Korban, Rudianto: Proses Hukum Tetap Menjadi Patokan Utama Kami
KalbarOnline, Kubu Raya – Seorang pelajar Kelas X di salah sebuah SMA Negeri di Kubu Raya, EY (20), melakukan penganiayaan terhadap guru Sosiologinya yakni PR (33). Akibatnya, perempuan berhijab itu, mengalami luka lebam dan benjol di kening.
Perlakuan EY terhadap gurunya ini pun memantik keprihatinan banyak pihak. Seperti yang KalbarOnline lansir dari Pontianak.tribunnews.com, Kapolsek Kubu, Iptu Suharjo, mengungkapkan setelah memperoleh informasi ada pemukulan guru, dirinya langsung memerintahkan personel mendatangi lokasi kejadian.
PR dimintai keterangan, mendapat perawatan medis, dan visum atas tindak kekerasan yang dialaminya.
“Pertama kami mintai keterangan korban. Sehingga ia langsung membuat laporan. Kemudian kita menjemput pelaku. Tetapi, dikarenakan pelaku masih pelajar, tidak kita lakukan penahanan,” ujar Iptu Suharjo, Senin (19/6).
Dirinya menjelaskan, pemukulan terhadap guru PR berawal dari pembagian raport di sekolah pada Sabtu (18/6). EY kecewa dengan nilai di raportnya dan dinyatakan tidak naik kelas. Ini adalah untuk kali kedua, EY tidak naik kelas.
Melihat kenyataan itu, EY naik pitam. Usai pembagian raport, ia langsung mencari PR, guru sosiologinya. EY berasumsi bahwa dirinya tidak naik kelas karena nilai mata pelajaran Sosiologi yang rendah.
“EY ini kan sudah dua tahun tidak naik kelas. Ini kedua kalinya tidak naik. Merasa tak naik akibat nilai Sosiologinya yang terlalu rendah, ia marah sama gurunya,” tutur Kapolsek.
Kapolsek juga mengungkapkan bahwa EY mencari PR hingga ke Ruang Guru. Begitu melihat PR, EY langsung meraih kursi dan memukulkannya ke belakang kepala PR. Namun, hantaman kursi itu berhasil ditangkis PR.
Merasa tak puas, EY melayangkan pukulan telak ke wajah gurunya. Pukulan telak itu menghantam kening PR hingga lebam dan benjol. Saat EY dimintai keterangan, orangtuanya datang menghadap petugas. Orangtua EY mengaku sangat malu dan kesal dengan tindakan yang telah dilakukan anaknya itu karena sudah di luar batas.
“Sudah berbuat kurang ajar kepada gurunya,” terang Kapolsek.
Informasi yang diterima kepolisian dari sejumlah guru dan teman EY, dirinya memang kurang menguasai mata pelajaran di kelas. Bahkan terbilang nakal di sekolah.
“Katanya terlapor ini memang agak kurang menguasai pelajaran dan nakal,” tukas Kapolsek.
EY disangka melanggar pasal 351 ayat 1 (1) KUHP. Sejumlah barang bukti juga sudah diamankan. Diantaranya kemeja bermotif batik tanpa merk, bangku tanpa sandaran. Saksi-saksi juga sudah dimintai keterangan.
“Dalam kasus ini, kita akan menindaklanjutinya dengan melaksanakan gelar perkara, penyitaan barang bukti, dan sidik tuntas,” tandas Kapolsek.
Sementara keluarga PR sendiri menginginkan kasus tindak kekerasan ini, terus berlanjut. Hal ini penting agar dapat menjadi efek jera bagi EY dan jadi perhatian bagi siswa lainnya.
“Kalau kami, pada intinya tetap menjunjung tinggi proses hukum yang berlangsung. Yang kami inginkan, meski kami, selaku guru yang selalu bersikap lemah lembut, tapi kami juga bisa keras,” ujar suami PR, Rudianto.
Oleh sebab itu, dirinya meminta semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Sebab pihaknya, sejak awal kejadian memang langsung melaporkannya kepada pihak Kepolisian.
Rudianto mengaku, EY dan kedua orangtuanya sudah mendatangi dirinya. Mereka meminta maaf atas prilaku EY.
“Orangtuanya sudah datang ke kami meminta maaf. Tapi kami tidak berbuat apa-apa, proses hokum tetap menjadi patokan utama dalam penyelesaiannya. Kami harap tidak ada pihak ketiga yang mencampuri urusan ini. Agar tidak semakin runyam,” tegas Rudianto.
Menurutnya, hal utama dalam kejadian ini, supaya tak ada lagi siswa yang berani terhadap guru. Apalagi sampai melakukan tindak kekerasan. Terutama bagi EY sendiri.
