Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Senin, 01 April 2019 |
KalbarOnline, Sanggau
– Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji didampingi Bupati Sanggau, Paolus
Hadi menyerahkan sertifikat pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL) kepada
masyarakat adat yang ada di Kabupaten Sanggau.
“Penyerahan sertifikat ini merupakan bentuk perhatian
pemerintah terhadap hak-hak masyarakat atas tanah. Adanya sertifikat ini untuk
melindungi tanah masyarakat (mereka), hak tanah mereka dilindungi oleh
undang-undang, jadi kalau ada yang bilang ini bagi-bagi lahan itu salah besar,”
ujar Sutarmidji usai menghadiri Musyawarah Adat Besar Tiong Kandang di
Ketemenggungan Desa Tae, Kecamatan Balai, Kabupaten Sanggau, Sabtu (30/3/2019).
Sutarmidji mengatakan realisasi perizinan perhutanan sosial
yang telah terbit di Provinsi Kalbar salah satu yang perlu didorong adalah
terkait hutan adat. Kendala yang dihadapi dalam penentuan hukum adat, kata dia,
adalah mengharuskan adanya produk hukum daerah yang mengakui masyarakat hukum
adat tersebut yaitu berupa peraturan daerah untuk hutan adat yang berada dalam
kawasan hutan dan peraturan/keputusan bupati untuk hutan adat yang berada di
luar kawasan hutan.
“Sampai dengan akhir 2018, baru 4 kabupaten yang memiliki
Perda Pengakuan Masyarakat Hukum adat, yakni Kabupaten Sanggau, Sintang, Landak
dan Melawi. Proses penerbitan Perda ini di kabupaten lainnya perlu segera
didorong dalam rangka percepatan pengakuan hak wilayah adat, khususnya yang
berada di dalam kawasan hutan,” tukasnya.
Ia mengatakan untuk Kabupaten Sanggau sendiri, hingga saat
ini telah diterbitkan sebanyak 15 akses kelola perhutanan sosial dengan total
luasan 12.104,68 hektar. Adapun perizinan perhutanan sosial terdiri dari 10 unit
HKM dengan luas 8.465,00 hektar, 3 unit HTR dengan luas 799,68 hektar dan 2
unit di antaranya merupakan hutan adat dengan luas mencapai 2.840,00 hektar.
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura ini turut menegaskan
bahwa pembangunan pedesaan merupakan salah satu fokus utama Pemprov Kalbar
dalam rangka mendongkrak IPM yang saat ini berada pada angka 66 persen.
Mantan Wali Kota Pontianak ini berujar angka tersebut masih
cukup jauh dari rata-rata IPM nasional yang berada pada kisaran 70-71 persen
sehingga menempatkan Kalbar pada peringkat 29 dari 34 provinsi se-Indonesia.
“Dari 2.036 desa yang berada di Provinsi Kalbar, baru 1 desa
yang terklasifikasi sebagai Desa Mandiri yakni di Desa Sutera, Kabupaten Kayong
Utara. Ini berarti, sebagian desa di Kalbar berstatus tertinggal dan sangat
tertinggal,” jelasnya.
Fakta menunjukkan bahwa ketertinggalan atau tingginya angka
kemiskinan di wilayah perdesaan dipicu karena rendahnya akses masyarakat atas kepemilikan
dan penguasa lahan. Keterbatasan akses terhadap lahan tersebut telah memicu
semakin banyaknya konflik terkait tenurial.
Menyikapi hal tersebut, maka Pemerintahan Presiden Joko Widodo
telah menetapkan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) sebagai agenda
prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah.
“Kebijakan RAPS ini dicanangkan sebagai langkah untuk
memberikan akses legal kepada masyarakat terhadap hutan dan lahan dalam rangka
pemerataan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pembangunan,” jelasnya.
Kebijakan RAPS juga diselenggarakan dalam rangka mengatasi
ketimpangan dan penyelesaian kasus agraria, termasuk untuk mengatasi kemiskinan
di perdesaan dan memperluas akses kredit untuk rakyat.
Melalui program perhutanan sosial masyarakat diberikan
peluang untuk mengelola sumberdaya hutan secara sah dengan skema Hutan Desa,
Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Hak/Hutan Adat dan Kemitraan
Kehutanan.
Program perhutanan sosial sendiri digalakkan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang bermukim di dalam dan
sekitar kawasan hutan. Kebijakan ini didasari fakta bahwa sebagian lahan kelola
masyarakat berada pada kawasan hutan sehingga aktivitas masyarakat dianggap ‘illegal’
dan masyarakat diberi label sebagai ‘perambah’.
Berdasarkan hasil telaahan yang telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar terdapat 718 desa yang terindikasi berada pada kawasan hutan. Seperti diketahui bersama bahwa kawasan hutan merupakan hutan negara yang tidak dapat menjadi hak milik atau disertifikatkan.
Pemerintah melalui Kementerian/Lembaga terkait telah mengalokasi target nasional seluas 12,7 juta hektar untuk perhutanan sosial dan 9 juta hektar untuk reforma agraria melalui program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) hingga tahun 2019. (*/Fai)
KalbarOnline, Sanggau
– Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji didampingi Bupati Sanggau, Paolus
Hadi menyerahkan sertifikat pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL) kepada
masyarakat adat yang ada di Kabupaten Sanggau.
“Penyerahan sertifikat ini merupakan bentuk perhatian
pemerintah terhadap hak-hak masyarakat atas tanah. Adanya sertifikat ini untuk
melindungi tanah masyarakat (mereka), hak tanah mereka dilindungi oleh
undang-undang, jadi kalau ada yang bilang ini bagi-bagi lahan itu salah besar,”
ujar Sutarmidji usai menghadiri Musyawarah Adat Besar Tiong Kandang di
Ketemenggungan Desa Tae, Kecamatan Balai, Kabupaten Sanggau, Sabtu (30/3/2019).
Sutarmidji mengatakan realisasi perizinan perhutanan sosial
yang telah terbit di Provinsi Kalbar salah satu yang perlu didorong adalah
terkait hutan adat. Kendala yang dihadapi dalam penentuan hukum adat, kata dia,
adalah mengharuskan adanya produk hukum daerah yang mengakui masyarakat hukum
adat tersebut yaitu berupa peraturan daerah untuk hutan adat yang berada dalam
kawasan hutan dan peraturan/keputusan bupati untuk hutan adat yang berada di
luar kawasan hutan.
“Sampai dengan akhir 2018, baru 4 kabupaten yang memiliki
Perda Pengakuan Masyarakat Hukum adat, yakni Kabupaten Sanggau, Sintang, Landak
dan Melawi. Proses penerbitan Perda ini di kabupaten lainnya perlu segera
didorong dalam rangka percepatan pengakuan hak wilayah adat, khususnya yang
berada di dalam kawasan hutan,” tukasnya.
Ia mengatakan untuk Kabupaten Sanggau sendiri, hingga saat
ini telah diterbitkan sebanyak 15 akses kelola perhutanan sosial dengan total
luasan 12.104,68 hektar. Adapun perizinan perhutanan sosial terdiri dari 10 unit
HKM dengan luas 8.465,00 hektar, 3 unit HTR dengan luas 799,68 hektar dan 2
unit di antaranya merupakan hutan adat dengan luas mencapai 2.840,00 hektar.
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura ini turut menegaskan
bahwa pembangunan pedesaan merupakan salah satu fokus utama Pemprov Kalbar
dalam rangka mendongkrak IPM yang saat ini berada pada angka 66 persen.
Mantan Wali Kota Pontianak ini berujar angka tersebut masih
cukup jauh dari rata-rata IPM nasional yang berada pada kisaran 70-71 persen
sehingga menempatkan Kalbar pada peringkat 29 dari 34 provinsi se-Indonesia.
“Dari 2.036 desa yang berada di Provinsi Kalbar, baru 1 desa
yang terklasifikasi sebagai Desa Mandiri yakni di Desa Sutera, Kabupaten Kayong
Utara. Ini berarti, sebagian desa di Kalbar berstatus tertinggal dan sangat
tertinggal,” jelasnya.
Fakta menunjukkan bahwa ketertinggalan atau tingginya angka
kemiskinan di wilayah perdesaan dipicu karena rendahnya akses masyarakat atas kepemilikan
dan penguasa lahan. Keterbatasan akses terhadap lahan tersebut telah memicu
semakin banyaknya konflik terkait tenurial.
Menyikapi hal tersebut, maka Pemerintahan Presiden Joko Widodo
telah menetapkan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) sebagai agenda
prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah.
“Kebijakan RAPS ini dicanangkan sebagai langkah untuk
memberikan akses legal kepada masyarakat terhadap hutan dan lahan dalam rangka
pemerataan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pembangunan,” jelasnya.
Kebijakan RAPS juga diselenggarakan dalam rangka mengatasi
ketimpangan dan penyelesaian kasus agraria, termasuk untuk mengatasi kemiskinan
di perdesaan dan memperluas akses kredit untuk rakyat.
Melalui program perhutanan sosial masyarakat diberikan
peluang untuk mengelola sumberdaya hutan secara sah dengan skema Hutan Desa,
Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Hak/Hutan Adat dan Kemitraan
Kehutanan.
Program perhutanan sosial sendiri digalakkan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang bermukim di dalam dan
sekitar kawasan hutan. Kebijakan ini didasari fakta bahwa sebagian lahan kelola
masyarakat berada pada kawasan hutan sehingga aktivitas masyarakat dianggap ‘illegal’
dan masyarakat diberi label sebagai ‘perambah’.
Berdasarkan hasil telaahan yang telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar terdapat 718 desa yang terindikasi berada pada kawasan hutan. Seperti diketahui bersama bahwa kawasan hutan merupakan hutan negara yang tidak dapat menjadi hak milik atau disertifikatkan.
Pemerintah melalui Kementerian/Lembaga terkait telah mengalokasi target nasional seluas 12,7 juta hektar untuk perhutanan sosial dan 9 juta hektar untuk reforma agraria melalui program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) hingga tahun 2019. (*/Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini