KalbarOnline.com – Aksi Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau akrab disapa Risma yang getol blusukan di Jakarta mendapat beragam tanggapan dari publik.
Sebagian kalangan memberikan apresiasi terhadap Risma. Seraya menganggap, sebagai bukti, Risma pejabat publik yang tidak saja bekerja diatas meja melainkan juga turun ke bawah untuk melihat realitas empirik masalah yang terjadi.
Tetapi sebagian lain menilai, langkah Risma tersebut tidak tepat. Sebagai Mensos, sebaiknya prioritas kerja Risma mewujudkan keadilan sosial dan ketimpangan sosial.
Peneliti Literasi Demokrasi Indonesia, Achmad Fachrudin berpendapat, hak Risma untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang diinginkan, termasuk bagaimana cara mengekpresikannya. Yang jelas, menurutnya saat menjadi walikota Surabaya, Risma memiliki style kepemimpinan agak tegas, ekspressif dan melankolis.
“Dalam kontek Surabaya, barangkali gaya atau karakter kepemimpinan Risma sangat cocok, dan tidak menimbulkan tanggapan beragam dari masyarakatnya. Salah satu penyebabnya adalah kultur atau etnis Surabaya yang relatif homogen. Hal ini berbeda dengan Jakarta, yang komposisi penduduknya sangat heterogen dan plural.” kata Fachrudin kepada Indopolitika, Rabu, (6/1/2021).
Menurutnya, manakala Risma tetap mempertahankan style dan metode kepemimpinannya, diperkirakan akan banyak menimbulkan beragam respon, kontroversi dan pro kontra dari berbagai elemen dan komponen masyarakat, baik melalui media konvensional maupun non konvensional, terutama media sosial.
“Manuver Risma tersebut berpotensi menaikkan suhu politik lokal dan nasional, secara khusus pada relasinya antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terutama dengan Gubernur DKI Anies Baswedan. Bahkan bisa menimbulkan benturan komunikasi head to head menghadapkan Risma versus Anies, dan bisa saja melibatkan kalangan pendukungnya,” tambahnya.
Sebagai gubernur, Fachrudin menilai, Anies pasti sudah membaca dan memahami konstelasi dan konfigurasi politik semacam ini. Namun nampaknya Anies akan lebih fokus menjalankan tugas dan fungsinya sebagai gubernur, dan menyelesaikan problem pokok yang dihadapi Jakarta saat ini, seperti mengatasi penyebaran pandemi Covid-19 dan melanjutkan program strategis atau unggulan lainnya di sekitar dua tahun terakhir masa jabatannya.
Mantan Anggota Bawaslu DKI ini menanggap, apa yang dilakukan oleh Risma berbeda dengan pakem kepemimpinan elit politik selama ini.
“Untuk sebagian, apa yang dipertontonkan oleh Risma menjadi daya tarik sendiri bagi sebagian media dan dianggap merupakan konsumsi empuk yang dibidik konsumen media. Sekalipun jika hal semacam ini terus dipertontonkan namun tanpa hasil nyata yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, berpotensi menimbulkan counter productive berupa kebosanan dan kekecawaan publik.” ungkapnya.
Sedangkan Anies, menurut Fachrudin cenderung mengedepankan kepemimpinan law profile namun lebih ditunjukkan dengan segudang prestasi. Biasanya, prestasi semacam yang diraih oleh Anies, diakui dan dirasakan secara nyata manfaatnya oleh publik namun kurang menarik untuk diliput oleh media, terutama media mainstream.
“Yang penting dicatat, manakala prestasi Anies terus dikubur-kubur rapat, maka sulit bagi publik memberikan simpati kepada publik. Bahkan bisa saja pada akhirnya melupakan kinerja positif dari Anies.” pungkasnya. [rif]
Comment