Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 30 Juli 2025 |
KALBARONLINE.com – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Pontianak tengah menangani laporan dugaan persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur. Kasus ini dilaporkan oleh seorang nenek berinisial SA, pada 18 September 2024, sebagaimana tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/346/IX/2024/SPKT/Polresta Pontianak/Polda Kalbar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun KalbarOnline, peristiwa diduga terjadi pada Juni 2024 lalu, di wilayah hukum Polresta Pontianak.
Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Wawan Darmawan, menjelaskan bahwa penyelidikan telah dilakukan sejak awal laporan diterima.
“Penyidik sudah melakukan visum terhadap korban, pemeriksaan saksi-saksi, dan juga melibatkan sejumlah ahli seperti dokter spesialis kulit dan kelamin, forensik, hingga psikolog,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (29/7/2025).
Kasus ini mencuat setelah korban yang saat itu masih berusia 4 tahun mengeluhkan rasa sakit saat buang air kecil. Setelah dibawa ke rumah sakit oleh neneknya, dokter spesialis anak menyatakan bahwa korban terindikasi mengidap penyakit menular seksual jenis gonore. Dokter pun menyarankan keluarga korban untuk segera melaporkannya ke pihak kepolisian.
SA kemudian membawa cucunya ke Polresta Pontianak keesokan harinya untuk membuat laporan resmi. Berdasarkan hasil visum dan keterangan awal korban, nama yang pertama kali disebut sebagai pelaku adalah CA.
Keterangan Korban Berubah
Namun seiring penyidikan berjalan, korban mengubah keterangannya. Ia kemudian menyebut bahwa pelaku bukan CA, melainkan AG. Perubahan ini menimbulkan keraguan penyidik karena sejumlah saksi yang telah diperiksa sebelumnya memberikan keterangan yang berbeda.
Sementara itu, dari proses penyidikan, setidaknya ada 11 saksi yang telah diperiksa, termasuk dua terduga pelaku yang namanya disebut korban, yakni CA dan AG. Pemeriksaan juga melibatkan ahli dari berbagai bidang untuk memperkuat proses penyelidikan, seperti, Dr. Arie Rakhmini, Sp.KK, sebagai ahli kulit dan kelamin, Dr. Natalia Widjaya, Sp.FM, sebagai ahli forensik, dan Citra Amelia, S.Psi, M.Psi, selaku psikolog.
Pihak kepolisian juga menggunakan lie detector terhadap dua pria yang diperiksa, yakni DFA alias CA dan AG, untuk mendalami kebenaran keterangan yang diberikan.
Kompol Wawan menyebut bahwa hingga kini penyidik belum menetapkan tersangka karena adanya inkonsistensi antara keterangan korban dan saksi.
“Kami sudah gelar perkara dan melimpahkan penanganannya ke Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Kalbar untuk pendalaman lebih lanjut,” jelasnya.
Saat ini, penyidik juga berkoordinasi dengan sejumlah instansi seperti Dittipid PPA Bareskrim Polri dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Kasus ini berpotensi dijerat dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 6 huruf (c) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sanksi pidananya cukup berat, dengan ancaman penjara paling singkat 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp5 miliar, tergantung hasil penyidikan.
Penyidik menegaskan bahwa penyelesaian perkara ini tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan perlindungan terhadap anak sebagai korban. (Red)
KALBARONLINE.com – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Pontianak tengah menangani laporan dugaan persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur. Kasus ini dilaporkan oleh seorang nenek berinisial SA, pada 18 September 2024, sebagaimana tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/346/IX/2024/SPKT/Polresta Pontianak/Polda Kalbar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun KalbarOnline, peristiwa diduga terjadi pada Juni 2024 lalu, di wilayah hukum Polresta Pontianak.
Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Wawan Darmawan, menjelaskan bahwa penyelidikan telah dilakukan sejak awal laporan diterima.
“Penyidik sudah melakukan visum terhadap korban, pemeriksaan saksi-saksi, dan juga melibatkan sejumlah ahli seperti dokter spesialis kulit dan kelamin, forensik, hingga psikolog,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (29/7/2025).
Kasus ini mencuat setelah korban yang saat itu masih berusia 4 tahun mengeluhkan rasa sakit saat buang air kecil. Setelah dibawa ke rumah sakit oleh neneknya, dokter spesialis anak menyatakan bahwa korban terindikasi mengidap penyakit menular seksual jenis gonore. Dokter pun menyarankan keluarga korban untuk segera melaporkannya ke pihak kepolisian.
SA kemudian membawa cucunya ke Polresta Pontianak keesokan harinya untuk membuat laporan resmi. Berdasarkan hasil visum dan keterangan awal korban, nama yang pertama kali disebut sebagai pelaku adalah CA.
Keterangan Korban Berubah
Namun seiring penyidikan berjalan, korban mengubah keterangannya. Ia kemudian menyebut bahwa pelaku bukan CA, melainkan AG. Perubahan ini menimbulkan keraguan penyidik karena sejumlah saksi yang telah diperiksa sebelumnya memberikan keterangan yang berbeda.
Sementara itu, dari proses penyidikan, setidaknya ada 11 saksi yang telah diperiksa, termasuk dua terduga pelaku yang namanya disebut korban, yakni CA dan AG. Pemeriksaan juga melibatkan ahli dari berbagai bidang untuk memperkuat proses penyelidikan, seperti, Dr. Arie Rakhmini, Sp.KK, sebagai ahli kulit dan kelamin, Dr. Natalia Widjaya, Sp.FM, sebagai ahli forensik, dan Citra Amelia, S.Psi, M.Psi, selaku psikolog.
Pihak kepolisian juga menggunakan lie detector terhadap dua pria yang diperiksa, yakni DFA alias CA dan AG, untuk mendalami kebenaran keterangan yang diberikan.
Kompol Wawan menyebut bahwa hingga kini penyidik belum menetapkan tersangka karena adanya inkonsistensi antara keterangan korban dan saksi.
“Kami sudah gelar perkara dan melimpahkan penanganannya ke Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Kalbar untuk pendalaman lebih lanjut,” jelasnya.
Saat ini, penyidik juga berkoordinasi dengan sejumlah instansi seperti Dittipid PPA Bareskrim Polri dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Kasus ini berpotensi dijerat dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 6 huruf (c) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sanksi pidananya cukup berat, dengan ancaman penjara paling singkat 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp5 miliar, tergantung hasil penyidikan.
Penyidik menegaskan bahwa penyelesaian perkara ini tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan perlindungan terhadap anak sebagai korban. (Red)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini