Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Minggu, 15 Juni 2025 |
KALBARONLINE.com - Teka-teki penyertaan modal sebesar Rp 16 miliar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang ke Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Ketapang Pangan Mandiri (KPM) kian menuai sorotan.
Setelah rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD Ketapang pada awal 2025 menyimpulkan sejumlah rekomendasi keras, seperti audit menyeluruh dan penyerahan kasus ke aparat penegak hukum (APH), publik kini bertanya-tanya kenapa semua jadi senyap?
Pertanyaan itu dilontarkan Ketua Koalisi Masyarakat Peduli Pembangunan Ketapang (KMP2K), Suryadi didampingi Sekjen Hikmat Siregar. Mereka mencurigai bahwa dana negara yang seharusnya menopang kemandirian pangan daerah justru berpotensi dijadikan bancakan elit.
“Kami curiga, dana Rp 16 miliar ini hanya menjadi proyek korupsi berjemaah. Rekomendasi audit dan pelibatan APH sudah jelas dari Komisi III DPRD, tapi sejauh ini tidak ada langkah hukum yang nyata. Uang rakyat dipertaruhkan, kami akan bawa ini ke jalur hukum,” ucap Suryadi, Sabtu (15/06/2025).
Berdasarkan hasil investigasi KMP2K di lapangan, pembebasan lahan oleh Perumda KPM dilakukan di tiga titik lokasi yang rencananya akan ditanami kelapa sawit. Dari informasi warga, harga kompensasi hanya sekitar Rp 3,5 juta per hektare. Jika dikalikan dengan luas lahan yang dibebaskan, yakni 1.380 hektare, totalnya hanya sekitar Rp 4,83 miliar.
“Kalau harga pasar seperti itu, kemana sisa lebih dari Rp 10 miliar lainnya? Dan apakah tanah ini sudah resmi menjadi aset daerah? Ini tidak jelas,” tambah Hikmat Siregar.
Kejanggalan semakin kuat karena hingga pertengahan 2025, tidak terlihat progres pembangunan ataupun penanaman sawit di lokasi-lokasi tersebut. Bahkan beberapa tokoh masyarakat menyebut, lahan yang dibebaskan tidak diikuti dengan aktivitas apapun.
Sebelumnya, pada awal tahun ini, Komisi III DPRD Ketapang melalui Ketua Komisi, Mia Gayatri dengan tegas menyatakan bahwa Perumda KPM harus diaudit menyeluruh. DPRD bahkan tidak menutup kemungkinan membentuk Panitia Khusus (Pansus) jika hasil audit menunjukkan indikasi pelanggaran berat.
“Kalau perlu dibekukan, atau bahkan dibubarkan. Tidak ada hasil nyata dari dana sebesar itu,” ujar Mia dalam rapat terbuka tersebut.
Selain itu, terdapat pula kejanggalan dalam landasan hukum penyertaan modal. Peraturan Bupati Ketapang Nomor 15 Tahun 2022 menyebut, alokasi tahap kedua hanya sebesar Rp 7,5 miliar. Namun kenyataannya, dana yang digelontorkan mencapai Rp 16 miliar, dengan tanpa kejelasan penguatan hukum atau perubahan regulasi.
Meski berbagai pihak seperti KMP2K, lembaga pengawas publik dan bahkan DPRD sendiri telah mendorong pelibatan aparat hukum, namun APH hingga kini belum bergerak. Tidak ada laporan investigasi, audit keuangan terbuka, maupun pemanggilan terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Praktisi hukum Darius Ivo Elmoswat dalam keterangan persnya menyebut, jika benar ada mark-up dalam proses pembebasan lahan, maka hal ini masuk kategori kerugian negara dan tindak pidana korupsi yang wajib ditangani oleh kejaksaan ataupun kepolisian.
Untuk itu, KMP2K melihat ketidakjelasan tindak lanjut ini, menyatakan akan segera melaporkan kasus ini secara resmi ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
“Uang ini uang rakyat. Tidak boleh dibiarkan menguap tanpa pertanggungjawaban. Kami akan laporkan resmi dengan dokumen pendukung,” pungkas Suryadi. (Adi LC)
KALBARONLINE.com - Teka-teki penyertaan modal sebesar Rp 16 miliar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang ke Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Ketapang Pangan Mandiri (KPM) kian menuai sorotan.
