Pontianak    

Sutarmidji Beberkan Sejumlah Penyebab Kalbar Minim Desa Mandiri

Oleh : Jauhari Fatria
Sabtu, 11 Mei 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji membeberkan sejumlah hal yang

menjadi penyebab minimnya desa mandiri di Provinsi Kalimantan Barat. Bagaimana tidak,

dari 2.031 desa yang ada di Kalbar, hanya terdapat satu desa mandiri yakni Desa

Sutera yang terletak di Kabupaten Kayong Utara.

Tenaga Pendamping Tak

Paham Konsep Desa Mandiri

Salah satu penyebabnya yakni tenaga pendamping yang

menurutnya tak sepenuhnya memahami konsep desa mandiri yang terdiri dari 52

indikator di dalamnya.

“Banyak tenaga pendamping yang tak paham apa itu desa

mandiri. Apalagi memahami 52 indikator dari desa mandiri itu. Masa dari 2.031

desa di Kalbar hanya ada satu desa mandiri. Pendamping mungkin tak paham apa

yang bisa dilakukan untuk mengisi indikator-indikator dalam desa mandiri

sehingga desa yang didampinginya itu bisa menjadi desa mandiri,” ujarnya saat

diwawancarai di Pontianak, Jumat (10/5/2019).

Midji lantas mencontohkan, misalnya di Kabupaten Kubu Raya

dan Mempawah. Harusnya menurut dia, sejumlah desa yang berada di dua kabupaten

tersebut bisa menjadi desa mandiri. Terlebih lagi desa yang berbatasan dengan

kota, harusnya menurut dia, sudah menjadi desa mandiri.

“Di Kubu Raya dan Mempawah misalnya, harusnya desa yang berbatasan

dengan kota sudah jadi desa mandiri. Kemudian yang berada dalam pusat kota Kubu

Raya dan Mempawah, harusnya bisa menjadi desa mandiri. Harusnya jadi desa

mandiri. Tapi mungkin pendampingnya tak paham apa itu desa mandiri,” jelasnya.

Penanganan Desa Tak

Terkoordinir Dengan Baik

Selain tenaga pendamping, penanganan desa yang tak

terkoordinir dengan baik dalam menyelesaikan persoalan desa turut menjadi

penyebab minimnya desa mandiri di Kalbar.

Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura itu menjelaskan, untuk

menciptakan desa mandiri setidaknya ada 52 indikator yang harus dipenuhi dan

menurutnya indikator tersebut sangat berat untuk dicapai jika hanya berpangku

pada dana desa yang kurang lebih mencapai Rp2 miliar.

“Desa itu ada lima klasifikasi yaitu desa mandiri, desa

maju, desa berkembang, desa tertinggal dan desa sangat tertinggal. Dana desa

saat ini paling tinggi hanya Rp2 miliar. Dengan dana yang terbatas itu sampai

kiamat pun tak akan bisa menjadikan suatu desa sangat tertinggal menjadi desa

mandiri. Karena, desa mandiri itu ada 52 indikator dan indikatornya berat,” tukasnya.

Terbitkan SK Gubernur

Sebagai Acuan Penanganan Indikator Desa Mandiri

Agar penanganan desa terkoordinir dengan baik, dirinya saat

ini tengah menyiapkan SK Gubernur sebagai acuan bagi pemerintah provinsi,

kabupaten dan desa untuk menangani indikator-indikator desa mandiri.

“Jadi desa menangani 17 indikator, kabupaten menangani 15

indikator dan pemerintah provinsi akan menangani 15 indikator yang berat,”

jelasnya.

“Kalau ada sinergi antara desa, kabupaten dan provinsi dalam

hal memperbaiki indeks desa membangun (IDM) atau menciptakan desa mandiri, maka

akan banyak tercipta desa mandiri di Kalbar,” timpalnya.

Persepsi Kepala

Daerah Soal Dana Desa

Persoalan lainnya, menurut Midji terjadi pada persepsi atau

pola pikir kepala daerah tingkat II yang hanya berpangku pada dana desa untuk

membangunan desa.

“Banyak kepala daerah yang hanya berpangku pada dana desa.

Padahal dana desa yang jumlahnya seperti itu, kalau digunakan untuk pembangunan

jalan sepanjang tiga kilometer saja sudah habis dan tak bisa digunakan untuk

hal lain. Sudah tentu tak akan menyelesaikan persoalan desa,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa 52 indikator desa mandiri itu tak akan

mungkin diselesaikan dengan menggunakan dana desa yang ada.

“Dana desa itu jangan dibiarkan untuk menyelesaikan 52

indikator desa mandiri, itu tidak akan mungkin. Sampai kiamat pun tidak akan

selesai,” tegasnya.

Stigma Kepala Desa

Soal Desa Mandiri

Selain itu, yang tak kalah memperumit persoalan desa yakni

ada pada Kepala Desa itu sendiri. Midji berujar, banyak Kepala Desa yang enggan

mengubah desanya menjadi desa mandiri lantaran takut dana desa yang diterimanya

dikurangi pemerintah lantaran dinilai telah menjadi desa mandiri.

“Itu salah. Mohon Kepala Desa ubah pola pikirnya. Harusnya

berlomba-lomba mengubah status desanya yang sebelumnya tertinggal menjadi desa

berkembang atau desa maju bahkan menjadi desa mandiri. Nanti saya akan

sampaikan ke Presiden jika ada desa tertinggal yang kemudian berubah menjadi

desa mandiri untuk diberikan insentif atau dana desanya ditambah, sehingga

semuanya berlomba-lomba dan semangat menuju desa mandiri,” tukasnya.

“Karena sekarang ini, kalau sudah jadi desa mandiri, dananya

malah dikurangi. Itu salah sebenarnya. Harusnya kalau suatu desa berhasil

mengubah statusnya dari desa tertinggal menjadi desa mandiri, dana desanya

seharusnya ditambah bukan dikurangi. Apalagi stigma desa tertinggal lebih

banyak menerima anggaran sudah tertanam dalam pola pikir, sehingga lebih

memilih menjadi desa tertinggal, itu salah,” timpalnya.

Menyikapi hal itu, Midji menegaskan tak akan memberikan

perhatian lebih kepada desa yang tak serius untuk mengubah klasifikasi desanya

menjadi lebih baik.

“Saya terus terang saja. Kalau desanya tak serius untuk

berubah jadi desa yang lebih baik, saya tak akan sentuh. Tapi kalau yang mau

berubah kita akan perhatikan. Tahun depan saja kita akan memberikan bonus

kepada 10 BUMDes yang pengelolaannya baik. Akan kita berikan bonus berupa

anggaran, paling tinggi bisa sampai Rp100 juta dan anggaran itu diberikan untuk

tambahan modal BUMDes agar semakin bersemangat,” tukasnya.

“Kementerian Desa harusnya melakukan suatu perubahan, desa

yang statusnya berubah dari desa tertinggal menjadi desa berkembang, harusnya

dana yang diberikan meningkat. Supaya desa tersebut lebih cepat lagi berubah

statusnya ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian kalau statusnya sudah menjadi

desa mandiri, dananya juga harus meningkat agar kemandirian desa tersebut betul-betul

paripurna. Yang terjadi sekarang justru sebaliknya, tentu pemerintah desa tidak

mau seperti itu, sampai kiamat pun tak akan selesai persoalan desa,”

pungkasnya. (Fat)

Artikel Selanjutnya
Sutarmidji : Desa Mandiri Berat, Dana Desa Tak Akan Mampu
Sabtu, 11 Mei 2019
Artikel Sebelumnya
Hari Kelima Ramadhan, Umat Muslim Sekadau Semakin Semangat Laksanakan Ibadah
Sabtu, 11 Mei 2019

Berita terkait