“Sebab kalau dibiarkan khawatirnya ini akan berlanjut dan jadi momok yang merusak di masyarakat,” tegasnya.
Awak media juga melakukan konfirmasi kepada pihak sekolah, namun Kepala Sekolah, Wagiah malah mengatakan sebaliknya. Kasus penganiayaan ini sudah selesai karena kedua pihak berdamai.
“Ya, memang ada. Tapi semuanya sudah selesai. Antara dua belah pihak sudah damai. Dan kemarin sudah ke kepolisian,” kata sang Kepala Sekolah.
Wagiah menuturkan permasalahan ini sudah ditangani oleh pihak terkait. Tidak ada masalah apapun.
“Kita pihak sekolah ingin semuanya selesai. Makanya kita harap ini tak dibesarkan lagi dengan masuk ke media. Sebab, dua belah pihak sudah berdamai. Silakan hubungi saja yang korban atau suaminya,” sarannya.
Sementara Kepala Bidang Pendidikan SMA, Dinas Pendidikan Kubu Raya, Firdaus Alqadrie, mengaku baru mendengar berita pemukulan siswa terhadap gurunya dari pemberitaan awak media.
Dirinya mengaku prihatin dan kaget.
“Saya belum tahu informasi ini. Baru dengar kejadiannya,” kata Firdaus.
Firdaus juga belum bisa memberikan penjelasan langkah apa yang akan diambil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kubu Raya, terkait kasus ini. Apalagi menurutnya, jenjang pendidikan SMA menjadi ranah provinsi.
“Wah ini di luar yurisdiksi kabupaten. Udah kewenangan provinsi,” terang Firdaus.
Tak sampai disitu, awak media juga melakukan konfirmasi langsung kepada Kepala Dinas Pendidikan Kalbar, Alexius Akim.
Dirinya mengaku prihatin atas peritiwa ini. Namun, ia belum mendapatkan laporan resmi terkait kasus penganiayaan guru oleh muridnya ini.
“Saya belum mendapat laporan resmi dari sekolah yang bersangkutan. Saya akan panggil kepala sekolah untuk menanyakan apa sebetulnya yang sedang terjadi. Nanti kalau sudah diketahui tentang kejadian sebenarnya baru kita akan membuat langkah-langkah apa yang harus dilakukan,” tegas Akim.
Namun, seandainya betul-betul terjadi, Akim mengaku sangat prihatin. Menurutnya kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan karena akan menjadi trend atau model di masa mendatang.
“Kita akan lihat kasusnya dulu. Kita pelajari. Seandainya memang sudah tidak bisa ditolerir, sebaiknya kita selesaikan dengan kacamata hukum. Sebab guru dalam melaksanakan tugasnya sudah dilindungi Undang-undang. Apalagi guru yang bersangkutan sedang melaksanakan tugas,” urainya.
Kasus kekerasan yang menimpa PR ini juga memantik keprihatinan dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
“Yang jelaskan kita sangat prihatin. Kenapa pendidikan sekarang ini seolah-olah seperti ada kesan tidak ada lagi penghargaan kepada guru,” tukas Ketua PGRI Kalbar, Prof Samion.
Kasus ini menurutnya, akibat anggapan tabu kalau guru memberikan bimbingan dan menegakkan disiplin kepada siswanya.
“Inilah puncak dari perlakuan guru yang acuh, karena tidak bisa berbuat menegakkan disiplin, sehingga perilaku anak tidak karuan. Bahkan cenderung brutal terhadap gurunya sendiri,” tudingnya.
Menurut Samion harus ada upaya bersama. Merujuk pada kejadian ini, Samion berharap setiap kabupaten/kota di Kalbar bisa membuat Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Guru. Seperti yang dilakukan Pemkot dan DPRD Kota Pontianak.
“Saya harap semua kabupaten/kota bisa membuat seperti Kota Pontianak dan menjangkit semua pada daerah lain. Dengan adanya Perda Perlindungan Guru, maka itu bentuk untuk guru menegakkan disiplin,” jelasnya.
Uang terjadi di Kubu Raya ini, lanjutnya, adalah puncak dari penegakan disiplin yang sangat lemah di sekolah. Hal itu terjadi karena guru tidak berani memberikan teguran. Apalagi kontak fisik, karena selalu salah di mata orangtua dan sebagainya.
“Jadi satu-satunya ciri negara berkembang adalah dalam menegakan disiplin harus ada sentuhan sedikit. Apalagi di sekolah. Jangan hanya pikir di zaman reformasi ini tidak boleh kontak fisik. Nah kejadian ini merupakan gunung es yang meledak, akibat guru yang acuh. Tidak bisa menegakan disiplin,” tandasnya. (Fai)
Comment