KalbarOnline, Kayong Utara – Beberapa usaha milik Haji Marhali di Kecamatan Teluk Batang diduga tak mengantongi izin lingkungan hidup dan melanggar rencana detail tata ruang atau RDTR.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kayong Utara, Wahono mengatakan, bahwa pemilik pelabuhan beserta gudang semen dan kuari pasir itu belum pernah mengajukan dokumen.
Lantas, ia menuturkan, Dinas LH sendiri sudah menyurati untuk melaporkan, sebagaimana tugasnya di bidang lingkungan hidup.
“Kita berkewajiban memonitoring aktivitas kegiatan lingkungan di Teluk Batang, namun sampai saat ini mereka belum ada melaporkan ke Lingkungan Hidup,” terang Wahono kepada awak media, Senin (15/07/2024).
Diakui Wahono, dirinya sudah menyurati pihak terkait sekitar 2 tahun yang lalu, dan nanti akan kembali melayangkan surat terakhir kepada pihak yang disebut-sebut milik Marhali.
“Nanti persisnya kita lihat lah, apakah mereka sudah memiliki izin operasional atau tidak, karena dokumen lingkungan ini bisa saja dibuat di sini, atau DLKP, DLKL itu pusat izin lingkungannya, jadi kita disini tinggal monitoring,” ungkapnya.
Untuk itu dirinya menegaskan, bahwa pihak terkait belum melengkapi administrasi dan apabila surat laporan tidak ditanggapi, maka Dinas LH minta untuk dilakukan penutupan usaha.
“Nanti kita lihat lah dulu sampai di mana kelengkapan perizinan mereka,” tukasnya.
Di sisi lain, Kabid Tata Ruang PUPR Kayong Utara, Nugroho menerangkan, bahwa rekomendasi tata ruang atau pemanfaatan ruang bagi usaha diduga milik Marhali itu juga belum ada.
“Dulu namanya rekomendasi pemanfaatan ruang, sekarang sudah keluar peraturan baru tahun 2021, namanya kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, itu pun belum ada sampai hari ini,” terangnya, Selasa (16/07/2024).
Menurutnya, baik lokasi pelabuhan maupun gudang semen, pihaknya sudah mengecek nomor registernya, namun tidak terdaftar, selain yang ada hanya tambang pasir yang disebut milik Marhali yang berada di Kecamatan Seponti.
“Tambang pasir itu atas mana PT Sumber Sari Nusantara Abadi, kalau yang di Teluk Batang ini belum tau benderanya apa,” turur Nugroho.
Selain itu ia menambahkan, terkait dengan perizinan, tata ruang merupakan dasar atas perizinan yang lain, perizinan dasar itu menurutnya sesuai dengan pemanfaatan ruang yaitu KKPR.
“Setelah memperoleh KKPR, pengusaha baru bisa menindaklanjuti dengan perizinan yang lainya, misalnya permohonan izin tersus, atau terminal untuk kepentingan sendiri, itu untuk pelabuhannya,” jelasnya.
“Maka untuk izin gudang juga sama, izin stopel juga sama, karena perdagangan pasir, maka izinnya ke perdagangan, nah maka perizinan dasarnya tempat itu tidak ada sama sekali,” tambahnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada respon dari pihak terkait. (Sans)
Comment