Setelah rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD Ketapang pada awal 2025 menyimpulkan sejumlah rekomendasi keras, seperti audit menyeluruh dan penyerahan kasus ke aparat penegak hukum (APH), publik kini bertanya-tanya kenapa semua jadi senyap?
Pertanyaan itu dilontarkan Ketua Koalisi Masyarakat Peduli Pembangunan Ketapang (KMP2K), Suryadi didampingi Sekjen Hikmat Siregar. Mereka mencurigai bahwa dana negara yang seharusnya menopang kemandirian pangan daerah justru berpotensi dijadikan bancakan elit.
“Kami curiga, dana Rp 16 miliar ini hanya menjadi proyek korupsi berjemaah. Rekomendasi audit dan pelibatan APH sudah jelas dari Komisi III DPRD, tapi sejauh ini tidak ada langkah hukum yang nyata. Uang rakyat dipertaruhkan, kami akan bawa ini ke jalur hukum,” ucap Suryadi, Sabtu (15/06/2025).
Berdasarkan hasil investigasi KMP2K di lapangan, pembebasan lahan oleh Perumda KPM dilakukan di tiga titik lokasi yang rencananya akan ditanami kelapa sawit. Dari informasi warga, harga kompensasi hanya sekitar Rp 3,5 juta per hektare. Jika dikalikan dengan luas lahan yang dibebaskan, yakni 1.380 hektare, totalnya hanya sekitar Rp 4,83 miliar.
“Kalau harga pasar seperti itu, kemana sisa lebih dari Rp 10 miliar lainnya? Dan apakah tanah ini sudah resmi menjadi aset daerah? Ini tidak jelas,” tambah Hikmat Siregar.
Kejanggalan semakin kuat karena hingga pertengahan 2025, tidak terlihat progres pembangunan ataupun penanaman sawit di lokasi-lokasi tersebut. Bahkan beberapa tokoh masyarakat menyebut, lahan yang dibebaskan tidak diikuti dengan aktivitas apapun.
Sebelumnya, pada awal tahun ini, Komisi III DPRD Ketapang melalui Ketua Komisi, Mia Gayatri dengan tegas menyatakan bahwa Perumda KPM harus diaudit menyeluruh. DPRD bahkan tidak menutup kemungkinan membentuk Panitia Khusus (Pansus) jika hasil audit menunjukkan indikasi pelanggaran berat.
“Kalau perlu dibekukan, atau bahkan dibubarkan. Tidak ada hasil nyata dari dana sebesar itu,” ujar Mia dalam rapat terbuka tersebut.
Selain itu, terdapat pula kejanggalan dalam landasan hukum penyertaan modal. Peraturan Bupati Ketapang Nomor 15 Tahun 2022 menyebut, alokasi tahap kedua hanya sebesar Rp 7,5 miliar. Namun kenyataannya, dana yang digelontorkan mencapai Rp 16 miliar, dengan tanpa kejelasan penguatan hukum atau perubahan regulasi.
Meski berbagai pihak seperti KMP2K, lembaga pengawas publik dan bahkan DPRD sendiri telah mendorong pelibatan aparat hukum, namun APH hingga kini belum bergerak. Tidak ada laporan investigasi, audit keuangan terbuka, maupun pemanggilan terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Praktisi hukum Darius Ivo Elmoswat dalam keterangan persnya menyebut, jika benar ada mark-up dalam proses pembebasan lahan, maka hal ini masuk kategori kerugian negara dan tindak pidana korupsi yang wajib ditangani oleh kejaksaan ataupun kepolisian.
Untuk itu, KMP2K melihat ketidakjelasan tindak lanjut ini, menyatakan akan segera melaporkan kasus ini secara resmi ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
“Uang ini uang rakyat. Tidak boleh dibiarkan menguap tanpa pertanggungjawaban. Kami akan laporkan resmi dengan dokumen pendukung,” pungkas Suryadi. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini