Pontianak    

Sutarmidji Pastikan Kelangkaan Elpiji Melon Bukan Karena Perbaikan Jembatan : 1000 Persen Tak Masuk Akal

Oleh : Jauhari Fatria
Jumat, 01 November 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

Sutarmidji : Jaringan

distribusinya tak transparan

KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji memastikan kelangkaan elpiji tabung kilogram alias elpiji melon bukan dikarenakan perbaikan Jembatan Kapuas II sehingga menyebabkan terhambatnya distribusi elpiji. Sutarmidji menyebut alasan Pertamina tersebut tidak masuk akal.

“Saya pastikan 1000 persen tak masuk akal. Yang namanya agen

gas elpiji itu kan ada gudang. Yang jelas indikasinya, jatah (elpiji) satu

daerah dikirim ke daerah lain, itu sebenarnya,” ujarnya saat diwawancarai awak

media usai menerima pihak Pertamina di ruang kerjanya, Jumat (1/11/2019).

Midji juga menyebut, terjadinya kelangkaan gas elpiji ini diduga

terjadi permainan oleh pangkalan yang mendistribusikan elpiji bersubsidi

tersebut ke rumah-rumah makan yang tak layak menggunakan gas bersubsidi.

“Kemudian, ada permainan dari agen dengan pangkalan, pemain

khususnya pangkalan, di mana dia mendistribusikan elpijinya ke rumah makan yang

tak layak menggunakan gas subsidi. Misalnya satu rumah makan bisa dapat 30-40

tabung, kalau ada 10 rumah makan saja seperti itu. Nah, inikan permainannya ada

di pangkalan, harusnya ditindak,” tukasnya.

Menurutnya, hal ini tidak akan terjadi jika distribusi

elpiji yang dilakukan, secara benar dan transparan. Pertamina, kata dia, harus

mampu mendeteksi setiap jaringannya mulai dari agen, pangkalan hingga pengecer.

“Pokoknya kalau distribusinya benar, agen membawahi

pangkalan, pangkalan berurusan dengan pengecer, harusnya jaringan mereka

terdeteksi oleh pertamina. Misalnya di Pal 9 terjadi kelangkaan elpiji, Pertamina

harus cari tahu siapa pangkalannya, kenapa langka, kenapa baru sekarang? Kalau alasan

jembatan, kenapa SPBU tidak ada masalah? Kalau distribusi elpiji terganggu

karena perbaikan jembatan, harusnya SPBU juga terganggu. Jadi itu alasan yang

tidak masuk akal. Nah itulah kerjaan mereka,” tegasnya.

“Pokoknya jarangan distribusi mereka tidak transparan. Saya minta

Pertamina, kalau misalnya di wilayah satu agen terjadi kelangkaan, berikan

mereka sanksi. Peringatan pertama diikuti dengan pengurangan kuota 25 persen,

alihkan 25 persen tersebut ke jaringan (pangkalan) lain yang ada di wilayah

itu, atau 25 persen ini dibuat operasi pasar. Begitu ada langka lagi, berikan

peringatan kedua, kurangi lagi kuotanya 25 persen. Kemudian peringatan ketiga,

cabut, harus cabut. Kalau tidak, sampai kapanpun tidak akan selesai urusan

begini. Bukan urusan susah sebenarnya,” timpalnya.

Midji juga menyatakan bahwa data kuota gas elpiji dari

Pemprov Kalbar kepada Pertamina sudah benar. Sebab, kelangkaan elpiji tidak

terjadi setiap saat alias hanya terjadi sesekali. Yang jadi masalah, kata dia,

ada permainan.

“Masalahnya, data itu sudah benar. Karena kelangkaan ini tidak

terjadi setiap saat, hanya sesekali saja orang ngantri. Artinya, ada permainan.

Semuanya sudah diatur, kalau data yang kita sampaikan tidak sesuai, harusnya

kelangkaan terjadi sepanjang waktu, ini kan waktu-waktu tertentu saja, harusnya

bisa diantisipasi dengan operasi pasar,” imbuhnya.

Menurutnya, kuota pasokan elpiji sudah cukup bahkan lebih. Hanya

saja terjadi permainan, sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan.

“Saya rasa soal kuota lebih, cuma pasti ada (permainan),

kita lihat nanti, ada hal-hal yang lebih tak beres lagi. Karena kemarin itu ada

tabung gas kosong dari Sungai Raya dalam dibawa ke Kuala Dua. Untuk apa? Indikasinya

kan pengoplosan. Kita belum tahu nih tempatnya di mana, kalau dapat atau

ketahuan nanti kita lihat,” tegasnya lagi.

Ia menilai setiap kali ada disparitas harga antara subsidi

dengan non subsidi yang terlalu jauh, maka di situ akan ada spekulan sehingga

terjadi kelangkaan. Misalkan solar, kata Midji, pasokannya melebihi dari yang

diperkirakan. Tapi karena ada disparitas harga antara subsidi dengan non

subsidi, maka akhirnya jadi terjadi antrian.

“Sebelumnya selisih cuma Rp1.000 sampai Rp2.000 tidak ada

yang ngantri. Berarti itu ngantri cuma untuk ngambil saja, kemudian jual

kembali,” ungkap Midji.

Midji pun mencontohkan, truk bermuatan 100 liter, kalau

ambil untung Rp3 ribu per liter berarti ada Rp300 ribu total keuntungannya. Jika

keuntungan tersebut bisa dua kali lipat, maka Midji menilai pelaku ngantri ini

tidak perlu ngambil barang atau usaha lain, sebab sudah mendapat untung banyak.

“Sama juga dengan elpiji begitu. Belum lagi ada tiga rumah

makan kemarin menggunakan 90 tabung gas subsidi. Bayangkan, itu untuk 90 rumah

tangga tapi dipakai tiga rumah makan, kedapatan razia oleh Pol-PP dan Diskumdag.

Saya minta hubungi Polisi, kalau terjadi demikian. Itu kan termasuk kejahatan

ekonomi karena menjual dari HET (Harga Eceran Tertinggi), proses. Kapok orang,

percayalah,” tandasnya. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Elpiji Melon Mahal, Suryadi : Pemkab Ketapang Jangan Tunggu Masyarakat Marah
Kamis, 31 Oktober 2019
Artikel Sebelumnya
Kapolsek Nanga Mahap Hadiri Penyaluran Bantuan Sosial BPNT
Kamis, 31 Oktober 2019

Berita terkait